Tutup Buku, Emiten Pasar Modal Diingatkan Tidak Manipulasi Laporan Keuangan
Merdeka.com - Perusahaan emiten di Bursa Efek Indonesia diminta agar menyampaikan laporan kinerja tahunan secara benar, jika tidak ingin berurusan dengan hukum. Sebab, praktik mempercantik laporan keuangan di penghujung tahun atau biasa disebut window dressing kerap merugikan investor.
Pakar Hukum Bisnis Universitas Airlangga, Budi Kagramanto mencontohkan terkait kasus laporan keuangan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) tahun 2017 lalu. Laporan tersebut dimainkan dan saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurutnya, manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen lama AISA, merupakan tindak pidana yang merugikan banyak pihak. Pertama adalah investor yang berinvestasi di saham AISA. Kedua perusahaan itu sendiri. Ketiga citra industri pasar modal menjadi tercoreng.
"Kalau setiap perusahaan melakukan hal seperti itu bisa kacau. Sudah tepat Jaksa Penuntut Umum menggunakan UU (Undang-Undang) Pasar Modal kepada terdakwa, ada ketentuan pidana di situ. Pertanggung jawabannya bisa sampai kekayaan pribadi," kata Budi, di Jalarta, Selasa (5/1).
Seperti diketahui, manajemen lama AISA, yakni Joko Mogoginta mantan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan Budhi Istanto Suwito mantan Direktur AISA, tengah didakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran diduga menggelembungkan (overstatement) piutang anak usaha ke AISA dalam laporan keuangan 2017. Imbasnya, laporan keuangan konsolidasi AISA tampak menarik.
Cantiknya laporan keuangan tersebut membuat investor di pasar modal membeli saham AISA. Harga saham AISA pun sempat melesat hingga Rp2.360 per saham pada 2017. Namun kinerja tersebut hanya di atas kertas, sebab fundamental AISA saat itu bertolak belakang dengan laporan keuangan.
Kejanggalan mulai terendus ketika AISA gagal bayar kewajiban bunga Obligasi dan Sukuk. Pada waktu itu, Direktur Utama Tiga Pilar Sejahtera Food Joko Mogoginta dalam keterbukaan Informasi ke Bursa Efek Indonesia, menyampaikan "Bersama ini kami sampaikan bahwa posisi kas dan setara kas perusahaan per tanggal 26 Juni 2018 belum memadai untuk membayar bunga obligasi dan sukuk yang akan jatuh tempo 19 Juli 2018."
Padahal, dalam Laporan Keuangan 2017 tercantum adanya dana cash per 31 Desember 2017 sebesar Rp181,6 miliar. Namun, hanya selang beberapa bulan, dalam keterbukaan informasi perusahaan, per 26 Juni 2018, posisi kas perusahaan hanya sebesar Rp48 miliar. Harga saham AISA pun lantas sempat amblas hingga ke kisaran level Rp168. Bursa Efek Indonesia pun menghentikan perdagangan saham AISA.
Tidak cukup sampai disitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lantas menyelidiki dan hasilnya diketahui, ada pelanggaran dalam laporan keuangan AISA. Ada aliran dana kepada perusahaan-perusahaan terafiliasi alias yang dimiliki pribadi oleh direksi AISA pada waktu itu.
Saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan, para pemegang saham pun meradang. Laporan Tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban Direksi ditolak. Joko Mogoginta dan Budhi Istanto lantas diberhentikan oleh para pemegang saham. Tidak berhenti sampai di situ, pemegang saham yang merupakan investor retail menuntut keadilan pada hukum atas tindakan dua kakak beradik ini sampai perkara berujung ke pengadilan.
"Memberikan utang kepada perusahaan yang dimiliki sendiri itu bentuk penyalahgunaan dan itu pelanggaran berat. Bisa juga disebut penggelapan untuk kepentingan perusahaan lain dan masuk ke pidana. Jadi selain UU Pasar Modal, bisa juga UU Perseroan Terbatas (PT)," terang Budi Kagramanto.
Rekayasa Laporan Keuangan
Hal senada diungkapkan pengamat pasar modal, Profesor Adler Haymans Manurung. Menurutnya, rekayasa laporan keuangan dalam akuntansi disebut Smoothing the Income. Bila ada emiten yang merekayasa, kata dia, kemungkinan besar emiten tersebut merasa bisa melakukannya dan merasa dapat lolos dari pengawasan.
Oleh karena itu, agar kejadian serupa tidak terulang, OJK perlu membuat divisi khusus yang mengawasi hal-hal seperti ini. "Melihat kecurangan emiten, merupakan salah satu bagian dari perlindungan investor," katanya.
Dalam kasus AISA yang dilakukan oleh mantan direksi, merupakan tindak pidana yang dapat dijerat dengan UU Pasar modal. Namun hukuman berupa penjara dan denda Rp15 miliar dalam UU Pasar Modal menurutnya masih dirasa kurang.
"Pelakunya juga harus di blacklist, tidak bisa jadi direksi perusahaan terbuka termasuk anak perusahaannya," tegas Adler.
Pelaku pasar berharap OJK sebagai ujung pertahanan ketidakberesan yang dilakukan emiten, dapat melakukan tindakan tegas kepada pihak-pihak yang merugikan investor dan merusak citra pasar modal. "Jadi tidak hanya menunggu laporan dari investor yang dirugikan, harus bisa jemput bola," pungkas Adler.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengumpulkan penghasilan merupakan langkah penting untuk memastikan stabilitas keuangan jangka panjang.
Baca SelengkapnyaMimin memberanikan diri menambah pengajuan modal lewat KUR BRI menjadi Rp500 juta dengan plafon 4 tahun.
Baca SelengkapnyaSelagi ada sumber daya dan tekad yang kuat untuk mencapainya, kebebasan finansial sangat mungkin untuk diraih lebih cepat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perjalanan hidup Kautsar tidak berjalan mulus. Sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dia menyaksikan perjuangan orangtua-nya.
Baca SelengkapnyaPentingnya menerapkan ilmu akuntansi dalam pengelolaan bisnis, seperti masalah pembukuan keuangan, pencatatan stok barang misalnya.
Baca SelengkapnyaBerbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
Baca SelengkapnyaAnda bisa menginvestasikan dana yang dimiliki dalam bentuk saham, obligasi dan pasar uang.
Baca SelengkapnyaPemilu 2024 akan diselenggarakan secara serentak pada Rabu, 14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaSaat ini banyak modus penipuan yang dilakukan di bidang keuangan dengan memanfaatkan media sosial.
Baca Selengkapnya