Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Wangari Muta Maathai

Profil Wangari Muta Maathai | Merdeka.com

Wangari Maathai adalah seorang feminis, aktivis lingkungan hidup dan politik. Ia lahir di Desa Ihithe, Divisi Tetu, Distrik Nyeri, Kenya dalam keluarga etnis Kikuyu. Wangari merupaakan wanita Afrika pertama yang dianugerahi Nobel Perdamaian berkat kontribusinya dalam demokrasi, perdamaian, dan pembangunan berkelanjutan. Kepeduliannya dalam bidang lingkungan membuat Wangari ditunjuk sebagai Asisten Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Kenya pada masa pemerintahan Presiden Mwai Kibaki setelah pada Desember 2002 ia menjadi anggota Parlemen dengan memenangkan 98% suara.

Wangari menempuh pendidikan dalam bidang yang tidak jauh dari lingkungan hidup. Pada tahun 1964, Wangari mendapatkan gelar Sarjana Biologi dari Benedictine College. Tanpa menunggu lama, ia melanjutkan pendidikannya hingga mencapai gelar Master of Science pada tahun 1966 di Pittsburgh University. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Pittsburgh, ia kembali ke Nairobi dan disana ia kembali melanjutkan pendidikan dan lulus dengan gelar Ph.D. Kedokteran Hewan dari Universitas Nairobi tahun 1971. Wangari merupakan wanita pertama di Afrika Timur yang mendapatkan gelar Doktor dalam bidang tersebut. Gelar Ph.D. merupakan tiket masuk bagi Wangari untuk menjadi seorang pengajar Anatomi Hewan di universitas yang sama. Tahun 1976, ia menjadi dekan Departemen Anatomi Hewan Universitas Nairobi.

Pada tahun 1977, ia mendirikan sebuah organisasi akar rumput non-pemerintah yang bernama Gerakan Sabuk Hijau. Organisasi ini bertujuan untuk menjamin sumber penyokong kayu bakar dan mencegah erosi tanah. Kampanye organisasi tersebut menggerakkan wanita miskin dan menanam 30 juta pohon hingga saat ini. Selama bertahun-tahun, penebangan liar telah memberikan imbas yang signifikan pada jumlah air segar dan kayu bakar serta penurunan mutu tanah. Wangari mampu memotivasi ibu-ibu dari anak-anak kekurangan gizi untuk melestarikan lingkungan demi mereka dan anak-cucu mereka dengan mengumpulkan bibit tanaman, menggali sumur, dan menjaga semaian dari hewan dan manusia. Berkat semua yang ia lakukan, Wangari diberi gelar "Mama Miti" yang dalam bahasa Swahili berarti "Ibu dari Pepohonan".

Sejak 1976 sampai 1987, Wangari aktif dalam Dewan Nasional Kenya untuk Wanita yang disebut Maendeleo Ya Wanawake. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan untuk periode 1981–1987. Pada saat yang sama, muncullah "Gerakan Sabuk Biru" yang kemudian berkampanye pada isu-isu pendidikan dan gizi. Gebrakan lain yang dilakukan Wangari pada saat itu adaalah dengan menjadi anggota Dewan Penasihat Perlucutan Senjata PBB.

Pada rezim  Daniel Arap Moi, Wangari sempat keluar masuk tahanan beberapa kali dan mengalami penyerangan yang disebabkan tuntutannya untuk pemilihan umum multipartai, pemberantasan korupsi, dan mengakhiri politik kesukuan. Wangari pun berjuang demi penyelamatan Taman Uhuru di Nairobi pada tahun 1989 dari konstruksi kompleks bisnis Kenya Times Media Trust oleh rekanan Moi. Pada 1997, ia berkampanye untuk menduduki jabatan Presiden Kenya namun akhirnya kalah setelah partai tempatnya bernanung menarik pencalonannya

Wangari Maathai memiliki tiga orang anak dari hasil pernikahan dengan mantan suaminya yang bernama Mwangi Mathai. Ia diceraikan oleh Mwangi Mathai pada tahun 1980 setelah menyebut dirinya sebagai wanita yang terlalu terdidik, kuat, berhasil, dan sulit diatur. Wangari sempat dijebloskan ke penjara karena menentang hakim. Ia dilarang memakai nama suaminya lagi. Sebagai wujud penolakan, Wangari menambahkan satu huruf "a" di nama belakangnya, sehingga "Mathai" berubah menjadi "Maathai". Wangari Maathai tutup usia pada September 2011 dalam usia 71 tahun karena menderita kanker.