Mantra Dukun dan Semangat Pemuda Pacu Jalur Tepian Narosa
Tradisi Pacu jalur sendiri eksis sejak abad ke-17 dan biasanya diperlombakan saat hari besar Islam.
Tradisi Pacu jalur sendiri eksis sejak abad ke-17 dan biasanya diperlombakan saat hari besar Islam.
Otot dan urat lengan para pemuda mengecang. Mereka berusaha terus mendayung sampan di permukaan air.
Tak peduli lelah, apalagi menyerah. Tak terhitung berapa banyak bulir keringat mengucur membasahi sekujur tubuh pemuda-pemuda itu. Yang terlihat mereka terus bersemangat.
Sementara seorang bocah menari di ujung sampan. Pikiran dan tenaga mereka fokuskan agar bisa mencapai garis finish Sungai Kuantan.
Tak ketinggalan, doa ibu menemani mereka mengarungi Tepian Narosa. Namun, tak sedikit pula yang mengandalkan mantra dukun kampung yang memantau jalannya pacu jalur.
"Festival Pacu Jalur merupakan tradisi yang rutin dilaksanakan, ditunggu setiap tahun oleh masyarakat Riau. Khususnya masyarakat Kuansing," kata Sekda Pemprov Riau SF Hariyanto Kamis (24/8).
Pacu jalur merupakan tradisi yang sarat akan nilai sejarah. Jalur dalam bahasa daerah Kuansing diartikan sebagai sampan atau perahu yang panjang.
Sebelum perakitan perahu itu, pembuatnya memulai dari menebang pohon, maelo jalur, hingga membuat jalurnya.
Tak sembarangan, pembuatan jalur dilakukan dengan ritual khusus, bagian dari acara adat yang sakral. Festival Pacu Jalur 2023 berpusat di Tepian Narosa, Kota Taluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuansing.
Perhelatan ini diharapkan membangkitkan ekonomi masyarakat melalui UMKM. Ribuan penonton dilayani dengan sajian masakan khas daerah setempat. Perputaran Rupiah tak terasa menjadi pundi-pundi warga yang berjualan.
Event pacu jalur memiliki fungsi kultural, edukatif, ideologi, solidaritas sosial dan kekeluargaan. Nilai-nilai yang harus dijaga dan dibangun secara kokoh dengan menanamkan kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda sebagai bagian Warisan Budaya Tak Benda asli Indonesia.
Festival Pacu Jalur sekaligus menjadi momen membangitkan perekonomian masyarakat di Kuansing. Bukan tanpa sebab, Festival Pacu Jalur meningkatkan kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun, baik dari dalam maupun luar negeri.
Masyarakat Riau khususnya di Kabupaten Kuansing patut bangga. Karena Festival Pacu Jalur telah banyak ditonton wisatawan mancanegara.
Sekda berharap agar tradisi Festival Pacu Jalur ini dapat terus dijaga dan dilestarikan. Demi menjaga nama baik daerah, ketertiban, keamanan dan kebersihan wajib dijaga. Supaya event ini bisa tetap dilaksanakan dan disaksikan setiap tahunnya.
Event tradisional pacu jalur di Tepian Narosa, Kuantan Singingi, Riau kian populer dengan kemunculan bocah penari di ujung jalur. Sebab, di media sosial ada banyak aksi memparodikan penari bocah hingga pendayung dari luar negeri.
Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat mengatakan ada tiga orang yang terlihat menari saat jalur melaju kencang. Peran ketiganya berbeda-beda.
Terdapat sejumlah elemen dalam pacu jalur. Element terdiri dari penari, anak pacu, timbo ruang hingga ke tukang onjai.
"Biasanya bocah penari ini akan menari di depan jalur kalau dia menang atau unggul. Kalau masih berimbang biasanya hanya berayun-ayun saja. Setelah finis dia sujud syukur di ujung perahu," kata Roni.
Pemilihan anak-anak yang menari di ujung perahu bukan tanpa alasan. Sebab, berat badan anak-anak tergolong ringan. Sehingga posisinya berada di depan jalur.
"Anak-anak kan badannya ringan, ada dewasa di tengah itu untuk memberikan aba-aba juga. Lalu di ujung itu agak dewasa sedikit karena dia akan memberi daya dorong ke jalur namanya onjai," kata Kadis.
Pacu jalur sudah dikenal sejak abad ke-17 dan biasanya diperlombakan saat hari besar Islam. Namun belakangan, pacu jalur di Kuantan Singingi jadi event tradisional. Jalur berasal dari kata 'menjulur' yang memiliki arti panjang menjulur.
Pada masa kolonial belanda, pacu jalur digelar untuk memperingati ulang tahun Ratu Wilhelmina dan dianggap sebagai sebuah festival.
Keterlibatan bocah sebagai penari sempat hilang saat event digelar beberapa kali terakhir. Namun untuk tahun ini, semua jalur wajib memiliki tiga elemen seperti penari, timbo ruang dan onjai.
"Sempat dihilangkan untuk penari dan onjai. Tapi mulai tahun ini itu wajib semua jalur ada, kita mau angkat ini sebagai event budaya yang bukan hanya fokus pada juara. Kita bangga karena para penari ini dikenal dunia," kata Kadis.
Tradisi pacu jalur ini secara kasat mata hanya merupakan tontonan semata. Namun di balik itu semua, tradisi ini kerap juga dikaitkan dengan praktik magis atau perdukunan yang tak terlihat. Bisik-bisik yang beredar, praktik magis atau kegiatan perdukunan tersebut berlangsung mulai dari awal perencanaan suatu desa atau kampung ingin membuat jalur. Dalam setiap tahapan-tahapan pembuatan jalur tersebut, peran seorang dukun atau pawang sangat penting demi terlaksananya pembuatan jalur tersebut. Bahkan, tak jarang masyarakat meyakini bahwa jika dukun dari jalur tersebut terkenal, kuat, hebat maka diyakini jalur tersebut akan memperoleh kemenangan dalam lomba pacu jalur. Soal perdukunan ini, Anda boleh percaya boleh tidak. Kembali kepada diri masing-masing untuk menyikapinya.
Acara dibuka dengan penampilan angklung oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) KBRI Seoul di bawah kepemimpinan Ibu Susi Sulistiyanto.
Baca SelengkapnyaKeunikan junjung pusako adalah sebuah kain panjang yang membungkus di dalamnya berisikan tulisan kuno.
Baca SelengkapnyaDi masanya, masyarakat Sunda sudah memiliki penanggalannya sendiri secara tradisional.
Baca SelengkapnyaMandi Besimbur merupakan ritual adat mandi yang dilakukan oleh kedua mempelai yang baru saja melangsungkan pernikahan.
Baca SelengkapnyaAda sekitar 150-an peserta yang juga mengikuti Festival Iraw Tengkayu, Penurunan Padaw Tuju Dulung di Pantai Amal.
Baca SelengkapnyaKemunculan dongkrek awalnya sebagai upaya menolak bala atas pagebluk atau wabah penyakit.
Baca SelengkapnyaIndonesia tumbuh dengan ragam budaya. Setiap budaya memiliki kekhasannya tersendiri. Salah satu ciri khas dari ragam budaya ini adalah kain tradisional.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar para petani saat memasuki musim tanam padi. Seperti halnya para petani di Desa Selokgondang, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah sangat melekat di masyarakat Nias hingga sudah menjadi simbol dan budaya yang dihadirkan dalam acara-acara adat.
Baca Selengkapnya