Profil M.H. Manullang, Sosok Pejuang Melawan Kolonial di Tanah Batak yang Terlupakan
Sosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.
Sosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.
Masa kolonialisme Belanda begitu banyak melahirkan pahlawan-pahlawan yang tak gentar membela tanah kelahirannya sekaligus Bangsa Indonesia. Akan tetapi, jasa mereka justru dilupakan dan bahkan tidak banyak muncul di buku-buku sejarah.
Sosok pejuang lokal yang kini sudah mulai terlupakan adalah Mangihut Mangaradja Hezekiel Manullang atau biasa disingkat dengan M.H. Manullang. Keringat perjuangannya untuk Tanah Batak begitu besar dan membekas hingga saat ini.
Nama M.H. Manullang sempat mencuat di media beberapa tahun lalu, karena dirinya dinilai sangat layak mendapatkan gelar pahlawan nasional. Nyatanya, wacana tersebut sampai sekarang belum juga terealisasi.
Lantas, seperti apa profil dan perjuangan M.H. Manullang selama masa kolonialisme Belanda? Simak rangkumannya yang telah dirangkum merdeka.com berikut ini.
Mangaraja Hezekiel Manullang lahir di Peanajagar, 20 Desember 1887. Ia menempuh pendidikan di Singkola Anakni Raja pada tahun 1903. Selama sekolah, ia sudah memiliki gaya berpikir kritis sehingga dirinya diberhentikan pada tahun 1905.
Pada saat mengenyam pendidikan, kritik keras M.H. Manullang ini menyinggung masa depan siswa-siswa taman Singkola Anakni Raja. Pada tahun yang sama, ia menerbitkan surat kabar berbahasa Batak "Binsar Sinodang Batak" di Padang.
Berkat surat kabar yang ia terbitkan itu telah membuka mata orang-orang Batak agar memperjuangkan nasibnya sendiri. Kemudian, ia juga mengkritik tindakan Belanda yang menerapkan kerja rodi kepada orang-orang Batak.
Perjuangan M.H. Manullang terus berlanjut dan semakin intens ketika Pemerintah Belanda melakukan pembagian tanah melalui para sultan-sultan di daerah Sumatera Timur tanpa memperdulikan hak rakyat.
Pada praktiknya, tanah milik sultan itu kemudian disewakan kepada Belanda. Sementara itu, pemerintah kolonial memberikan konsesi kepada pemodal untuk mengolah hasil perkebunan tersebut. Mirisnya, rakyat yang ingin menggarap tanah harus memberikan konsesi kepada pemilik Afdeling.
Praktik-praktik yang diterapkan Pemerintah Belanda saat itu menurut M.H. Manullang sangat menyiksa dan menyengsarakan rakyat Batak.
Mengutip liputan6.com, M.H. Manullang dikenal dengan sosok pejuang melalui pers dan politik. Ia merupakan pendiri Binsar Sinodang Batak dan pemimpin sekaligus pendiri redaksi surat kabar Soeara Batak pada tahun 1919-1930.
Perjuangannya melalui pers ini sempat membuat dirinya kesulitan. Pasalnya ia pernah dipenjara di Cipinang pada tahun 1922-1924 karena tulisannya yang menentang Belanda.
Melalui jalur politik, M.H. Manullang sempat menemui gubernur Belanda di Jakarta untuk meminta agar Tanah Batak dilindungi dari perampas lahan petani khususnya oleh pihak-pihak luar.
Selain itu, ia juga mendesak kepada gubernur Belanda agar menghapuskan Belasting, kerja rodi beserta menurunkan pajak serta membangun fasilitas-fasilitas kesehatan.
Lewat perjuangannya, namanya menjadi salah satu inspirasi bangsa khususnya di bidang pendidikan Indonesia. Tak cukup sampai situ, dirinya juga bagian dari pahlawan nasional Indonesia yang sudah berjuang demi tanahnya.
Nama M.H. Manullang sempat mencuat ke media lantaran dirinya sangat pantas untuk dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Tak hanya dari segi perjuangannya saja, melainkan sosoknya juga menjadi contoh bagi guru-guru di Tanah Batak.
Sosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.
Baca SelengkapnyaBangunan yang didirikan kolonial Belanda ini pernah menjadi tempat pengasingan Soekarno dan tokoh nasional lainnya.
Baca SelengkapnyaKawasan yang saat ini menjadi cagar budaya di Palembang dulunya sebuah lingkungan tempat tinggal bagi warga Tionghoa era kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaSuku asli dari kota Pagaralam, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim ini melakukan perlawanan terlama dalam sejarah.
Baca SelengkapnyaSebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.
Baca SelengkapnyaEra kolonialisme Jepang, sosok birokrat yang satu ini menduduki jabatan sebagai Gubernur residen Sumatra Barat.
Baca SelengkapnyaPada zaman kolonial Pulau Pandan sempat digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang dari Belanda.
Baca SelengkapnyaSamin Surosentiko dikenal sebagai penentang keras kolonialisme.
Baca SelengkapnyaWanita ini memimpin 30 perempuan dalam pertempuran melawan Belanda.
Baca Selengkapnya