Ini alasan Bangladesh larang anak pengungsi Rohingya menerima pendidikan formal
Merdeka.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemarin mengatakan anak-anak pengungsi Rohingya tidak memiliki pendidikan yang layak di kamp-kamp darurat di Bangladesh. Jika hal itu dibiarkan, maka akan memicu "generasi yang hilang" di masa depan.
Pernyataan tersebut disampaikan PBB melalui badan urusan pengungsi, Unicef, yang menyoroti hampir setengah jumlah anak dari sekitar 700 ribu pengungsi Rohingya. Mereka meninggalkan kampung halaman di negara bagian Rakhine, Myanmar, karena kekerasan operasi militer pemerintah.
Kehidupan dan masa depan lebih dari 380.000 anak-anak di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh dalam bahaya, sementara ratusan ribu anak-anak Rohingya masih di Myanmar terputus dari bantuan, tulis laporan oleh Unicef, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (23/8).
"Bangladesh melarang para pengungsi menerima pendidikan formal, karena pemerintah di sana khawatir populasi muslim Rohingya menjadi penduduk permanen," kata juru bicara Unicef, Alastair Lawson-Tancred.
Pada awal krisis pengungsi, lembaga terkait mendirikan pusat pembelajaran informal untuk anak-anak berusia tiga hingga 14 tahun, tetapi remaja yang lebih tua merasa terasingkan dan putus asa, kata Lawson-Tancred.
Sebagian besar pengungsi melintasi perbatasan dalam empat bulan pertama operasi militer, yang dimulai setelah gerilyawan Rohingya melancarkan serangan mematikan terhadap pasukan keamanan di perbatasan negara bagian Rakhine pada 25 Agustus 2017.
Para pejabat Myanmar telah berulang kali membantah bahwa tentara melakukan kekejaman terhadap warga sipil Rohingya, yang telah didokumentasikan oleh aktivis dan termasuk pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran.
Sementara itu, studi oleh badan amal Save the Children terungkap pada pekan ini, bahwa lebih dari 6.000 anak tinggal seorang diri, terpisah dari orang tua, di Cox's Bazar, yang merupakan pusat kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Beberapa lembaga amal dikabarkan setidaknya mampu menyediakan layanan dasar bagi anak-anak, seperti sekolah darurat, bimbingan konseling, dan akes literatur.
Namun hal itu diakui oleh para relawan, masih jauh dari tuntas karena kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak rentang mengalami banjir, tanah longsor, dan bahan wabah penyakit.
Reporter: Happy Ferdian Syah Utomo
Sumber: Liputan6.com
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku tawuran dipastikan akan ditindak secara tegas, bahkan mereka yang diamankan akan diberi sanksi tambahan berupa pencabutan bantuan sosial biaya pendidikan
Baca SelengkapnyaPrabowo syok karena selama mengeyam pendidikan baik di dalam maupun luar negeri tak pernah mendapat nilai rendah.
Baca SelengkapnyaNamanya dianggap terlalu Jawa hingga tidak diizinkan sekolah di institusi pendidikan milik Belanda
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sosoknya bukan orang ambisius yang menghalalkan segala cara demi mendapat jabatan
Baca SelengkapnyaLantaran upaya diversi yang dilakukan pihak Kepolisian tidak menemui kesepakatan antara korban dengan 8 anak berhadapan hukum (ABH).
Baca SelengkapnyaPenyebab kebakaran hingga kini masih diselidiki polisi
Baca SelengkapnyaKomisi VIII DPR beraudiensi dengan Kementerian PPPA kemarin.
Baca SelengkapnyaTiga orang emak-emak di Garut Jawa Barat tertabrak mobil saat menyeberang usai menghadiri kegiatan pengajian
Baca SelengkapnyaPonpes Al-Anwar Sarang menawarkan sistem dan model pendidikan yang beragam
Baca Selengkapnya