PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter
"Merubah banyak undang-undang sebelum berkuasa adalah ciri awal otoritarian di negara otoriter," kata Gilbert
pdip![PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/1200x630/bg/newsOg/2024/5/22/1716348608808-swl6x.jpeg)
Gilbert Simanjuntak menyoroti banyaknya undang-undang yang direvisi jelang berakhir masa jabatan Presiden Jokowi
![PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/5/22/1716348195585-kcfaj.jpeg)
PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter
Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menyoroti banyaknya undang-undang yang direvisi jelang berakhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Gilbert, merubah banyak undang-undang sekaligus merupakan ciri awal pemerintahan otoriter. Gilbert menilai, utak-atik undang-undang itu berhubungan dengan pembagian kekuasaan pemerintahan berikutnya.
- Gibran Dinyatakan Langgar Aturan CFD, Ganjar: Silakan Segera Dihukum
- Sekjen PDIP: UU Kementerian untuk Tujuan Negara, Bukan Akomodasi Kekuatan Politik!
- PDIP Minta Revisi UU MK Tidak Tergesa-gesa Disahkan, Ini Alasannya
- Istana Telah Terima Draf Revisi UU TNI-Polri Pekan Lalu
- Satgas Damai Cartenz Lumpuhkan 2 Anggota KKB di Yahukimo
- Ketum PBNU Desak Gencatan Senjata untuk Menghentikan Konflik di Gaza
"Merubah banyak undang-undang sebelum berkuasa dengan cara yang tidak umum, adalah ciri awal otoritarian di negara otoriter" kata Gilbert dalam keterangan tertulis, diterima Rabu (22/5).
Gilbert menyatakan, hal ini seolah mengesankan bahwa pemerintahan yang akan datang mempunyai nafsu berkuasa dengan mengutamakan kepentingan partai politik (parpol) pendukung, namun mengindahkan amanah dari rakyat.
"Kondisi ini sepatutnya menimbulkan alarm kewaspadaan pada masyarakat madani, karena seakan kembali ke kondisi sebelum reformasi 1998 yang banyak membutuhkan pengorbanan masyarakat," jelas Gilbert.
Oleh karena itu, Gilbert bilang diperlukan penyeimbang yang kokoh dan tahan uji di luar pemerintahan. Penyeimbang itu, kata Gilbert berupa parpol bersama dengan pilar keempat demokrasi, yaitu media massa.
"Ini akan menjaga pemerintahan tidak melenceng akibat terbelenggunya partai politik dan dikooptasi penguasa," ujarnya.
Gilbert bercerita, di masa lampau banyak contoh kehancuran demokrasi hancur di tangan pemimpin yang terpilih secara demokratis. Mereka, kata Gilbert memulai kehancuran dengan cara merubah aturan.
"Ini bisa kita lihat pada Hitler, Chavez, Maduro (pengganti Chavez), dan kasus di negara Georgia, Hungaria, Nikaragua, Peru, Filipina, Polandia, Turki dan Ukraina. Demokrasi mereka hancur dimulai dari kotak suara,"
kata Gilbert Simanjuntak.
Gilbert menuturkan bahwa melindungi demokrasi diperlukan keberanian dan rendah hati, dan kedewasaan. Politikus parpol mestinya tidak menggunakan kesempatan berkuasa demi kepentingannya semata.
"Kemenangan pemilu seharusnya digunakan untuk memperbaiki kekurangan pemerintahan yang lama menjadi lebih baik, bukan menonjolkan nafsu berkuasa yang tertahan lama," ucap Gilbert.