Ini yang Jadi Perhatian Pengusaha Soal Kenaikan Tarif PPN Menjadi 11 Persen
Merdeka.com - Rapat paripurna ke-7 DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau RUU HPP menjadi undang-undang (UU). Dengan begitu, tarif PPN atau pajak pertambahan nilai juga akan naik bertahap jadi 11 persen per 1 April 2022 mendatang.
Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani mengatakan, kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen bukan sesuatu hal masalah. Sebab menjadi masalah adalah mengenai batasan penghasilan kena pajak yang juga akan diatur ulang.
"Yang menjadi sorotan kami bukan di tarif, justru di batasan penghasilan kena pajak yang juga akan diatur ulang, semoga tidak memberatkan para pelaku usaha," kata Ajib yang juga Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, kepada merdeka.com, Kamis (7/10).
Sementara untuk kenaikan tarifnya sendiri Ajib mengaku tidak keberatan. Karena setidaknya pemerintah mendengarkan suara pengusaha dengan tidak menerapkan tarif di batas tertinggi yakni 15 persen.
"Kenaikan tarif dari 10 persen menjadi 11 persen menurut saya sudah cukup tepat," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebutkan, kenaikan tarif PPN itu relatif masih lebih rendah dari rata-rata dunia yang sebesar 15,4 persen. Dia bahkan mencontohkan beberapa negara berkembang lain, yang pungutan pajaknya masih lebih tinggi daripada di Indonesia.
"Secara global, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen. Dan juga lebih rendah dari Filipina 12 persen, China 13 persen, Arab Saudi 15 persen, Pakistan 17 persen, dan India 18 persen," terangnya.
Lebih lanjut, Yasonna mengatakan, dalam penerbitan UU baru perpajakan ini, pemerintah bersama DPR RI telah mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Menurut dia, UU HPP bahkan bisa jadi kunci dalam program reformasi perpajakan. Terutama dalam menuju sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
Reformasi perpajakan disebutnya merupakan proses berkelanjutan yang tidak terputus, sebagai bagian dari perbaikan sistem perpajakan untuk menyesuaikan dengan dinamika dan sistem perekonomian.
"Pandemi Covid-19 justru memberikan momentum dan sudut pandang baru dalam menata ulang dan membangun fondasi baru perekonomian nasional. Termasuk menata ulang sistem perpajakan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi," tuturnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan mendengarkan berbagai masukan yang ada dari para pengusaha saat kenaikan tarif mulai diterapkan.
Baca SelengkapnyaDalam Pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan yang paling tinggi 15 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menurut Sandiaga, untuk menurunkan harga tiket pesawat, dibutuhkan tambahan 700 pesawat.
Baca SelengkapnyaBPS menjabarkan ada dua faktor penumpang pesawat rendah, padahal maskapai tidak menaikkan harga tiket.
Baca SelengkapnyaMenurut Menhub Budi, ada empat faktor utama yang membuat batas tarif pesawat melonjak.
Baca SelengkapnyaAturan baru mengenai tarif efektif PPh 21 ini berlaku mulai 1 Januari 2024.
Baca SelengkapnyaTurunnya harga tiket transportasi udara membuat sektor ini mengalami deflasi.
Baca SelengkapnyaPemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca Selengkapnya