Analisis Pakar Penyebab Kasus Covid-19 di Indonesia Melonjak Tajam
Merdeka.com - Kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia melonjak tajam dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan pada Rabu (9/2), kasus Covid-19 harian bertambah 46.843, tertinggi sejak 28 Juli 2021.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai salah satu penyebab kasus Covid-19 melonjak tajam ialah testing (pemeriksaan) dan tracing (penelusuran) rendah.
"Saya melihat ini memang testing kurang gencar dan terkesan 'ah ini ringan, bisa diatasi'," katanya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (9/2).
Menurutnya, testing dan tracing sangat penting untuk melakukan pemetaan situasi penularan Covid-19. Khusus tracing bisa memutus rantai penularan Covid-19. Melalui tracing, pemerintah bisa mengintervensi dalam pelaksanaan isolasi atau karantina.
"Dengan tracing, tracking tadi sehingga orang yang masuk program isolasi karantina jadi banyak. Bahkan harusnya 80 persen dari yang kontak (erat dengan kasus Covid-19) itu. Nah ini yang belum, ini belum," ujarnya.
Selain itu, literasi komunikasi tentang bahaya varian Omicron masih rendah. Bahkan, komunikasi publik saat ini lebih mengedepankan karakteristik Omicron yang ringan dan tidak membebani fasilitas kesehatan.
"Jadi terkesan selalu masih happy talk dan ini berbahaya. Karena kita sekali lagi dalam literasi komunikasi sampaikan apa adanya supaya masyarakat terbangun," ucapnya.
Seharusnya semua stakeholder hingga kepala daerah mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap penularan Omicron. Dia mengingatkan, gejala ringan pada pasien Omicron merupakan dampak dari vaksinasi.
Meskipun gejala yang ditimbulkan bersifat ringan, virus SARS-CoV-2 itu tetap bisa memicu long Covid-19. Long Covid-19 merupakan gejala berkelanjutan setelah dinyatakan sembuh dari virus Corona.
"Begitu pandemi ini nanti selesai, masalah belum selesai. Bukan berarti otomatis selesai karena ada long Covid-19 yang akan kita hadapi. Bahkan tidak usah nunggu 5-10 tahun, 1 tahun lagi atau bahkan sekarang sudah ada kardiovaskular meningkat," katanya.
"Belum kasus lain pada anak misalnya. Nah ini yang harus dipahami, artinya penting prinsip mencegah infeksi dengan segala macam itu harus kita lakukan daripada terinfeksi," imbuhnya.
Sementara Pakar Kesehatan Masyarakat Hasbullah Thabrany mengaku belum bisa menyimpulkan lonjakan kasus Covid-19 saat ini karena testing dan testing yang rendah. Dia menduga kenaikan kasus yang tajam disebabkan karakteristik penularan Omicron yang sangat cepat.
Di sisi lain, masyarakat mulai lengah terhadap protokol kesehatan setelah gelombang kedua atau Covid-19 varian Delta mereda.
"Nampaknya banyak masyarakat mulai lengah, tidak begitu waspada lagi. Jadi penularan bisa begitu cepat," katanya kepada merdeka.com, Kamis (10/2).
Hasbullah menilai perlu kontrol dari pemerintah agar masyarakat kembali meningkatkan kewaspadaan terhadap Covid-19. Pengendalian Covid-19 tidak bisa hanya mengandalkan testing dan tracing. Sebab, kedua upaya itu membutuhkan banyak biaya.
"Kalau testingnya dan tracing itu mahal sekali, capek. Kalau masyarakatnya enggak dipaksa untuk prokesnya ketat, akan menghabiskan banyak uang, banyak tenaga, akan juga lonjakan kasusnya mungkin bisa 3 kali lebih banyak. Mungkin bisa 150.000 satu hari, ini yang kita khawatir. Kuncinya, disiplin masyarakat," katanya mengakhiri.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan kasus positif Covid-19 nasional konsisten mengalami kenaikan. Hingga saat ini, kenaikannya jauh melebihi puncak gelombang pertama pandemi Covid-19.
Pada puncak gelombang pertama, penambahan kasus Covid-19 mingguan tertinggi adalah sebesar 88.000 kasus. Sementara pekan lalu, penambahan kasus Covid-19 mencapai lebih dari 170.000 kasus.
"Hampir dua kali lipat puncak gelombang pertama," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Selasa (8/2).
Jika dibandingkan dengan gelombang kedua, penambahan kasus Covid-19 saat ini setara dengan akhir Juni 2021. Artinya, kenaikan kasus kini mencapai setengah dari puncak gelombang kedua.
Wiku mencatat, lonjakan kasus Covid-19 saat ini juga lebih cepat dibandingkan gelombang kedua. Pada gelombang kedua, peningkatan telah terjadi sejak awal Mei 2021 atau membutuhkan waktu delapan minggu untuk mencapai kondisi kasus yang setara dengan saat ini.
"Sementara penambahan kasus saat ini hanya dicapai dalam waktu tiga minggu saja atau dua setengah kali lebih cepat dibanding lonjakan kedua," jelasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaAni menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengungkapkan tiga penyebab kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaTahanan digunduli guna pemeriksaan identitas, badan atau kondisi fisik dan menjaga atau memelihara kesehatan serta mengidentifikasi penyakit.
Baca SelengkapnyaSelesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaFlu Singapura, yang juga dikenal sebagai penyakit tangan, kaki, dan mulut (HFMD), adalah penyakit infeksi virus yang umumnya menyerang anak-anak.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca Selengkapnya