Saudi Bolehkan Pasangan Turis Belum Menikah Menginap Satu Kamar di Hotel
Merdeka.com - Arab Saudi mencabut beberapa larangan pada kaum perempuan yang sedang bepergian di Negeri Petro Dolar itu. Kini ada aturan baru di Arab Saudi yang memungkinkan wanita untuk menyewa kamar hotel tanpa disertai wali pria, dan turis pria bersama wanita bukan muhrimnya dapat menginap dalam satu kamar tanpa bukti pernikahan.
Otoritas pariwisata Saudi mengatakan, pelonggaran peraturan ketat yang mengatur interaksi sosial terjadi setelah Riyadh meluncurkan skema visa turis pertamanya. Pelonggaran itu sebagai bagian dari upaya untuk membuka negara bagi pengunjung asing dan mendiversifikasi ekonominya yang bergantung pada minyak.
Dilansir dari laman The Guardian, Senin (7/10), Komisi Arab Saudi untuk Pariwisata dan Warisan Nasional mengunggah peraturan baru itu di Twitter pada Minggu 6 Oktober. Dalam aturan itu, wanita diizinkan untuk menyewa kamar hotel dengan bukti identitas atau jika mereka memiliki wali laki-laki dapat mengajukan bukti identitas.
Langkah ini dilakukan di tengah reformasi mendalam selama setahun terakhir oleh putra mahkota Saudi, Muhammad bin Salman, yang telah mencabut larangan pada bioskop di kerajaan dan larangan perempuan mengemudi.
Para kritikus mengatakan ada batasan untuk reformasi, menunjuk pada pembunuhan pada 2018 terhadap jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul dan penyiksaan yang dilaporkan terhadap beberapa aktivis hak-hak perempuan yang ditahan.
Arab Saudi mengumumkan skema visa turis baru pada 2018, mengatakan pihaknya bertujuan untuk meningkatkan pariwisata dan berharap untuk mendorong kontribusinya terhadap PDB dari saat ini 3% menjadi 10%. Untuk peluncuran visanya yang baru, negara itu menyoroti lima situs Warisan Dunia UNESCO, situs seni kontemporer dan situs alami termasuk Laut Merah, gurun, dan pegunungan.
Skema visa multiple-entry satu tahun memungkinkan untuk masa inap hingga 90 hari sekaligus dan menandai pertama kalinya negara mengizinkan orang asing untuk berkunjung semata-mata dengan tujuan pariwisata. Warga negara dari 49 negara yang memenuhi syarat dapat mendaftar secara online atau pada saat kedatangan, sementara mereka dari negara lain harus mendaftar di kedutaan atau konsulat Saudi terdekat.
Sebagai bagian dari upaya untuk menarik pengunjung asing, Saudi juga melonggarkan aturan berpakaian ketat untuk perempuan wisatawan, yang mengharuskan bahu dan lutut ditutupi di depan umum tetapi tidak menuntut mereka mengenakan abaya yang menutup seluruh tubuh.
Perempuan Saudi Boleh Tidak Pakai Abaya
Sejumlah perempuan Arab Saudi saat ini mulai memilih mengenakan pakaian yang, jika mereka kenakan beberapa tahun lalu, bisa membuat mereka bermasalah dengan polisi moral lokal.
Banyak kaum Hawa yang meninggalkan abaya hitam polos tradisional mereka --sebuah gamis longgar yang menutupi seluruh tubuh yang wajib dipakai semua perempuan Arab Saudi di depan umum demi mematuhi norma kesusilaan lokal.
Sebagai gantinya, mereka memilih alternatif lain bernada 'konservatif-kreatif-kekinian': seperti baju parasut sporty, jubah dengan potongan modern-bernuansa-bisnis, dan bahkan kimono.
Perubahan gaya berbusana di kalangan perempuan muda Saudi memicu kemarahan dari beberapa kelompok konservatif, termasuk perempuan yang sebagian besar dari mereka masih memakai abaya hitam tradisional yang menutupi seluruh tubuh.
Di luar kota yang relatif kosmopolitan seperti Jeddah atau Riyadh, perempuan masih bisa menghadapi persekusi karena melanggar aturan berpakaian yang berakar dalam tradisi Saudi.
Tetapi beberapa perempuan Saudi mengatakan mereka merasakan norma budaya berubah, sejak Putra Mahkota dan pemimpin de facto Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) bergerak untuk membuka masyarakat konservatif ini ke dunia luar dan secara umum menjadikannya 'sedikit' lebih liberal ketimbang Saudi beberapa dekade silam.
Soal berpakaian abaya, memang tidak ada hukum yang mengatur dalam undang-undang Saudi. Akan tetapi, pada praktiknya, persekusi berlaku umum.
Namun, dalam sebuah wawancara dengan CBS News pada 2018 lalu, Pangeran Salman mengatakan bahwa "baik laki-laki maupun perempuan harus berpakaian sopan ... tetapi Islam tidak secara khusus mewajibkan (perempuan) harus mengenakan abaya atau mengenakan penutup kepala," ujarnya seperti dikutip dari the Telegraph.
"Keputusan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan untuk memutuskan jenis pakaian sopan dan terhormat apa yang ia pilih untuk dipakai," kata MBS.
Reporter: Raden Trimutia Hatta
Sumber: Liputan6.com
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meski terisi satu tahun sekali, namun deretan hotelnya nampak mewah.
Baca SelengkapnyaMarak Umrah Backpacker, DPR Minta Menag Yaqut Atur Regulasi untuk Jemaah Indonesia
Baca SelengkapnyaSelain itu, disarankan untuk mengaktifkan perlindungan ganda pada kartu pembayaran atau akses pembayaran agar lebih tenang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pungutan Rp150 ribu ke turis asing akan diberlakukan di seluruh pintu masuk Pulau Bali.
Baca SelengkapnyaHal tersebut diketahui dari kebiasaan warga setempat yang jarang berinteraksi satu sama lain.
Baca SelengkapnyaPetugas haji Arab Saudi memeriksa satu per satu jemaah lebih ketat ketika memasuki Mekkah dan Madinah termasuk di Arafah.
Baca SelengkapnyaDengan pungutan wisman itu, Pemprov Bali memiliki ruang fiskal termasuk untuk membenahi daya tarik wisata, infrastruktur, jalan hingga promosi pariwisata.
Baca SelengkapnyaSudah sepatutnya makam yang kerap menjadi tujuan wisata religi masyarakat memiliki kepastian hukum.
Baca SelengkapnyaSentul menarik untuk jadi tempat wisata karena menawarkan pesona alam yang asri, udara yang sejuk dan segar, serta beragam atraksi wisata yang dapat dijajal.
Baca Selengkapnya