DPR Teruskan Aduan ke Jaksa Agung soal Vonis Ringan Polisi Pemerkosa Mahasiswi ULM
Merdeka.com - Komisi III menerima pengaduan terkait hukuman anggota Polresta Banjarmasin Bripka Bayu Tamtomo atas kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Vonis yang diberikan kepada terdakwa dianggap terlalu ringan. Bayu hanya divonis 2 tahun 6 bulan dari 7 tahun ancaman maksimal dalam Pasal 286 KUHP.
"Ada pengaduan ke Komisi III terkait hukuman tersebut terlalu ringan. Karena ini oleh laporan korban merasa bahwa dengan hukuman tersebut sangat ringan dan tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Pangeran Khairul Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1).
Komisi III meneruskan aduan tersebut kepada Jaksa Agung Saniatiar Burhanuddin. Diketahui, Jaksa Agung menghadiri rapat kerja di DPR RI, pagi ini.
Menurut Pangeran, Jaksa Agung menerima laporan tersebut dan akan mempelajari perkaranya. Politikus PAN ini berharap, Kejaksaan melakukan rekonstruksi vonis yang dijatuhkan kepada Bayu.
"Jaksa Agung nanti akan mempelajari, mudah-mudahan mereka akan merekonstruksi kembali. Mudah-mudahan pihak kejaksaan bisa memenuhi harapan korban," katanya.
Kronologi Pemerkosaan Mahasiswi
Diberitakan, Seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menjadi korban perkosaan anggota Polresta Banjarmasin. Mahasiswi berinisial VDPS itu diperkosa anggota Polresta Banjarmasin Bripka BT.
Peristiwa itu dialami korban saat menjalani program magang resmi dari Fakultas Hukum ULM selama satu bulan pada Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin. Magang dilaksanakan tanggal 5 Juli sampai 4 Agustus 2021.
Korban kemudian berkenalan dengan pelaku. Dalam kesempatan itu, pelaku berulangkali mengajak kencan korban.
"Pelaku berulangkali mengajak korban keluar bersama, namun selalu ditolak korban," kata kuasa hukum korban, Erlina dalam keterangan tertulis diterima Liputan6.com, Selasa (25/1).
Erlina mengatakan, kemudian pada 18 Agustus 2021, Bripka BT kembali mengajak korban jalan-jalan. Ajakan itu lalu dituruti korban. Pelaku lantas menjemput korban menggunakan mobil.
"Dalam perjalanan pelaku mengajak korban untuk ke hotel, namun ditolak oleh korban," ujar dia.
Erlina menambahkan, Bripka BT kemudian memberikan minuman suplemen yang dicampur dengan minuman beralkohol. Setelah korban meminumnya, seketika tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya.
Melihat korban tidak berdaya, Bripka BT kemudian membawa korban ke sebuah hotel yang berada di sekitar KM 6 Banjarmasin. Sesampainya di sana, dia memesan kamar dan menurunkan korban dari mobil menggunakan kursi roda.
"Pada saat berada di dalam kamar terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban sebanyak dua kali," kata Erlina.
Erlina menyebut, dalam proses hukum kasus tersebut, pelaku didakwa dengan Pasal 286 dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun atau Pasal 290 Ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun. Sementara menurutnya, dengan melihat pada fakta atas perbuatan pelaku tersebut seharusnya lebih tepat diterapkan Pasal 285 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun.
Kemudian Jaksa Penuntut Umum menuntut pelaku dengan dakwaan Pasal 286 KUHP dengan tuntutan pidana Penjara paling lama 3 tahun 6 nulan atau di bawah separuh ancaman maksimum.
"Selanjutnya, Majelis Hakim menyatakan pelaku bersalah melanggar Pasal 286 KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan sebagaimana yang tercantum pada Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 892/Pid.B/2021/PN BJM," tutur Erlina.
Erlina menyampaikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai sengaja melewatkan kesempatan banding atas vonis tersebut. Pasalnya, masih ada waktu sehari untuk melayangkan gugatan tersebut.
"Kalau kejaksaan bilang justru JPU-nya sudah menyatakan menerima putusan tanpa konfirmasi. Jadi kan nggak inkracht sebelum batas waktu berakhir. Kami kaget juga kemarin, karena kan masih ada waktu satu hari ya untuk menekan jaksa untuk banding. Ternyata info dari JPU-nya mereka sudah menyatakan menerima. Itu dia kita kecewanya di situ, tanpa konfirmasi ke korban," tutur Erlina saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/1).
"Korban masih nanya kapan sidang, korban sangat percaya nih sama jaksanya. Ternyata begitu. Waktu ditanya kapan sidang lanjutan, jaksanya bilang sudah putus kok. Nah itu kaget sekali, itu yang memicu dia speak up (di sosial media)," sambungnya.
Menurut Erlina, sidang putusan berjalan tanpa kehadiran korban lantaran dianggap sudah diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dengan kondisi tersebut, satu-satunya jalan adalah dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Sepertinya. Kecuali ada tekanan publik kali ya. Kejati misalnya mengarahkan, siapa tahu. Tapi secara hukum acara nggak ada, nggak bisa lagi banding. Walaupun PK itu kan harus dari jaksanya ya. Cuman kan bandingnya saja nggak mau, gimana PK," kata Erlina.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi membeberkan peran masing-masing para tersangka.
Baca SelengkapnyaAkibat peristiwa itu, anggota Polres Jakpus mengalami luka robek pada bagian kepala.
Baca SelengkapnyaDPR mengesahkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi UU dalam rapat paripurna ke-14.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Laporan korban dugaan pemerkosaan bernama RZ telah diterima LPSK.
Baca SelengkapnyaHanya 69 Anggota DPR Hadir Paripurna Pengesahan UU DJK, 234 Orang Izin dan 272 Absen
Baca SelengkapnyaDari kasus pemerkosaan sebelumnya, penyidik telah berupaya untuk mencari pelaku.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu terjadi di Jalan Raya Narogong Kelurahan Bojong Menteng Kecamatan Bekasi Timur, pada Sabtu (9/3) subuh.
Baca SelengkapnyaPKS memperingatkan kepada para penyelenggara untuk bersikap amanah dan tidak mencuri suara rakyat.
Baca SelengkapnyaPintu utama steril setelah polisi dilengkapi senjata api laras Panjang ikut menjaga pintu utama dari dalam gedung Kesekjenan DPR.
Baca Selengkapnya