Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dokter Maria Louisa, Menerobos Belantara Papua Demi Tolong Sesama

Dokter Maria Louisa, Menerobos Belantara Papua Demi Tolong Sesama dokter Maria Louisa Rumateray. ©2022 Merdeka.com/Richard Icahd

Merdeka.com - Maria Louisa Rumateray memilih meninggalkan kampung halamannya. Merantau ke Ibu Kota untuk mewujudkan cita-cita. Menjadi seorang dokter untuk menolong sesama.

Selama beberapa tahun, Maria menghabiskan waktunya di Jakarta. Menimba ilmu untuk menjadi seorang dokter. Dia memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Sebab sadar tak semua orang bisa seberuntung dirinya.

Tahun berjalan. Wanita disapa Mia ini lulus dari bangku kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jakarta. Meski tahu peluang meniti karir lebih baik di Jakarta. Tetapi Mia memilih pulang ke kampung halamannya. Di Wamena, Tanah Papua.

Mia memilih mengabdi di pedalaman Papua. Dia yakin warga di sana lebih membutuhkannya. Berbekal niat mulia itulah. Mia tak menyerah menerobos belantara Papua. Sebut saja daerah seperti Kaimana (suku Mairasi), Yahukimo (suku Korowai), dan Wondama (Kampung Karabura). Sudah disinggahinya sejak tahun 2018.

Mia tidak sendiri. Kemuliaannya memberi pelayanan kesehatan untuk warga Papua mendapat dukungan pula dari Yayasan Helivida. Yayasan Helivida sudah belasan tahun melayani masyarakat Papua. Pemberian nama Helivida bukan tanpa makna. Vida berarti kehidupan. Harapannya, Yayasan Helivida menjadi 'helikopter pemberi kehidupan' untuk rakyat Papua.

Mia bertekad. Pengabdian ini tak semata-mata demi harta. Siapapun akan dia tolong tanpa memandang kasta. Medan terjal dihadapi meski berbahaya. Sebab, mendapatkan pelayanan kesehatan adalah hak semua.

"Selama kaka melakukan pelayanan kesehatan di daerah pedalaman, di wilayah pegunungan Papua, kebanyakan yang kaka jumpai itu orang dengan gangguan kesehatan, seperti ISPA, dan filariasis atau kaki gajah, ada juga malaria," cerita dr Mia tentang pasien yang ditangani. Mia bersedia membagikan kisahnya pada merdeka.com, beberapa waktu lalu.

dokter maria louisa rumateray©2022 Merdeka.com/Richard Icahd

Banyak suka duka dilalui dr Mia selama melayani kesehatan masyarakat Papua. Pernah sekali waktu, tepat di saat ayahnya meninggal dunia. dr Mia mendapat panggilan dadakan. Di ujung telepon, terdengar suara seorang pilot.

"Dokter Mia, kita harus berangkat pelayanan ke Agisiga."

Sebagai informasi daerah Agisiga terletak di perbatasan dari tiga kabupaten besar di Papua, yaitu Kabupaten Paniai, Timika, dan Jayawijaya.

Meski berat hati, dr Mia meminta izin pada ibunya. Pertolongan kesehatan tidak bisa dia tolak. Mia memutuskan terbang memberikan pertolongan dengan risiko tidak mengikuti acara pemakaman sang ayah.

"Kamu harus pergi segera. Itu panggilan emergency. Pilot sudah telepon berarti beberapa menit lagi harus berangkat," kenang dr Mia pada pesan ibunya.

Penerbangan ke Agisiga memakan waktu lebih kurang dua jam lebih. Saat itu, cuaca di Wamena luar biasa cerah. Pemandangan alamnya indah. Namun karena masih berduka, dia memilih menikmati saja ciptaan Tuhan yang terhampar di hadapannya. Sambil terdiam, wajah murung sesekali terbawa dalam lamunan.

dr Mia tiba di Agisiga. Dia kaget. Masyarakat sudah menunggu kedatangannya. Dia langsung diarahkan menuju ke Gereja, sebab pasien berada di sana. Pasiennya adalah seorang ibu yang sedang melahirkan bayi kembar. Satu meninggal, satu masih dalam perut. Plasentanya menghalangi jalan keluar anak.

