Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengenal Korpri, Organisasi yang Dulu Dijadikan Alat Politik Pemerintah

Mengenal Korpri, Organisasi yang Dulu Dijadikan Alat Politik Pemerintah

Mengenal Korpri, Organisasi yang Dulu Dijadikan Alat Politik Pemerintah

Masyarakat Indonesia mungkin belum banyak yang mengetahui tentang Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri).

Korpri merupakan organisasi yang anggotanya terdiri dari ASN, pegawai BUMN, BUMD serta anak perusahaan. Korpri sering kali dikaitkan dengan PNS, sebab kedudukan dan kegiatan Korpri tidak terlepas dari kedinasan.

Korpri merupakan organisasi yang anggotanya terdiri dari ASN, pegawai BUMN, BUMD serta anak perusahaan. Korpri sering kali dikaitkan dengan PNS, sebab kedudukan dan kegiatan Korpri tidak terlepas dari kedinasan.

Merujuk situs Korpri, organisasi ini berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971. Dahulu, Korpri merupakan pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum pribumi. Kasta pegawai Korpri saat itu kelas bawah. Mereka bisa bekerja sesuai kebutuhan pemerintah kolonial. Ketika mada kolonialisme Belanda jatuh kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah bekas Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Mengenal Korpri, Organisasi yang Dulu Dijadikan Alat Politik Pemerintah

Pegawai yang bekerja di bawah kolonialisme Jepang secara otomatis menjadi pegawai Republik Indonesia.

Hingga pada tanggal 27 Desember 1949 Pegawai republik Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok besar, pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI, kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator) dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).

Tiga kelompok pegawai ini kemudian dilebur menjadi pegawai Republik Indonesia Serikat atau dikenal sebagai era pemerintahan parlementer yang menganut sistem multi partai. Akibatnya, para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri.

Sehingga, warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu. Dominasi partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik. Pegawai pemerintah yang seharusnya berfungsi melayani publik dan negara menjadi alat politik partai. Pegawai kemudian menjadi terkotak-kotak. Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai mana dia berasal. Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945.

Akan tetapi, dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar.

Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).

Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan mencapai titik nadir ketima adanya upaya kudeta oleh PKI dengan Gerakan 30 September. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis.

Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korpri.

Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar pegawai negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negeri.

Akan tetapi Korpri kembali menjadi alat politik. UU No.3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai. Sehingga, setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.

Memasuki Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas Korpri, sehingga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya, menghasilkan konsep dan disepakati bahwa Korpri harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya Korpri dibubarkan saja, atau bahkan jika ingin berkiprah di kancah politik maka sebaiknya membentuk partai sendiri.

Setelah reformasi, Korpri bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik.

Para Kepala Negara setelah era reformasi mendorong tekad Korpri untuk senantiasa netral. Berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme.

Gus Yahya Tegaskan PBNU Tidak Bisa Lagi Menyuapi PKB: Silakan Jalan!
Gus Yahya Tegaskan PBNU Tidak Bisa Lagi Menyuapi PKB: Silakan Jalan!

Gus Yahya menegaskan seluruh pengurus organisasinya tak boleh mengatasnamakan PBNU jika memberi dukungan politik.

Baca Selengkapnya
Cak Imin Soal PKB Diminta Gus Yahya Tak Seret NU ke Politik: Demokrasi Bebaskan Warga Menentukan Pilihannya
Cak Imin Soal PKB Diminta Gus Yahya Tak Seret NU ke Politik: Demokrasi Bebaskan Warga Menentukan Pilihannya

Cak Imin juga setuju dengan pernyataan Gus Yahya pengurus PBNU tidak boleh mengatasnamakan organisasi dipimpinnya secara politik.

Baca Selengkapnya
Ini Strategi BMI Organisasi Pemuda PDIP Menangkan Ganjar-Mahfud Satu Putaran
Ini Strategi BMI Organisasi Pemuda PDIP Menangkan Ganjar-Mahfud Satu Putaran

BMI meminta pendukung Ganjar-Mahfud berpolitik dengan riang gembira dan gagasan cemerlang

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
KPU DKI Coret Aldi Taher!
KPU DKI Coret Aldi Taher!

KPU memberikan kesempatan bagj partai-partai politik memperbaiki berkas pencalonan bacalegnya.

Baca Selengkapnya
Deklarasi Kampanye Pemilu Damai, Kutai Timur Serukan Persatuan dan Kesatuan
Deklarasi Kampanye Pemilu Damai, Kutai Timur Serukan Persatuan dan Kesatuan

Ardiansyah juga menekankan agar semua partai politik dan masyarakat harus betul-betul memberikan kontribusi dalam membangun bangsa dan negara ini.

Baca Selengkapnya
Fraksi PKB DPR Tolak Wacana Percepatan Pilkada 2024: Kami Khawatir Kian Memanaskan Situasi Politik
Fraksi PKB DPR Tolak Wacana Percepatan Pilkada 2024: Kami Khawatir Kian Memanaskan Situasi Politik

Percepatan waktu pelaksanaan Pilkada 2024 ini dinilai akan memicu kompleksitas masalah hukum, dan politik yang merugikan kepentingan masyarakat luas.

Baca Selengkapnya
Reaksi Puan Saat 8 Organisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran
Reaksi Puan Saat 8 Organisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran

Delapan organisasi desa meyakini Prabowo-Gibran dapat mengakomodir keinginan para aparat desa.

Baca Selengkapnya
Lewat Organisasi Sayap, PAN Inginkan Pemuda Jadi Pilar Kemajuan Bangsa
Lewat Organisasi Sayap, PAN Inginkan Pemuda Jadi Pilar Kemajuan Bangsa

PAN memberdayakan anak muda dan menginginkan mereka menjadi pilar penting kemajuan bangsa.

Baca Selengkapnya
Hasto Minta Tim Kampanye Daerah Ganjar-Mahfud Gencarkan Sosialisasi: Jangan Terganggu Dansa Politik Nasional
Hasto Minta Tim Kampanye Daerah Ganjar-Mahfud Gencarkan Sosialisasi: Jangan Terganggu Dansa Politik Nasional

Hal itu disampaikan Hasto saat membahas isu terkini dengan partai politik koalisi Ganjar-Mahfuddi Mataram.

Baca Selengkapnya