Merdeka.com - Tak siap menghadapi serangan tiba-tiba dari tiga peleton pasukan infanteri Belanda, sekelompok kadet Akademi Militer Yogyakarta nyaris mengalami kehancuran.
Penulis: Hendi Jo
Kringinan, Yogyakarta, 23 Februari 1949. Letnan Dua Soesilo Soedarman tiba-tiba dihampiri Letnan Dua R.M. Utoyo Notodirjo. Bekas rekan seangkatannya di Akademi Militer Yogyakarta (MA) itu ternyata memutuskan ingin ikut menyerang Desa Bogem pada keesokan harinya.
“Sus, ndasmu kan wis atos, endi topi wajahmu dak silihe,” ujar Utoyo sambil bercanda.
Susilo tentu langsung memberikan barang yang diinginkan Utoyo. Usai mendapatkan topi baja buatan Inggris itu, dia tidak langsung pergi. Tapi ikut nimbrung dengan kawan-kawannya di Sub Wehrkreise ke-104 (SWK 104). Ikut hadir di situ komandan mereka yang bernama Mayor Soekasno.
“Pak, semalam kok saya mimpi kawin ya?,” celetuk Utoyo dalam nada bergurau.
Mendengar ungkapan spontan dari Utoyo itu, kawan-kawannya langsung ramai. Beberapa di antaranya ada yang langsung tertawa. Namun tidak demikian dengan Soekasno. Sebagai lelaki Jawa yang menganut kuat tradisi kejawen, diam-diam dia merasa khawatir. Dalam mitologi Jawa, mimpi menikah adalah perlambang kematian.
“Gerangan apa yang akan menimpa anak ini?” pikir sang komandan.
Utoyo bukanlah lulusan MA biasa. Dia merupakan salah satu lima besar terbaik angkatan pertama yang dilantik Presiden Sukarno di Yogyakarta pada 1948. Begitu lepas dari MA, lelaki yang masih kerabat dekat Kesultanan Solo itu diangkat sebagai perwira penghubung di SWK 104, tempat beberapa adik seangkatannya di MA ikut berkiprah melawan pasukan Belanda.
“Dia kerap bolak-balik pelosok-kota Yogya untuk menghadap Komandan Wehrkreise III Letnan Kolonel Soeharto dan Sri Sultan di Istana atau menyampaikan pesan kepada Kapten Marsudi, komandan gerilya kota Yogyakarta,” ungkap sejarawan Moehkardi.
Keberadaan Letnan Utoyo di Plataran pada hari nahas itu bisa dikatakan sebagai suatu peristiwa yang tidak disengaja. Di sela-sela penugasannya, dia lantas singgah sebentar di Kringinan. Karena itu kendati dalam pertempuran tersebut Utoyo merupakan salah satu prajurit TNI yang paling tinggi pangkatnya, namun dia tak memiliki wewenang komando dan kurang dikenal oleh kesatuan-kesatuan yang lain.
“Lain cerita jika dia merupakan komandan dari seluruh kesatuan yang ada di Plataran saat itu: saya yakin dia akan lebih bisa memimpin perlawanan secara lebih teratur dan korban di pihak kita tidak harus jatuh begitu banyak,” kata Letnan Jenderal (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo, sahabat karib Utoyo di MA.
Insiden di Plataran berawal dengan jatuhnya buku harian seorang VC (Vaandrig Cadet) bernama Abdul Djalil ke tangan militer Belanda. Sang empu buku harian sendiri tewas dalam pertempuran antara pasukan MA dari Peleton H2 dengan pasukan Belanda di Desa Sambiroto pada 22 Februari 1949.
Menurut Moehkardi, sejatinya militer Belanda sudah lama mengincar pasukan MA yang mereka anggap sebagai pasukan pilihan (keur-troepen). Penyebutan itu dilontarkan oleh Letnan Kolonel F. Scheers, komandan Batalyon I Resimen Infanteri ke-15 Tentara Kerajaan Belanda (KL) dalam bukunya yang berjudul Djokjakarta.
“Dengan terampasnya buku harian V.C. Abdul Djalil oleh militer Belanda, jalan untuk menemukan pasukan MA dan menghancurkannya menjadi terang,” ujar eks dosen sejarah di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) itu.
Buku harian sang kadet itu memang secara gamblang menyebut posisi-posisi pasukan TNI yang ada di bawah komando Wehrkreise III. Di antaranya dia menulis bahwa markas SWK 104 ada di Kringinan. Desa Kringinan itu kemudian menjadi sasaran utama gerakan pembersihan yang dilakukan anak buah Letnan Kolonel J.Scheers, sebelum kemudian mereka melakukan pengejaran ke Plataran.