"Di saat itu kaka tidak bisa mengambil tindakan apa-apa, sebab jika bertindak, dampaknya adalah pendarahan. Sementara pasien harus dievakuasi ke Wamena, guna operasi sesar, sehingga tidak diberikan tindakan apa-apa, mengingat pendarahan yang dapat berdampak pada pasien (ibu) meninggal dalam dua jam perjalanan, dari Agisiga ke Wamena," tuturnya.

Saat itu juga, dr Mia memutuskan untuk membawa pasien ke Wamena agar mendapat tindakan. Namun keluarga pasien minta dibawa ke Timika karena banyak kerabat siap menolong. Mereka khawatir bila harus ke Wamena, keluarga tidak bisa mendampingi.

"Kaka yakinkan mereka bahwa di Wamena ada keluarga. Akhirnya mereka mau, selanjutnya pasien diterbang ke Wamena," katanya.

Setibanya di Bandara Wamena, pilot kaget melihat banyak tenda biru di halaman rumah dr Mia. Pilot mengira ada pesta. Padahal ayahnya sudah tiada.

Usai mengantar pasien ke UGD, barulah dia bercerita. Tentang ayahnya yang meninggal dunia hari itu dan segera dimakamkan.

Pilot berkebangsaan Amerika Serikat itu merasakan kesedihan dr Mia. Dia membungkuk sambil menyampaikan rasa duka cita.

"Misi kemanusiaan telah kita lakukan dengan baik hari ini, mari kita antar bapak mu ke tempat peristirahatan terakhirnya," kata dr Mia menirukan ucapan sang pilot.

Pengorbanan dr Mia sungguh luar biasa, dia menghilangkan rasa duka demi menuntaskan misi kemanusian. Menurutnya, kita yang hidup akan menguburkan orang mati. Tetapi kita harus ingat, tetap melayani yang hidup.

Tantangan di Pedalaman Papua

dokter maria louisa rumateray

©2022 Merdeka.com/Richard Icahd

dr Mia mengakui. Memberikan pelayanan kesehatan di pedalaman Papua memiliki tantangan tersendiri. Sebab secara topografi dan geografis, wilayah Papua terbilang unik, bercampur sulit, ekstrem, dan menyeramkan. Namun semua terasa menyenangkan ketika bekerja dengan ikhlas memberikan pertolongan untuk masyarakat Papua.

"Dengan menggunakan helikopter untuk menjangkau orang-orang atau masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Dan hal itu kaka lakukan untuk melayani mereka, kendati pun jauh," ujarnya.

Tantangan lainnya, kata dr Mia, masyarakat masih takut minum obat. Karena itu, dia punya trik jitu. Sebelum memberikan obat ke pasien, terlebih dahulu menanyakan kepada kepala suku di sana. Apakah ada pantangnya, atau jika terjadi sesuatu setelah pasiennya minum obat apakah akan kena denda.

"Seumpamanya terjadi efek samping, apa tanggung-jawab saya sebagai seorang dokter, berupa tuntutan begitu? Karena masih takut, kaka (kami) hanya mengoleskan alkohol dan salep. Kalau hanya oles-oles saja mereka mau," katanya.

Jadi perlu diingat, jika berkunjung ke daerah baru terlebih Papua, pahami dulu topografinya, geografisnya, kulturnya, dan karakternya, dari setiap suku-suku atau masyarakat di Papua. Termasuk paham antropologi kesehatan daerah tersebut.

"Tidak bisa langsung datang dan paksa keinginan kita tiba-tiba mengajak dengan nada, "ayo ibu-ibu, bapak-bapak, kira-kira besok jam berapa bisa kumpul untuk pengobatan" Tidak ada konsep begitu dipake di Papua. Kita yang harus menyesuaikan dengan jam-jam dari aktivitas dalam rutinitas mereka hari lepas hari. Di situ baru kita bisa mengajak mereka, untuk pengobatan," pungkasnya.

