Berawal dari Empat Sekawan Mahasiswa Kurang Mampu, Ini Kisah di Balik Kesuksesan Agen BRILink “Toko Mahasiswa”
Walaupun jaraknya hanya 50 meter dari Bank BRI terdekat, namun Agen BRILink ini punya banyak nasabah
Walaupun jaraknya hanya 50 meter dari Bank BRI terdekat, namun Agen BRILink ini punya banyak nasabah
Siang itu, Kamis (14/3), suasana jalanan di kawasan Condong Catur, Depok, Sleman, begitu ramai seperti hari-hari biasa. Di pinggir jalan, sekitar 100 meter di sebelah utara Terminal Condong Catur, terdapat sebuah toko kelontong yang tak pernah sepi pengunjung.
Nama toko kelontong itu terdengar unik yaitu “Toko Mahasiswa”, padahal toko itu seperti toko kelontong pada umumnya. Tak ada satupun yang khusus menjual kebutuhan mahasiswa atau sejenisnya.
Tepat di samping toko kelontong itu, terdapat sebuah gerai Agen BRILink bernama sama. Beberapa nasabah mengunjungi Agen BRILink itu untuk melakukan transaksi.
Di sana Merdeka.com menunggu sang pemilik toko sekaligus pemilik Agen BRILink untuk wawancara. Tak menunggu lama, sang pemilik datang dengan menggunakan motor bebek sederhananya.
“Maaf menunggu, saya barusan layat salah satu nasabah saya yang meninggal. Rumahnya dekat sini,” kata Suradi (44), pemilik toko kelontong sekaligus Agen BRIlink itu.
Di tengah suasana hingar bingar kendaraan yang melintas, Suradi memulai cerita bagaimana ia bisa mendirikan Toko Mahasiswa serta Agen BRILink-nya.
Berdasarkan data dari BRI Kantor Cabang Sleman, Agen BRIlink milik Suradi adalah salah satu Agen BRILink di Sleman yang pendapatanya paling tinggi.
Foto 1 Suradi, pemilik Agen BRIlink Toko Mahasiswa
Suradi sudah merintis usaha sejak masih duduk di bangku kuliah di Universitas Sanata Dharma. Saat itu, Suradi benar-benar merasakan hidup prihatin. Ia harus membiayai sendiri kuliahnya serta kebutuhan sehari-hari. Berbagai pekerjaan sambilan harus ia lakukan demi hal itu.
“Saya dulu itu termasuk kategori mahasiswa kurang mampu. Selain harus aktif di kemahasiswaan biar dapat beasiswa, kita juga harus cari sampingan. Biasanya kita cari sampingan dari dosen yang menyediakan pekerjaan,” kata Suradi.
Suradi kemudian ikut ambil bagian dalam pekerjaan bersih-bersih kaca gedung kampus serta membeli label pada buku-buku di perpustakaan.
Kondisi yang dialami Suradi ini ternyata mendapat perhatian dari Ismoko, seorang dosen yang saat itu juga menjabat sebagai pembantu rektor.
Ismoko mengumpulkan empat mahasiswa kurang mampu termasuk Suradi. Dia menawarkan kepada empat mahasiswa kurang mampu itu untuk memanfaatkan bangunan kios miliknya yang berada di kawasan Condong Catur.
“Saya ada tempat di sana, kalian manfaatkan saja. Kalian boleh usaha apa saja di sana,” ujar Suradi menirukan perkataan Ismoko saat itu.
Setelah sempat berembuk, mereka sepakat untuk membuka usaha gorengan di kios itu. namun usaha itu hanya berjalan tiga bulan karena kesulitan untuk mengatur pembagian tugas serta harus menyesuaikan dengan jadwal kuliah masing-masing.
Mereka pun berembuk lagi. Kali ini mereka sepakat untuk membuka toko sembako. Toko itu diberi nama “Toko Mahasiswa”, sesuai status mereka saat itu yang masih duduk di bangku kuliah.
“Awalnya kami malu-malu. Kita jualan beras tapi kok namanya Toko Mahasiswa. Bahkan kami harus dorong-dorongan melayani pembeli, kamu saja, kamu saja,” kenang Suradi.
Foto 2: Tidak sesuai namanya, Toko Mahasiswa terlihat seperti toko kelontong pada umumnya.
Toko Mahasiswa berdiri pada tahun 2003. Menjalankan sebuah toko sembako ternyata tak semudah apa yang mereka bayangkan. Baru tujuh hari beroperasi, mereka sudah kena tipu pembeli.
Waktu itu ada seorang ibu-ibu yang belanja rokok dalam jumlah besar. Sebagian sudah dibungkus dalam kardus dan dibawa ibu-ibu itu, sementara sisanya diantar sendiri oleh Suradi. Saat itu ibu-ibu pembeli tersebut belum membayar.
Pembeli itu meminta agar bungkusan sisa rokok yang ia pesan untuk dikirim di sebuah warung makan yang jaraknya masih dekat dengan warung sembako itu.
Saat pesanan sudah sampai tujuan, ternyata sang pemilik warung makan mengatakan bahwa mereka tidak memesan bingkisan rokok itu. Saat itulah ia baru sadar telah jadi korban penipuan.
“Saya sempat naik motor keliling warung itu tapi tetap tidak menemukan ibu-ibu yang membeli rokok saya,” ujar Suradi.
Foto 3 potret Agen BRILink Toko Mahasiswa dari pinggir jalan raya
Pada tahun 2005, Toko Mahasiswa harus tutup karena Suradi dan teman-temannya harus fokus menyelesaikan skripsi.
