Menelisik Masa Depan Pandemi, Covid-19 Akan Berlangsung Sampai 2021-2022
Merdeka.com - Dua penelitian baru-baru ini memetakan bagaimana masa depan pandemi Covid-19.
Sekarang kita tahu--bertolak belakang dengan prediksi sebelumnya--pandemi corona akan lebih lama bersama kita.
"Persisnya berapa lama lagi pandemi ini akan usai," kata Marc Lipstich, epidemiologis penyakit menular di T.H Chan School Public Health Universitas Harvard, seperti dilansir laman the New York Times, Jumat (8/5).
"Ini akan menjadi soal bagaimana kita akan menanganinya dalaw waktu beberapa bulan sampai dua tahun. Ini bukan persoalan melewati puncak kurva seperti yang diyakini banyak orang."
Peraturan pembatasan sosial--menutup sekolah, tempat kerja, membatasi kumpulan massa, karantina wilayah dalam beberapa waktu--tidak akan memadai untuk jangka panjang.
Gelombang pandemi akan terus bersama kita di masa depan sampai akhirnya berlalu. Namun bergantung pada lokasi dan kebijakan di tempat itu, pandemi akan memiliki berbagai dimensi dan dinamikanya sendiri mengarungi ruang dan waktu.
"Ada analogi antara ramalan cuaca dan pemodelan penyakit," kata Lipsitch. Keduanya adalah gambaran matematika sederhana tentang bagaimana sistem bekerja. Untuk kasus meteorologi adalah gambaran dari kondisi fisika dan kimia, sedangkan untuk virologi dan epidemiologi merupakan gambaran dari pemodelan penyakit menular. Tentu saja kita tidak bisa mengubah cuaca, tapi kita bisa mengubah arah pandemi--dengan perilaku kita dalam menyeimbangkan faktor psikologi, sosial, ekonomi, dan politik.
3 Skenario
Dr Lipsitch adalah salah satu dari penulis dua makalah terbaru di Pusat Kebijakan dan Penelitian Penyakit Menular di Universitas Minnesota. Satu makalah lagi dipublikasikan di Jurnal Science menggambarkan berbagai bentuk gelombang pandemi yang bisa terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Skenario pertama memberi gambaran gelombang kasus awal seperti yang terjadi saat ini kemudian diikuti kurva naik turun yang akan berakhir dalam waktu setahun atau dua tahun.
Skenario kedua mengatakan gelombang pandemi saat ini akan diikuti dengan turunnya kurva dari puncak atau mengalami puncaknya di musim dingin dan kemudian diikuti gelombang kecil sesudahnya seperti yang terjadi pada waktu pandemi flu 1918-1919.
Skenario ketiga memperlihatkan masa puncak pandemi terjadi di musim panas dan kemudian diikuti naik-turunnya kasus yang lebih rendah.
Penulis makalah ini menyimpulkan sembari kita menanti datangnya vaksin, "kita harus bersiap menjalani pandemi covid-19 ini selama 18-24 bulan diikuti sejumlah kasus baru muncul secara periodik di berbagai daerah."
Dalam makalah di Jurnal Science, tim dari Harvard mencermati lebih jauh berbagai skenario yang bisa terjadi dengan memakai data terbaru dari Covid-19 serta virus terkait.
Para peneliti menjabarkan hasilnya dalam berbagai grafik.
Sampai 2021-2022
Kesimpulannya cukup jelas, kebijakan pembatasan sosial di satu waktu saja tidak akan memadai untuk mengendalikan pandemi dalam jangka panjang.
"Ini karena jika kita sukses melakukan pembatasan sosial--supaya kita tidak memberatkan sistem kesehatan--maka orang yang tertular angkanya akan turun dan memang itu tujuannya," kata salah satu anggota tim Harvard, Christine Tedijanto.
"Tapi jika penularan ini mengarah pada kekebalan tubuh komunitas, makan kesuksesan pembatasan sosial juga berarti masih ada orang yang bisa tertular Covid-19. Alhasil ketika aturan pembatasan sosial dicabut maka ada kemungkinan virus masih bisa menyebar lagi dengan mudah seperti sebelum karantina wilayah dilakukan."
Dengan belum ditemukannya vaksin, kondisi pandemi akan terus berlangsung sampai 2021 atau 2022.
"Itu artinya pembatasan sosial dalam jangka panjang akan diperlukan. Pada awalnya kita tidak menyangka akan bisa selama ini," kata tim Harvard.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasus Covid-19 Muncul lagi, Sekda Jateng Sebut yang Terpapar Karena Belum Booster
Terkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaMenkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan
Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaSejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia
Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi ke Menkes soal Kasus Covid-19: Amati Betul Secara Detail Perkembangannya Seperti Apa
Informasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaPasca Pandemi Covid-19, Penempatan Pekerja Migran Terus Meningkat
Pemerintah akui penempatan pekerja migran masih memiliki berbagai tantangan.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Ditemukan pada 11 Daerah di Jateng
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan kenaikan kasus Covid-19 di wilayahnya.
Baca SelengkapnyaPenyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaBegini Cara Agar Anak Tak Gampang Sakit di Musim Hujan, Orangtua Wajib Tahu
Di musim hujan, anak-anak rentan sakit. Karenanya sebagai orangtua, Anda wajib mengantisipasi dan melakukan pencegahan.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Naik Lagi, Penumpang Pesawat di Bandara Diimbau untuk Pakai Masker
Bandara sebagai pintu masuk pertama perlu melakukan persiapan terkait mitigasi Covid-19.
Baca Selengkapnya