Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2020 Diprediksi Minus 6 Persen
Merdeka.com - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Gita Wirjawan, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkoreksi hingga mencapai negatif 6 persen di kuartal II 2020. Hal tersebut salah satunya dipicu oleh progres stimulus penanganan Virus Corona yang masih sangat lambat.
"Kami di Kadin berpendapat bahwasanya akan terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi antara negatif 4 persen sampai negatif 6 persen di kuartal II, 2020," ujarnya melalui keterangan resmi, Sabtu (4/7).
Penyerapan diberbagai bidang antara lain kesehatan baru 1,54 persen, perlindungan sosial 28,63 persen, insentif usaha 6,8 persen, UMKM 0,06 persen, korporasi 0 persen dan sektoral pada 3,65 persen. Ini akan membuat tekanan terhadap pemulihan kesehatan, jejaring pengamanan sosial dan perekonomian menjadi lebih berat.
"Lemahnya implementasi stimulus tersebut akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III kembali kontraksi di level pertumbuhan negatif sehingga secara teknikal Indonesia masuk dalam fase resesi ekonomi," jelasnya.
Dari sisi perdagangan, surplus yang tercapai di bulan April dan Mei di 2020 dikarenakan penurunan impor yang lebih tinggi dibandingkan penurunan ekspor. Mengingat peran golongan bahan baku/penolong yang cukup berarti sekitar 70 persen dari total impor sampai akhir Mei tahun ini, diperkirakan produksi dalam negeri untuk kepentingan konsumsi domestik dan ekspor akan terus terdampak untuk beberapa waktu ke depan.
Dari sisi investasi, penurunan realisasi penanaman modal asing diperkirakan lebih menurun di kuartal II 2020, dibandingkan negatif 9,2 persen di kuartal I. Sedangkan momentum kenaikan realisasi investasi dalam negeri belum bisa diharapkan mengingat rendahnya pertumbuhan kredit sekitar 2,68 persen per Mei, 2020.
"Ketidakpastian dari Covid-19 bukan hanya telah mempengaruhi arus perdagangan dan investasi, namun juga terhadap penurunan daya beli ataupun konsumsi dalam negeri di kuartal II, 2020," tandasnya.
New Normal Bakal Ubah Globalisasi
Ketidakpastian di mancanegara terkait Covid-19 belum bisa dipastikan akan berlangsung berapa lama. Namun Kadin berpendapat bahwasanya akan terjadi beberapa perubahan ekonomi secara global.
Pertama, pelambatan pertumbuhan ekonomi dikarenakan penurunan daya beli atau aggregate demand. Kedua, penurunan produktivitas dikarenakan disrupsi terhadap rantai pasok atau supply chain. Ketiga, peningkatan utang (di level negara, korporasi, maupun individu yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan likuiditas untuk pemulihan ekonomi).
Keempat, model bisnis yang lebih merangkul paradigma non-komunal ataupun virtual/digital. Kelima, peningkatan divergensi antara pasar uang/modal dan perekonomian riil yang ditopang oleh semakin banyaknya pencetakan uang oleh beberapa negara maju. Keenam, peningkatan proteksionisme atau aspirasi masing masing negara untuk menjadi bagian dari deglobalisasi rantai pasok dan juga untuk meningkatkan daya saingnya.
"Ketujuh, deglobalisasi geopolitik yang diwarnai oleh peningkatan polarisasi antara Tiongkok dan Amerika Serikat bersama negara negara yang ingin berafiliasi dengan ataupun memanfaatkan salah satu dari dua super power tersebut," demikian dikutip keterangan resmi Kadin.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaPersiapan pemilu juga ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2023.
Baca Selengkapnyapenyelenggaraan pesta demokrasi memberi dampak positif terhadap perekonomian nasional.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Salah satunya karena berhasil menahan tingkat inflasi di kisaran 2,6 persen.
Baca SelengkapnyaKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan gara-gara war takjil.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaArtinya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi dan angka inflasi relatif bagus dan rendah.
Baca SelengkapnyaKalau target pertumbuhan ekonomi dipaksakan sampai 7 persen yang terjadi bukan pertumbuhan yang sehat.
Baca SelengkapnyaProyeksi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen itu didorong oleh penyelenggaraan pemilu secara serentak 2024.
Baca Selengkapnya