Berebut suara religius, 30 persen suara non pesantren masih terabaikan
Merdeka.com - Masa kampanye pemilihan gubernur (Pilgub) Jatim tinggal tiga bulan. Pasangan calon (Paslon) masih fokus berebut suara religius, sedangkan suara non pesantren masih terabaikan.
"Ada 30 persen lebih suara non pesantren, itu masih luput dari pandangan pasangan calon," kata Pakar Politik Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Sucahyo Tri Budiono kepada Merdeka.com, Jumat (6/4).
Cahyo panggilan Sucahyo Tri Budiono mengatakan, selama ini dirinya melakukan pengamatan dari gerakan-gerakan yang dilakukan pasangan calon, baik Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno atau Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Kedua paslon ini memiliki latar belakang sama, dari birokrasi. Gus Ipul lama menjadi Wakil Gubernur sedangkan Khofifah sebagai Mantan Menter Sosial (Mensos).
Kedua paslon ini memiliki pekerjaan yang sama untuk mensosialisasikan selama ini yang dikerjakan. Mulai dari tingkat kota hingga desa, karena kinerja yang ditunjukan belum begitu terlihat. Sebab, Khofifah lebih cenderung bermain di tingkat nasional, sedangkan Gus Ipul lebih bermain di tingkat provinsi sebagai Wakil Gubernur.
"Melihat fakta ini, kebijakan Gus Ipul lebih bisa dirasakan dibandingkan Khofifah. Tinggal bagaimana mereka mensosialisasikan," ujarnya.
Saat ini, pesantren menjadi lokasi Gus Ipul untuk mensosialisasikan program-programnya, sedangkan Khofifah bermain di santri. Sedangkan masyarakat non pesantren ini membutuhkan penjelasan terkait dengan program-program kedua paslon. Namun, mereka belum menyentuh secara maksimal.
Padahal, potensi non pesantren, seperti nelayan, petani, pedagang, sopir, maupun non muslim memiliki presentasi suara cukup menjanjikan. Prediksi yang ada, sekitar 30 persen suara yang muncul dari mereka. Jumlah tersebut tidak termasuk suara abangan yang juga diperebutkan kedua paslon.
"Silakan digarap, Gus Ipul memiliki kesempatan yang besar sebab pesantren sudah disentuh hampir semua, sedangkan sisanya Khofifah," ungkap Cahyo.
Persaingan kedua paslon juga harus dilakukan secara sehat, jangan sampai memanfaatkan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pribadi. Sebab, banyak kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam proses pilgub ini. Pemanfaatan fasilitas negara jelas dilarang dalam aturan KPU.
Selain itu, pekerjaan yang dilakukan secara jujur juga akan diketahui masyarakat. Jika ada paslon yang tidak jujur dan menggunakan program pemerintah, maka masyarakat akan menilai secara negatif. Dengan begitu, pihak yang dirugikan adalah pasangan calon itu sendiri.
"Saling menjaga itu lebih baik, mari jadikan pilgub aman dan nyaman. Persaingan lebih baik kalau mengandalkan program, bukan fasilitas negara," terang dia.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasus dugaan pelecehan seksual ini sebelumnya terbongkar usai korban mengadukan tindakan tak senonoh itu ke seorang pengacara.
Baca SelengkapnyaTudingan Melki melakukan kekerasan seksual pertama kali ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah akun @BulanPemalu.
Baca SelengkapnyaPada 26 Februari lalu, partai yang diketuai oleh putra bungsu Presiden Jokowi itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dugaan pelecehan terjadi pada Februari 2023 bersamaan dengan almarhum ayahnya sakit.
Baca SelengkapnyaMahasiswa juga menyuarakan agar ASN, TNI dan Polri tetap netral dan bekerja sesuai dengan porsinya.
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaKeputusan menonaktifkan ETH ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin 26 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaPolisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca Selengkapnya