7 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan saat Demo Menolak Omnibus Law
Merdeka.com - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers menyampaikan sikap atas pemukulan dan penangkapan yang menimpa beberapa jurnalis pada saat meliput unjuk rasa terkait penolakan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin menjelaskan, AJI dan LBH Pers mencatat ada tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan anggota Polri dalam unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Jakarta, 8 Oktober 2020. Jumlah ini bisa bertambah dan kami masih terus menelusuri dan memverifikasi perkara.
Ade menyatakan, AJI dan LBH Pers mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personelnya kepada jurnalis.
"Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 UU Pers); dan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta (Pasal 18 ayat 1). Artinya, anggota kepolisian yang melanggar UU tersebut pun dapat dipidanakan," kata Ade dalam keterangan tertulis, Jumat (9/10).
Ade menerangkan, kekerasan terhadap jurnalis bukan kali ini saja terjadi. Pada Aksi #ReformasiDikorupsi pun aparat mengganyang wartawan yang meliput. Namun hingga hari ini perkara itu tidak rampung.
"Sanksi etik Polri tak cukup untuk menghukum para terduga kekerasan. Oktober tahun 2019, kami telah melaporkan 4 kasus kekerasan (2 laporan pidana dan 2 di Propam), namun tak satupun yang berakhir di meja pengadilan.," ujar dia.
Karena itu, AJI dan LBH Pers juga meminta kepolisian menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, AJI dan LBH Pers mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban.
"Mengimbau para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat agar berani melaporkan kasusnya, serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis," ucap dia.
Ade mengatakan, AJI dan LBH Pers juga meminta Kapolri membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan.
"Penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," tegas dia.
Reporter: Ady AnugrahadiSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Baswedan memastikan bakal merevisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Baca SelengkapnyaKetua umum PKB ini mengungkap alasan mengapa dulu menyetujui UU Cipta Kerja.
Baca Selengkapnya446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, pertemuan kedua pucuk pimpinan tersebut bersifat audiensi biasa yang dilakukan oleh pejabat baru.
Baca SelengkapnyaJokowi mengajak para pihak menjaga pesta demokrasi lima tahunan agar jujur dan adil.
Baca SelengkapnyaKeluhan dan ketidaknyamanan para buruh, harus diakomodir melalui ruang musyawarah.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo resmi melantik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Menteri ATR/BPN
Baca SelengkapnyaSetelah ditetapkan tersangka, Bripka ED, polisi pengemudi Alphard yang ancam warga ditahan di sel khusus.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Munir.
Baca Selengkapnya