Cobek batu Gunung Arjuno dijual sampai Kalimantan dan Bali
Merdeka.com - Walau dianggap sepele, cobek menjadi barang penting di dapur keluarga. Keberadaannya dibutuhkan untuk menghaluskan bumbu kala menyajikan masakan, termasuk sambal yang menambah kenikmatan saat bersantap.
Produksi cobek-cobek batu tersebut, salah satunya diproduksi warga Dusun Petung Wulung dan Bodean Putuk Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Ratusan warga desa tersebut, hidup dari membuat cobek yang bahannya diambil dari batu di lereng Gunung Arjuno itu.
"Kirim sampai Bali, Kalimantan dan sekitar Malang Raya," kata Darsono (50), tengkulak cobek di Bodean Putuk Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Rabu (3/8).
Darsono adalah salah satu tengkulak yang membeli cobek dari rumah ke rumah untuk kembali dijual ke luar kota. Dia mengumpulkan hingga jumlah tertentu yang dikirimkan melalui kapal.
Cobek-cobek yang akan dikirim diikat setiap sepuluh buah dan diberi nama pemesannya. Ia hanya mengantarkan barang tersebut ke Tanjung Perak, Surabaya. Nantinya, salah seorang kawan akan mengambil sesuai pesanannya.
"Diikat dan diberi kardus biar aman saat perjalanan. Mau diantar ke kapal di Tanjung Perak," katanya.
Kata Darsono, cobek batu tidak bisa diproduksi dari sembarang bebatuan, tetapi harus mencari jenis batu tertentu. Daerah lain, seperti Kalimantan tidak ditemukan batu jenis serupa sehingga cobek-cobeknya harus dikirim ke sana.
"Jenis batunya berbeda dengan batu kebanyakan. Tidak keras tetapi juga tidak mudah pecah saat dibentuk atau diukir," tegasnya.
Sebenarnya juga dikenal cobek berbahan tanah liat yang dibakar, tetapi karena selera banyak yang memilih dari batu. Alasannya lebih keras dan lebih mudah untuk menghancurkan bumbu.
Sementara Sutrisno (39), pengrajin cobek asal Dusun Petung Wulung mengaku memasarkan produksinya di sekitar Malang Raya. Dia akan mengantarkan cobeknya ke agen-agen, pasar dan tempat wisata.
"Pokoknya untung, sudah saya lepas. Saya kirim sendiri, kalau ada yang telepon minta kiriman," katanya.
Sutrisno membuat sendiri cobek yang dijualnya, dari proses pembentukan hingga penghalusan. Dia dibantu oleh istrinya, yang juga sibuk merawat anak-anaknya.
Sehari sekitar 10 cobek berbagai ukuran berhasil diproduksinya. Tidak jarang, dirinya mengalami kerugian karena bahan yang dibeli kurang bagus.
Satu pikap bahan batu yang dibeli berhasil dibentuk menjadi sekitar 100 sampai 120 cobek. Kalau kurang dari itu biasanya merugi, karena tenaga kerjanya tidak terbayar.
"Untungnya krecek (batu kecil sisa) bisa dijual untuk bangunan, Rp 110-130 ribu per pikap. Kalau pasirnya, hasil penghalusan masih laku Rp 100 ribu per pikap," kata pria yang sejak SD sudah menjadi pengrajin cobek batu ini.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di bagian barat Pulau Sumatra, tepatnya di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, terdapat danau yang tak kalah indahnya untuk dikunjungi, yaitu Danau Maninjau
Baca SelengkapnyaTeramati kolom abu setinggi 800 meter dari puncak gunung dan guguran material ke arah Besuk Kobokan.
Baca SelengkapnyaGunung Talamau menjadi salah gunung tertinggi di Sumatra Barat yang termasuk dalam kategori tipe gunung api tidak aktif.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bukit ini berada di atas ketinggian, dengan hamparan pohon pinus yang berjajar rapi.
Baca SelengkapnyaLubang yang ada di Batu Batikam itu merupakan simbol dari perdamaian antar suku yang tengah berkuasa pada saat itu.
Baca SelengkapnyaPenghuni asli Pulau Rempang yang hidup di hutan belantara kini sudah berada diambang kepunahan.
Baca SelengkapnyaMakanan tradisional yang unik dari Sulawesi Selatan ini konon sudah dikonsumsi bangsawan sejak zaman dulu.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang 60 pantun Jawa lucu yang kocak dan bikin ngakak. Pantun-pantun ini cocok untuk hiburan sehari-hari.
Baca SelengkapnyaWalau terbuat dari kayu, ulekan tradisional khas Cikanyere ini kuat.
Baca Selengkapnya