Sejatinya, kemungkinan Kringinan akan diserang Belanda, sudah terbersit dalam pikiran Mayor Soekasno sendiri. Dalam rapat yang dilakukan pada 23 Februari 1949, Soekasno malah telah memutuskan untuk memindahkan markas pasukannya ke Desa Gatak. Sambil melakukan gerakan pindah, rencananya mereka akan melakukan serangan terhadap suatu pos penjagaan militer Belanda di Bogem pada dini hari 24 Februari 1949 .
“Kepada para kadet diperintahkan untuk langsung mencari basis baru di utara sehabis serangan ke Bogem itu,” ungkap Moehkardi dalam Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Pisik 1945—1949.
Namun dalam kenyataannya perintah tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan. Sebagian kadet MA masih ada yang kembali ke Kaliwaru. Sesampainya di markas lama mereka tersebut, karena rasa capek dan mengantuk yang sangat luar biasa, mereka tidur dan beristirahat.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Peleton H. Alih-alih bergegas pindah dari Selomartini, Desa Ngasem, mereka masih sempat tidur-tiduran dan duduk-duduk sembari menunggu hidangan kopi hangat yang tengah dibuat oleh Ibu Carik Selomartini.
Advertisement
Dalam situasi seperti itulah tiba-tiba sekira jam 05.30, terdengar serentetan tembakan dari arah barat daya, pertanda patroli Belanda tengah menjalankan aksi. Penghuni dukuh (termasuk Bapak dan Ibu Carik Selomartini) langsung bergegas mengungsi ke arah utara. Para kadet sendiri yang baru beberapa menit beristirahat langsung menyebar .
Sementara itu, ketika tembakan dari pihak militer Belanda itu berbunyi, Peleton H2 pimpinan V.C. Nawawi tengah berjalan menuju basisnya di Desa Sindon. Melihat anak buahnya sudah terlihat payah dan kelelahan, maka diputuskan untuk mengirim sepuluh sukarelawan ke arah sumber tembakan itu. Regu kecil tersebut dipimpin oleh Wakil Komandan Peleton H2, V.C. B. Sormin.
Begitu sampai di Desa Gatak, rombongan kecil pimpinan Sormin bertemu dengan Peleton Z. Selanjutnya mereka sama-sama bergerak ke arah utara hingga sampailah di Plataran.
Beberapa saat sebelum tembakan berbunyi, Mayor Soekasno baru saja tiba di Desa Gatak. Dia lantas memerintahkan Kopral Pardi untuk menerjang air. Air masih mengepul ketika terdengar letusan senjata yang cukup nyaring. Cepat-cepat Mayor Sukasno memerintahkan Kopral Pardi untuk menyelidiki dari mana asal tembakan itu. Belum 15 menit berlalu, Kopral Pardi sudah kembali dengan tangan berlumur darah karena terkena tembakan.
“Belanda menyerang, Pak!” ujarnya sambil menahan rasa sakit.
Mayor Sukasno langsung memerintahkan semua staf-nya agar mundur ke utara, ke arah Kalibulus. Di arah selatan, tembakan terdengar semakin ramai pertanda posisi tentara Belanda semakin mendekat. Begitu rombongan terakhir staf SWK 104 yang dipimpin oleh Letnan Dua Utoyo tiba di Plataran, dari Desa Gatak tentara Belanda yang berasal dari Kompi ke-3 Batalyon 1-15 RI menghujani mereka dengan tembakan gencar.
Pasukan MA yang sudah berada di Plataran, secara spontan membalas tembakan itu. Terjadilah pertempuran yang sangat seru. Di tengah hujan peluru itulah terjadi perdebatan sengit di antara para kadet: apakah akan bertahan atau melakukan gerakan mundur.
Kedua keputusan itu memang sama sulitnya. Jika bertahan mereka jelas kekurangan orang dan kalah persenjataan. Tapi jika pun melakukan gerakan mundur, mereka mau tidak mau harus melewati medan terbuka berupa sawah yang akan menjadikan mereka sebagai sasaran empuk tembakan dari darat dan udara.
Dalam kondisi panik itu, muncullah sebuah pesawat Capung (Piper Cub) di atas pertahanan mereka. Setelah berputar-putar mengawasi keadaan di bawah, pesawat kecil lalu menghujani Pasukan MA dengan granat.
“Mengapa tidak kalian tembak saja Capung itu!” teriak Letna Dua Utoyo.
Tak ada yang mendengar teriakan Utoyo. Alih-alih menembak pesawat Capung tersebut, yang ada situasi semakin tak terkendali. Pasukan MA kocar-kacir ke segala arah tanpa seorang komandan yang memimpin gerakan mereka.
