Kriminolog soal Fenomena LGBT di Tubuh TNI-Polri: Bisa Dibilang Kecolongan
Merdeka.com - Ketua Kamar Militer MA Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan mengungkap adanya fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dalam institusi TNI/Polri. Bahkan, Mahkamah Agung telah mengadili 16 personel TNI yang kini sudah dipecat. Serta, Mabes Polri juga mengusut Brigjen EP menjatuhkan demosi 3 tahun terkait kasus serupa.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Prof Adrianus Meliala menilai praktik LGBT di tubuh aparatur negara merupakan sebuah kecolongan. Harus ditangani secara serius dan dilakukan pembinaan ke dalam.
Pembinaan ini bertujuan agar setiap anggotanya bisa saling mengamati perilaku satu sama lain. Bila mana terlihat adanya perubahan orientasi seksual, maka hal itu bisa dicegah dengan saling mengingatkan.
"Menurut saya itu menjadi suatu perhatian dalam rangka pembinaan personel, supaya setiap anggota saling memberikan perhatian kepada teman-temannya kalau orientasi seksual mereka pelan-pelan berubah," kata dia saat dihubungi merdeka.com, Kamis (22/10).
Guru Besar FISIP UI ini menilai, jika kasus perbedaan orientasi seksual ini baru tercium saat sudah resmi bertugas, maka bisa dibilang institusi tersebut 'kecolongan'. Menurutnya, dari awal menjalani pendidikan, para anggota harus dibiasakan untuk mengamati perilaku satu sama lain. Dengan mengamati maka akan bisa mencegah terjadinya perubahan orientasi seksual.
"Kalau dibilang itu kecolongan, ya bisa saja karena dia berada di lingkungan anggota, seharusnya sesama anggota saling mengamati, saling mencegah," ujarnya.
"Ketika tidak ada orang yang mengamati dan mengingatkan, kemudian kesatuan bergerak dan bertindak saat sudah terlalu jauh, ini kan terlambat," tambahnya.
Meskipun begitu, untuk kasus LGBT pada Brigjen EP, dia melihat bahwa hal ini mungkin terjadi karena Brigjen EP sudah bertugas cukup lama di Polri. Menurutnya, perubahan orientasi seksual seseorang bisa berubah karena pengaruh lingkungan atau pergaulan.
"Kalau sudah bertugas lama kan orang bisa berubah ya orientasinya, yang tadinya tidak ada unsur LGBT tapi misalnya selama 25 tahun dia bergaul dari berbagai macam kalangan, bisa jadi berubah orientasi seksualnya," kata Adrianus.
Meskipun begitu, dia tetap tidak membenarkan adanya perilaku perubahan orientasi seksual pada anggota TNI atau Polri. Adrianus menilai, hukuman yang diberikan tidak bisa diganggu gugat lagi karena pelarangan LGBT memang sudah tertuang dalam aturan atau ketentuan di setiap institusi.
"Secara umum, negara memang melindungi orang-orang yang punya orientasi seksual berbeda, mereka manusia yang juga harus dilindungi. Tapi untuk TNI-Polri, wajar kalau mereka membuat suatu ketentuan yang khas. Ibaratnya, TNI Polri menandatangani semacam kontrak sebelum bertugas, bahwa mereka tidak boleh menjadi LGBT ketika bertugas," tuturnya.
Di kepolisian, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Dalam Pasal 11 huruf C disebutkan, setiap anggota Polri wajib menaati dan menghormati norma kesusilaan kemudian norma agama, nilai kearifan lokal dan norma hukum.
Sementara itu, TNI menegaskan bahwa orientasi seksual LGBT merupakan salah satu perbuatan yang tidak patut dilakukan seorang prajurit, bertentangan dengan disiplin militer, dan merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI. Hal ini tercantum dalam Surat Telegram Nomor ST/398/2009 per 22 Juli 2009 dan ditekankan kembali dengan Surat Telegram Nomor ST/1648/2019 per 22 Oktober 2019.
ICJR Nilai Ada Tindakan Diskriminatif
Sebelumnya, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai tindakan TNI/Polri terhadap anggotanya yang diduga memiliki perbedaan orientasi seksual atau LGBT merupakan perilaku diskriminatif. ICJR melihat perilaku diskriminasi tersebut telah melanggar hukum dan konstitusi negara.
Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu menuntut adanya persamaan di hadapan hukum, yang mana sudah diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 j.o Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan hak bebas dari perlakuan diskriminatif diatur dalam Pasal 28B ayat (2) jo. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
"Keputusan represif tersebut adalah bentuk diskriminasi yang menyerang orientasi seksual dan ekspresi gender seseorang yang dilindungi oleh hukum dan konstitusi negara," tutur Erasmus dalam keterangan tertulis, Rabu 21 Oktober 2020.
Terkait pernyataan ICJR yang menyebut bahwa hukuman yang diberikan TNI/ Polri diskriminatif, Adrianus yang merupakan mantan Komisi Kepolisian nasional (Kompolnas) ini menegaskan bahwa tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar.
"Misalnya dalam konteks lain, negara memang melindungi HAM setiap orang yaitu hak untuk hidup, tapi setiap anggota TNI/Polri memiliki risiko mati saat bertugas, maka mereka mengikat diri dalam perjanjian khusus. Sama dengan hal ini (perjanjian tidak LGBT). Jadi ini tidak bertentangan dengan ketentuan umumnya," kata Adrianus.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Propam Polda Sultra masih memeriksa personel Polresta Kendari berinisial Bripda AN di Kendari.
Baca SelengkapnyaBripda AN, saat ini masih diperiksa Propam Polda Sultra.
Baca SelengkapnyaRambut gondrong dan kumis tebal. Sekilas, mungkin tak ada yang percaya profesi dari pria ini adalah polisi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Setelah lama memendam, RZ memberanikan diri melaporkan pelecehan yang dialami.
Baca SelengkapnyaKapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.
Baca SelengkapnyaSeorang jenderal TNI kaget melihat anggota Polisi asal Papua yang hanya bertinggi badan 149 cm, bisa masuk karena setia terhadap NKRI.
Baca SelengkapnyaCurhat berujung manis, adik prajurit TNI dijanjikan lulus oleh Kapolri usai gagal berkali-kali. Begini informasinya.
Baca SelengkapnyaRektor ETH sudah pernah diperiksa dalam kasus ini. Dia membantah melakukan pelecehan. Dia menyebut ada upaya kriminalisasi di tengah pemilihan rektor UP.
Baca SelengkapnyaPara tahanan yang kabur tersebut terdiri dari tindak pidana kriminal umum, narkoba, dan titipan jaksa.
Baca Selengkapnya