Tak Ada Kata Menyerah, Ini Kisah Pemberdayaan Ibu-Ibu Lansia Lewat Ecoprint
Merdeka.com - Eka Senja (40) pada awalnya ditugaskan oleh Lembaga Rumah Zakat untuk bertugas meningkatkan ekonomi ibu-ibu di Kampung Klitren, Gondokusuman, Kota Yogyakarta.Di kampung tersebut, banyak ibu-ibu lansia yang berasal dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu. Belum lagi beberapa dari mereka tinggal sendiri karena suaminya telah meninggal dan ditinggal anaknya merantau.
Saat itu, Eka Senja membekali ibu-ibu dengan berbagai pelatihan, mulai dari menjahit, membuat kain sibori menggunakan bahan sintetis. Namun karena kesulitan bahan, mereka beralih ke Ecoprint.
“Selain itu kebanyakan dari mereka juga ibu-ibu lansia yang kesulitan di sibori karena mereka harus menarik-narik benang. Apalagi prosesnya harus diinjak-injak, dan ini tentu susah bagi para lansia karena perlu mengeluarkan tenaga,” kata Eka saat dihubungi Merdeka.com pada Senin (26/6).
Pelatihan membuat pakaian ecoprint dimulai pada tahun 2018. Pada tahun 2019, produk mereka diajukan ke Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Produk mereka kemudian dinamai SEEJ, singkatan dari “Sibori Ecoprint Eng Jogja”.
Mulai dari sana, Eka Senja dan kelompok ibu-ibu lainnya memperkenalkan produk SEEJ melalui berbagai pameran. Salah satu pameran yang mereka ikuti adalah dari Dinas UMKM Kota yang diselenggarakan di Malioboro Plaza.
Setelah dari sana, SEEJ berkenalan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Oleh karena itu mereka bisa mengikuti Bazar UMKM yang diadakan di halaman Kantor BRI Yogyakarta, Jalan Cik Di Tiro No.3 Kota Yogyakarta pada Jumat (16/6) lalu.
“Harapan untuk BRI, kami bisa kerja sama kalau ada pameran. Sedangkan untuk pemerintah, semoga bisa bantu di bagian pemasaran. Apalagi di Kota Jogja ada hari di mana PNS menggunakan produk siboru atau ecoprint,” ujarnya.
Tantangan yang Dihadapi
Sementara itu Erna (37), salah satu anggota yang ikut memberdayakan ibu-ibu lansia dalam membuat kain ecoprint mengatakan bahwa dalam proses produksi mereka menghadapi banyak tantangan. Apalagi banyak bahan-bahan pembuatannya yang tidak bisa dicari di tempat mereka.
“Kalau di kota kan daun-daun susah, jadi kita harus ke Bantul dulu, kadang sampai ke Wonosari. Kami tanya yang punya teman di sana siapa,” kata Erna.
Erna menambahkan, untuk proses penjahitan, kelompok ibu-ibu tersebut belum bisa melakukannya. Oleh karena itu mereka harus mencari tukang jahit di luar agar produk mereka bisa jadi.
Walaupun banyak kendala yang menghadang, namun Erna, Eka, dan teman-teman lainnya tetap bertekad untuk terus memberdayakan ibu-ibu lansia di Kampung Klitren.
“Kami ingin membuat sesuatu yang bermanfaat. Niat awalnya itu, bagaimana ilmu yang kita punya bermanfaat dan bisa menghasilkan sesuatu,” pungkasnya.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bantul merupakan wilayah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang kaya potensi di sektor industri kerajinan tangan.
Baca SelengkapnyaRofik sengaja membuka bisnis peternakan untuk membantu perekonomian para warga sekitar.
Baca SelengkapnyaDi hadapan Ganjar, Eli menceritakan dua anaknya yang lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kesulitan mencari kerja.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dalam selembar batik khas Ciwaringin terdapat perjuangan rakyat melawan penjajahan.
Baca SelengkapnyaAtikoh berasal dari keluarga yang tumbuh di lingkungan pesantren sederhana.
Baca SelengkapnyaKorban disekap saat kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Pelaku menggasak sejumlah harta benda orangtua korban.
Baca SelengkapnyaSeorang pria dan dua anaknya tega membunuh seorang wanita tua HA (62) di Kedaton, Ogan Komering Ulu. Pembunuhan ini dilatarbelakangi sengketa lahan.
Baca SelengkapnyaBatik Ecoprint merupakan salah satu jenis batik yang proses produksinya menggunakan pewarna alami
Baca SelengkapnyaTeguh, pendiri Srimulat mengatakan bahwa seluruh anggotanya bukan orang ganteng
Baca Selengkapnya