[noe]Setelah Tak Jadi Presiden, Soeharto Menangis Lihat Rakyat Antre Beli Minyak
Sekitar 57 Menit yang laluDuet Maut Perwira Polri & TNI Kompak Berantas Judi & Korupsi di Medan
Sekitar 23 Jam yang laluPrajurit TNI Catut Nama Jenderal Saat Kenalan dengan Wanita Cantik, Endingnya Kocak
Sekitar 1 Hari yang laluAjudan Asam Urat Jelang HUT-RI, Sampai Presiden & Ibu Negara Ulek Sendiri Obatnya
Sekitar 2 Hari yang laluJenderal TNI Tanya Prajurit Sudah Pernah Cium Pacar? Jawabannya Bikin Ketawa
Sekitar 2 Hari yang laluSoleh Lemas, Dititipi Keranjang Telur Bebek Ternyata Isinya Granat Dicat Biru
Sekitar 2 Hari yang laluJenderal Mantan Ajudan Soeharto Dicopot, Sampai Tak Diberi Meja Usai Reformasi
Sekitar 3 Hari yang laluTeladan Langka Istri Jenderal Kopassus Hidup Sederhana, Tak Malu Jualan di Rumah
Sekitar 4 Hari yang laluKolonel TNI Garang di Lapangan, Soal Rokok Takut Ketahuan Ibu
Sekitar 4 Hari yang laluPengawalan Soeharto Agar Tak Diculik Tjakrabirawa: Panser & Jip Berpeluncur Granat
Sekitar 5 Hari yang laluCemeti Misterius di Pinggang Soeharto, Tak Pernah Lepas Saat Perang
Sekitar 6 Hari yang laluPrajurit Andjing NICA Ditembak Mati Kawan Sendiri Karena Bebaskan Ayah Komandan TNI
Sekitar 1 Minggu yang laluKisah Lucu Anak Presiden Main Perang-Perangan di Istana, Bikin TNI Se-DKI Panik
Sekitar 1 Minggu yang laluPresiden Sukarno Ungkap Hadiah Paling Seram dari Gadis Cantik, ini Isinya
Sekitar 1 Minggu yang laluJual Miras Oplosan, 2 Warga di Tasikmalaya Terancam Penjara 15 Tahun
Sekitar 7 Jam yang laluJangan Tertipu, Begini Cara Membedakan Oli Asli dan Palsu
Sekitar 11 Jam yang laluBikin Oli Abal-Abal, Komplotan Ini Cuan Rp6,5 Miliar Sebulan
Sekitar 13 Jam yang laluBikin Geleng Kepala, Pria Ini Ikut Seleksi Brimob karena Salah Pencet saat Buka Web
Sekitar 15 Jam yang laluFerdy Sambo Kirim Bunga-Surat buat Anaknya yang Ultah ke-22, 'Mba Trisha Kesayangan'
Sekitar 6 Hari yang laluPesan Manis Sang Jenderal dan Istri dari Balik Jeruji di Hari Ultah Anak Perempuannya
Sekitar 6 Hari yang laluTerang-terangan Mahfud MD Sebut Ada Pejabat Bekingi Mafia, Singgung Rafael & Sambo
Sekitar 1 Minggu yang laluSurvei Populi Center: Citra Polri Mulai Membaik Pascakasus Ferdy Sambo
Sekitar 1 Minggu yang laluFerdy Sambo Kirim Bunga-Surat buat Anaknya yang Ultah ke-22, 'Mba Trisha Kesayangan'
Sekitar 6 Hari yang laluMenakar Peluang Kasasi Diajukan Putri Candrawathi, Mengurangi atau Perberat Hukuman?
Sekitar 2 Minggu yang laluMembaca Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 2 Minggu yang laluSekuat Tenaga Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 2 Minggu yang laluIntip Liburan Ronny Talapesy Pengacara Bharada E di Luar Negeri, Sosok Istri Disorot
Sekitar 1 Bulan yang laluPermohonan Banding Kandas, Ricky Rizal Tetap Dihukum 13 Tahun Penjara
Sekitar 1 Bulan yang laluFerdy Sambo Tak Hadir di Sidang Putusan Banding Vonis Mati
Sekitar 1 Bulan yang laluMinta Pasokan Serum dan Vaksin Antirabies, Viktor Laiskodat Telepon Menkes
Sekitar 1 Minggu yang laluSudin KPKP Jakarta Selatan Gelar Vaksin Rabies Gratis untuk Cegah Penyakit Menular
Sekitar 1 Minggu yang laluManajemen Persib Sebut Jumlah Sponsor Tim untuk Liga 1 2023 / 2024 Alami Penurunan
Sekitar 2 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
Darynaufal Mulyaman, S.S., M.Si
Lecturer at Department of International Relations - FISIPOL UKIMeningkatkan Kemajuan ASEAN dalam 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Korea
Dicky Budiman
Peneliti dan Praktisi Global Health Security Griffith University AustraliaMemaknai Pencabutan Status Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami