DLH Jatim Sebut Jember Satu-satunya Daerah yang tidak Punya Perda Soal Sampah
Merdeka.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menyebut Kabupaten Jember sebagai satu-satunya daerah di Jawa Timur yang tidak mau mengikuti berbagai program dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi terkait lingkungan hidup. Salah satunya adalah terkait regulasi sampah.
"Jember ini satu-satunya yang belum punya. Padahal ini penting untuk mengatur masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, termasuk sanksi denda bagi yang melanggar," ujar Kabid Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim, Ratih Murwani usai berkunjung ke DPRD Jember, Kamis (03/12).
DLH Jatim sebenarnya sudah menegur dan berkoordinasi dengan DLH Jember terkait masalah ini. Terungkap, bahwa DLH Jember sebenarnya sudah menyusun draf raperda tentang sampah untuk kemudian dibahas bersama dengan DPRD Jember. Namun draf itu ternyata macet di bupati.
"Belum membuat, ya karena bupatinya kurang respek dengan masalah lingkungan hidup. Padahal drafnya sudah ada," tutur Ratih sembari tersenyum.
Selain Perda Sampah, Jember juga menjadi satu-satunya daerah di Jawa Timur yang tidak memiliki Kebijakan Strategis Dalam Pengelolaan Sampah Daerah (Jakstrada). Padahal, seluruh daerah di Indonesia harus sudah memiliki Jakstrada sejak tahun 2018. Hal ini sesuai perintah yang ada dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jakstratas yang dikeluarkan sejak tahun 2017.
Jakstrada, menurut Ratih, sangat penting sebagai pusat data sekaligus rencana strategis bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pengurangan sampah. Regulasinya dikeluarkan sendiri oleh bupati melalui Peraturan Bupati (Perbup). Jakstrada juga menjadi salah satu tolak ukur keseriusan sebuah pemerintah daerah dalam menangani sampah.
"Lagi-lagi, ini kurang Jember saja. Hanya Jember saja di Jawa Timur yang belum memiliki Jaksrada," ujar Ratih.
DLH Jatim sudah beberapa kali mengkonfirmasi kepada Kepala DLH Jember terkait ketiadaan Jakstrada. Ternyata, DLH Jember sebenarnya sudah memiliki draf rancangan Perbup tentang Jakstrada.
"Mereka (Dinas Lingkungan Hidup Jember) sudah membuat rancangannya, tetapi ternyata bupatinya belum mau konsentrasi ke situ. Sebenarnya DLH Jember sudah membuat, sudah ada inisiatif tetapi tidak mau ditandatangani oleh bupati. Jadi otomatis, mereka (DLH Jember) menunggu dari bupati," ungkap Ratih.
Diduga karena tidak memiliki Jakstrada, Jember menjadi satu-satunya kabupaten/kota di Jawa Timur yang tidak mendapatkan dana insentif khusus untuk pengelolaan sampah.
"Nominalnya mencapai miliaran rupiah, berbeda-beda tiap daerah. Itu sumbernya dari pemerintah pusat. Jember menjadi satu-satunya yang tidak mendapat. Ada dua kemungkinan, karena tidak memiliki Jakstrada atau karena pemerintah pusat menilai penanganan sampah di Jember buruk," tegas Ratih.
DLH Jatim menilai, DLH Jember sulit diajak berkoordinasi sejak sekitar tahun 2016, atau setelah bupati Jember dijabat oleh dr Faida. Sejak itu, dalam beberapa kali rapat yang digelar DLH Jatim, DLH Jember seringkali tidak bisa menghadiri. Ada dua alasan yang dikemukakan oleh DLH Jember.
"Mereka menjawab karena tidak ada anggaran, sehingga tidak bisa berangkat ke Surabaya untuk ikut rapat. Selain itu, mereka juga tidak dapat disposisi dari bupati sehingga tidak bisa hadir," tutur Ratih.
Selain Perda Sampah dan Jakstrada, masih banyak program lain yang tidak diikuti Jember. Baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun Pemprov. Di antaranya adalah Kalpataru, Adipura, Desa Bersih dan sebagainya.
"Kalau Adipura, itu dari pusat. Kalau Desa Berseri, itu dari Pemprov. Masih banyak lagi yang Jember tidak ikut. Dan itu hanya terjadi di Jember, satu-satunya di Jawa Timur," papar Ratih.
Permasalahan keengganan bupati Jember, dr Faida untuk menjalankan dan bersinergi untuk program lingkungan hidup dengan Pemprov dan pusat itu baru terungkap setelah Faida cuti untuk kembali maju di Pilkada.
"Kita dapat laporan masalah sampah ini, lalu kita konfirmasi ke DLH Jawa Timur. Dan hari ini mereka turun ke Jember. Mereka juga terkejut melihat penanganan sampah di Jember seperti ini," ujar David Handoko Seto, Ketua Komisi C DPRD Jember yang memimpin rapat bersama DLH Jatim.
Buruknya penanganan sampah di Jember, menurut David karena anggaran pengelolaan sampah yang minim. Sebelum beralih ke Dinas Lingkungan Hidup, penanganan sampah di Jember berada di bawah Dinas Cipta Karya. Anggaran penanganan sampah di dinas tersebut, selama ini menurut David, banyak dikepras (dikurangi) dan dialihkan untuk program-program yang kental dengan pencitraan bupati Faida menjelang Pilkada 2020.
"Banyak digunakan untuk program-program yang tidak penting seperti kongres-kongres," ujar politikus Partai NasDem ini.
Karena itu, Komisi C DPRD Jember mendorong agar penanganan sampah bisa menjadi prioritas dalam APBD 2021 nanti. Selain itu, Komisi C juga mendorong agar tahun 2021 mulai dibahas mengenai raperda Sampah.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Begini penampakan daerah terkotor di Jepang sampai ditemukan banyak sampah sepanjang jalan.
Baca SelengkapnyaKorban kejahatan di Jawa Timur paling sedikit dibanding provinsi lain di Jawa.
Baca SelengkapnyaDilansir dari Liputan6, ocah 6 tahun, AJ disunat jin yang memicu perhatian warga Mereka berbondong-bondong ke rumah AJ, . Simak kronologi selengkapnya!
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan kenaikan kasus Covid-19 di wilayahnya.
Baca SelengkapnyaTermasuk komitmen lingkungan yang senantiasa dikedepankan dalam aktivitas bisnis, turut menjadi fokus dari langkah pembinaan Pupuk Kaltim.
Baca SelengkapnyaBadan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Negeri Jakarta Timur pun menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaJenazah alamarhum disemayamkan di Batalyon Padang untuk diserahkan kepada pihak keluarga dan dimakamkan di Provinsi Jambi.
Baca SelengkapnyaPerempuan tersebut bernama Kholila (37), warga Desa Jambesari, Kecamatan Sumberbaru yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh perkebunan.
Baca Selengkapnya