Berkat dedikasinya memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat pedalaman Papua, sederet penghargaan berhasil diraih dr Mia. Pada tahun 2021, dia mendapat penghargaan dari Presiden berupa satya lencana kebaktian sosial atas kerja kemanusiaan di pegunungan tengah Papua.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menembus Kampung Terdalam Papua Dikelilingi Pemandangan Indah, Tanpa Listrik & Aspal, Warganya Damai
Menembus Kampung Terdalam Papua Dikelilingi Pemandangan Indah, Tanpa Listrik & Aspal, Warganya Damai

Di pedalaman Papua, ada pemandangan alamnya yang menakjubkan.

Baca Selengkapnya
13 Wilayah di Papua Rawan Jelang Pemilu 2024 & 5 di Antaranya Daerah Zona 'Merah'
13 Wilayah di Papua Rawan Jelang Pemilu 2024 & 5 di Antaranya Daerah Zona 'Merah'

Polda Papua juga akan menambah personel Brimob di sejumlah daerah guna memperkuat pengamanan, khususnya pada lima daerah yang menjadi fokus utama.

Baca Selengkapnya
Penghormatan Terakhir Rakyat Papua untuk Lukas Enembe, Arak Peti Jenazah Sejauh 2,5 KM ke Persemayaman
Penghormatan Terakhir Rakyat Papua untuk Lukas Enembe, Arak Peti Jenazah Sejauh 2,5 KM ke Persemayaman

Ribuan mahasiswa dan masyarakat secara mengarak peti jenazah Lukas Enembe menuju persemayaman.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Indonesia Darurat Pemenuhan Dokter Spesialis, Apa Penyebabnya?
Indonesia Darurat Pemenuhan Dokter Spesialis, Apa Penyebabnya?

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan 78.400 dokter spesialis.

Baca Selengkapnya
Tak Terima Ditegur karena Bawa Pacar ke Rumah, Pemuda di Maros Tega Bunuh Kakak Kandung
Tak Terima Ditegur karena Bawa Pacar ke Rumah, Pemuda di Maros Tega Bunuh Kakak Kandung

Seorang pemuda di Maros, Sulawesi Selatan, MA (22) gelap mata setelah ditegur karena membawa pacarnya ke rumah. Dia tega membunuh kakak kandungnya AA (31).

Baca Selengkapnya
Dokter Ungkap Kondisi Terkini Relawan Prabowo-Gibran di Sampang Korban Penembakan Usai Operasi
Dokter Ungkap Kondisi Terkini Relawan Prabowo-Gibran di Sampang Korban Penembakan Usai Operasi

Tim dokter saat ini masih melakukan perawatan dan observasi terkait kemungkinan gejala sisa.

Baca Selengkapnya
Arti Mata Kedutan Sebelah Kiri Atas, Petanda Baik atau Buruk?
Arti Mata Kedutan Sebelah Kiri Atas, Petanda Baik atau Buruk?

Menurut primbon, mata berkedut bisa saja pertanda baik. Tapi menurut medis, mata berkedut justru sesuatu yang normal, atau bahkan bisa menjadi tanda masalah.

Baca Selengkapnya
Luar Biasa! Ternyata Lingkungan Hijau Beri Banyak Manfaat Bagi Pertumbuhan Tulang Anak, Ini Kata Peneliti
Luar Biasa! Ternyata Lingkungan Hijau Beri Banyak Manfaat Bagi Pertumbuhan Tulang Anak, Ini Kata Peneliti

Benarkah lingkungan hijau beri banyak manfaat bagi pertumbuhan tulang anak? Simak penjelasan berikut ini.

Baca Selengkapnya
Diduga Kelelahan 2 Hari Jaga TPS, Linmas di Malang Meninggal di Atas Motor Saat akan Berangkat Kerja
Diduga Kelelahan 2 Hari Jaga TPS, Linmas di Malang Meninggal di Atas Motor Saat akan Berangkat Kerja

Dokter menyatakan almarhum yang diketahui memiliki penyakit diabetes, mengalami serangan jantung

Baca Selengkapnya