Penurunan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Disebut Tak Efektif Dorong Konsumsi
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai, penurunan suku bunga Bank Indonesia tidak efektif dorong konsumsi. Sebab, penyesuaian bunga yang dilakukan perbankan justru memperlebar margin suku bunga pembiayaan.
"Suku bunga dari Bank Indonesia 3,5 persen ini tidak efektif mendorong suku bunga perbankan," kata Tauhid dalam Diskusi Online INDEF bertajuk Apa Kata Konsumen Tentang Gratis Pajak Mobil Baru?, Jakarta, Minggu (21/2).
Dia menceritakan, suku bunga acuan pada Maret 2020 tercatat 4,5 persen. Lalu kebijakan suku bunga perbankan untuk konsumsi menjadi 11,47 persen.
Menurutnya, dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu dan ketidakpastian yang tinggi membuat bank sentral secara bertahap menurunkan suku bunga acuan. Hingga akhirnya di November, suku bunga acuan turun menjadi 3,5 persen.
Sayangnya penurunan suku bunga acuan tersebut tidak direspon dengan cepat oleh perbankan. Dengan suku bunga acuan yang 3,5 persen, suku bunga konsumsi hanya turun menjadi 10,97 persen.
"Responnya (perbankan) konsumsi ini jauh lebih lambat dan selisihnya besar dan makin lambat. Saat suku bunga 4,5 persen gap-nya 6,87 persen dan ketika suku bunga 3,5 persen gap-nya jadi makin tinggi jadi 7,22 persen," tutur Tauhid.
Maka, Tauhid menilai penurunan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia tidak banyak menolong pada sektor konsumsi. Hal ini yang membuatnya menjadi pesimistis dengan kebijakan relaksasi PPnBM 0 persen.
Dia khawatir kebijakan ini tidak banyak mendorong tingkat konsumsi kelas menengah sebagai target kebijakan. Sebab, dari sisi perbankan juga belum bisa maksimal mendorong kebijakan yang ada.
"Jadi belum tentu kebijakan PPnBM 0 persen (efektif), karena suku bunga semakin tinggi. Kalau fiskal jalan dan sektor keuangan tidak jalan, jadi efektivitasnya tidak besar," kata dia mengakhiri.
Bank Indonesia Telusuri Penyebab Suku Bunga Kredit Bank Sulit Turun
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti penurunan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang tidak diikuti oleh suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan. Padahal, BI7DRR telah turun sebesar 125 bps di sepanjang 2020 dari 5 persen menjadi 3,75 persen, dan kembali dipangkas sebesar 25 bps pada Februari 2021 menjadi 3,5 persen.
"Namun demikian, penurunan suku bunga kredit masih cenderung terbatas. Yaitu hanya sebesar 83 bps ke level 9,70 persen selama 2020," kata Perry dalam sesi teleconference, Kamis (18/2).
Menurut dia, lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan disebabkan oleh masih tingginya suku bunga dasar kredit atau SBDK. Selama tahun 2020 di tengah penurunan BI7DRRR dan penurunan suku bunga deposito satu bulan, SBDK baru turun 75 bps menjadi 10,11 persen.
"Hal ini menyebabkan tingginya spread SBDK dan suku bunga BI7DRRR dan deposito satu bulan masing-masing sebesar 6,36 persen dan 5,84 persen," jelas Perry.
Dari sisi kelompok bank, SBDK tertinggi tercatat pada bank-bank BUMN sebesar 10,79 persen, Bank Pembangunan Daerah (BPD) 9,80 persen, bank umum swasta nasional 9,67 persen, dan kantor cabang bank asing 6,17 persen. Sementara dari sisi jenis kredit, SBDK kredit mikro tercatat 13,75 persen, kredit konsumsi non-KPR 10,85 persen, kredit konsumsi KPR 9,70 persen, kredit retail 9,68 persen, dan SBDK kredit korporasi tercatat 9,18 persen.
"BI mengharapkan bank dapat percepat penurunan suknung kredit untik dorong kedit pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional," tukas Perry.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan suku bunga dinilai upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi.
Baca SelengkapnyaKeputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca Selengkapnyakebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dengan demikian suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Baca SelengkapnyaSaat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca SelengkapnyaPerry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaSalah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaThe Fed diperkirakan tak akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat yang menjadi harapan banyak pihak.
Baca SelengkapnyaDengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca Selengkapnya