PLTU Harus Berhenti Beroperasi pada 2030 untuk Kurangi Emisi Karbon
Merdeka.com - Indonesia bersama negara lain tengah berusaha menurunkan emisi gas rumah kaca secara besar-besaran. Untuk mencapainya, maka kenaikan temperatur global harus dijaga di bawah dua derajat celcius. Salah satu caranya dengan mengurangi penggunaan energi fosil.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, tantangan Indonesia bersama negara-negara lain cukup besar. Pasalnya, 75 persen dari emisi rumah kaca disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil baik untuk pembangkit listrik, proses industri, transportasi, dan lainnya.
"Oleh karena itu, untuk mencapai target persetujuan Paris dan komitmen kita, maka kita harus menurunkan bahan bakar fosil yang kita pakai," kata Fabby dalam webinar pada Selasa (2/3/2021).
Seperti diketahui, Indonesia ikut menandatangani Persetujuan Paris 2015. Perjanjian tersebut menargetkan menjaga kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat celcius. Menindaklanjuti hal itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional pun ditetapkan.
Berdasarkan laporan International Energy Agency atau Badan Energi Internasional (IEA), bahwa untuk mencapai net zero emissions pada 2050, maka seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tidak lagi boleh beroperasi pada 2030.
"Kita punya waktu yang sangat pendek sebenarnya untuk melakukan transformasi sistem energi kita. Intinya, transisi ini memerlukan rencana persiapan karena ada dampak dan konsekuensi mengubah sistem energi, untuk bisa mencapai net zero emissions itu memang harus dirancang dengan baik," jelasnya.
Energi Fosil Tak Boleh Lagi Digunakan
Selain itu, mengutip sebuah studi, Fabby mengatakan bahwa jika ingin membatasi temperatur global di bawah dua derajat celcius, maka dua per tiga sumber daya energi fosil yang ada saat ini tidak boleh lagi digunakan.
"Jadi artinya, kita harus bahkan hidup tanpa bahan bakar fosil adalah keharusan jika ingin selamatkan bumi untuk generasi masa depan," sambungnya.
Adapun net zero emissions mengacu pada pencapaian keseimbangan keseluruhan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer. Indonesia sendiri berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen pada 2030, dan 41 persen dengan bantuan internasional.
Reporter: Andina Librianty
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Percepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaIndonesia akan resmi memiliki pembangkit integrated terbesar di Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaPerdagangan karbon PLN Indonesia Power telah mencapai 2.428.203 ton CO2 dan akan meningkat dua kali lipat pada tahun-tahun selanjutnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kementerian BUMN melakukan perubahan di pimpinan puncak PT Pertamina.
Baca SelengkapnyaFokus pemerintah dalam percepatan transisi energi Indonesia masih mengarah pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca SelengkapnyaPemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca SelengkapnyaGRP menargetkan kapasitas PLTS Atap terpasang sebesar 33 MWp, yang direncanakan selesai pada tahun 2025.
Baca SelengkapnyaProgram DEB juga memberikan dampak ekonomi bagi 5.413 KK Penerima Manfaat.
Baca SelengkapnyaRealisasi pembangunan ini melebihi target yang ditetapkan sebesar 1.035 unit.
Baca Selengkapnya