Begitu pula setelah lulus, mereka meniti jalan hidup masing-masing. Ada yang menjadi dosen di Surabaya, ada yang kerja pada sektor industri baja di Kalimantan, ada pula yang kerja di Pertamina.
Suradi sendiri bekerja di lembaga kursus Bahasa Inggris di Jakarta.
Namun baru tiga bulan kerja di Jakarta, Suradi merasa tak betah. Ia memutuskan kembali ke Jogja. Sebelum itu ia menelpon Ismoko terlebih dahulu.
“Pak, kalau saya pulang, saya buka tokonya lagi boleh?” tanya Suradi. Ismoko pun mengizinkan pembukaan kembali Toko Mahasiswa.
Suradi sehari-hari menjalankan usaha Toko Mahasiswa bersama istrinya. Pada suatu hari, ia mendapat tawaran dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Depok untuk menjadi Agen BRIlink.
Suradi menyanggupi tawaran itu dan ia pun diberi mesin transaksi oleh pihak BRI. Tapi pada tiga bulan awal ia tidak memanfaatkan mesin itu sama sekali.
Jelas Suradi terkait dengan lokasi Agen BRIlink miliknya dengan Bank BRI terdekat.
Jarak Agen BRIlink Toko Mahasiswa sendiri hanya sekitar 50 meter dari Bank BRI Unit Depok.
Namun nyatanya tetap ada nasabah yang melakukan transaksi di Agen BRILink Toko Mahasiswa. Menurut Suradi, mereka rela membayar demi sebuah transaksi yang tak memakan waktu tanpa harus mengantre.
Dari sana Suradi makin termotivasi untuk mengembangkan Agen BRIlink-nya. Berbagai promosi ia lakukan. Selain itu ia juga sempat mengadakan gathering bersama para nasabah.
Demi meluaskan jangkauan nasabah, ia membuka tiga gerai Agen BRILink lagi di tempat yang berbeda. Ketiga Agen BRIlink itu ia buka menggunakan uang dari sisa keuntungan usaha toko kelontongnya yang semakin maju.
“Dari pada saya nggak bikin apa-apa ya saya buat Agen BRILink,” ujarnya.
Selain meluaskan jangkauan nasabah, alasan ia membuka empat Agen BRIlink tak lain adalah untuk mengurangi pengangguran, terutama mahasiswa kurang mampu yang butuh tambahan penghasilan untuk bertahan hidup.
“Saya itu teringat dulu waktu susah saya dibantu orang-orang yang mampu. Yang namanya orang kesusahan pasti senang sekali kalau dibantu walau nggak seberapa. Makanya kalau saya butuh tambahan pegawai, saya akan tawari mahasiswa yang butuh tambahan uang,” kata Suradi.
Kini keempat Agen BRIlink milik Suradi terus berkembang. Masing-masing gerainya bisa mencatatkan sebanyak 100 transaksi per hari.
Bagi Suradi, menjadi seorang Agen BRILink merupakan sesuatu yang tak mudah. Apalagi pekerjaan itu butuh ketelitian dan penuh resiko. Beberapa kali ia salah transfer nominal uang ke rekening yang dituju.
Suradi bercerita bahwa ia pernah mengalami salah transfer jumlah nominal uang.
Untuk mengantisipasi salah kirim jumlah nominal, Suradi mengaku tidak menyediakan nominal uang yang banyak di Agen BRILink miliknya.
“Saya kasih maksimal Rp10 juta. Agar meminimalisir kesalahan tambahan nol,” katanya.
Ia mengakui tuntutan sebagai Agen BRILink sangat kompleks. Ia seakan-akan harus merangkap peran sebagai kepala unit, mantri, teller, dan supervisor di sebuah bank mini berwujud Agen BRILink. Walaupun penuh tantangan, Suradi mengaku menjalani kesehariannya dengan “enjoy”.
Melalui Agen BRILink, nasabah BRI maupun masyarakat umum bisa mendapatkan pelayanan yang sama seperti halnya di unit kerja Bank BRI.
Baca SelengkapnyaKehadiran AgenBRILink berhasil menjembatani masyarakat di daerah terpencil untuk mendapatkan layanan perbankan.
Baca SelengkapnyaEsti sering memotivasi anggota kelompoknya yang berjumlah 30 orang untuk tetap rutin melakukan Pertemuan Kelompok Mingguan (PKM).
Baca SelengkapnyaWalaupun baru pertama kali mendirikan Agen BRILink sendiri, mereka langsung membuat loket khusus yang terpisah dari usaha lainnya
Baca SelengkapnyaAgen BRILink yang merupakan mitra kerja perluasan layanan Bank BRI ini, dapat melayani transaksi perbankan mulai dari transfer, tarik tunai dan lainnya.
Baca SelengkapnyaSejak SD, Mentari sudah terdaftar jadi nasabah BRI untuk keperluan pencairan beasiswa KIP
Baca SelengkapnyaHarmanto telah menjadi Agen BRILink sejak tahun 2013. Kini ia telah memiliki enam gerai Agen BRILink di daerah Sleman
Baca SelengkapnyaEla mengungkapkan, BRI meyakinkan bahwa BRILink memberikan kesempatan untuk mendapat penghasilan tambahan.
Baca SelengkapnyaJadi Agen BRILink sangat membantu dan memudahkan masyarakat dalam bertransaksi.
Baca Selengkapnya