Impor Satu Juta Ton Beras Dikhawatirkan Timbulkan Salah Urus Seperti 2018
Merdeka.com - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut bahwa jika rencana impor 1 juta ton beras ini benar-benar dilakukan, maka potensi salah urus seperti tahun 2018 akan terjadi lagi.
"Kalau rencana impor ini di eksekusi, potensi salah urus 2018 akan terjadi lagi, pasti akan terjadi lagi. Apa yang disampaikan Budi Waseso (Dirut Bulog) itu kan memang kepentingan korporasi, berbeda dengan kepentingan yang dibawa oleh Menteri Perdagangan dan Menko Perekonomian agak beda," kata Khudori dalam diskusi Narasi Institute: Mengakhiri Kontroversi Impor Beras, Jumat (26/3).
Dia menyebut, ada hal penting yang patut dicatat, bahwa sejak 2018 ketika BPS melaunching hasil pengukuran lewat metode yang baru yakni kerangka sampling area. Pemerintah punya data yang relatif akurat khusus padi, sementara untuk komoditas yang lain masih belum ada.
"Dalam 2 tahun terakhir 2019-2020 penyimpangan hanya 5 persen, jadi ini kecil, mestinya menjadi basis atau dasar ketika pemerintah untuk membuat apapun itu keputusan termasuk keputusan impor," ujarnya.
Disisi lain, dia menyinggung soal Harga Eceran Tertinggi (HET) yang tidak ada penyesuaian sejak 2017. Memang kepentingan HET itu untuk stabilisasi harga. Namun, pertanyaannya, apakah dengan adanya stabilitas harga berarti HET tidak berubah atau tidak bergerak?
Padahal, kata Khudori, Harga Pokok Penjualan atau HPP untuk 2020 itu telah disesuaikan. Namun, jika HPP yang menjadi dasar penetapan HET itu berubah, mestinya secara logika HET-nya juga berubah. Tapi ini tidak berubah.
"Secara teknis sebetulnya impor itu tidak ada bedanya dengan ekspor. Ekspor dan impor itu sesuatu yang netral tidak ada muatan positif ataupun negatif nya. Akan tetapi di Indonesia aktivitas impor itu seringkali menjadi pelik dan rumit, terutama untuk komoditas yang tentang muatan politik seperti beras," ungkapnya.
Beri Masalah Berat untuk Bulog
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Antony Budiawan mengatakan, rencana impor beras 1 juta ton bisa langsung mematikan Bulog. Selain itu, impor beras bisa sebabkan laporan keuangan Bulog merah.
"Kalau kita lihat ini ya langsung mematikan Bulog, dan Bulog langsung menolak. Apalagi sewaktu memutuskan impor itu hanya 2 kementerian saja. Seolah-olah yang lain tidak ada, padahal Bulog sangat berperan sentral dalam impor ini sebagai pelaksana," kata Antony dalam diskusi Narasi Institute: Mengakhiri Kontroversi Impor Beras, Jumat (26/3).
Dia menambahkan, Kementerian Pertanian juga tidak dilibatkan dalam memutuskan kebijakan tersebut. Kata Antony, hanya Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Perdagangan saja yang memutuskan impor 1 juta ton beras.
"Budi Waseso sangat frontal menentang impor karena ini kepentingannya langsung. Ini langsung membuat Bulog ini seolah-olah tidak benar dan juga banyak yang menyalahkan Bulog, kenapa stok tahun 2018 masih ada, karena Bulog tidak bisa menjual rugi kalau Bulog menjual rugi maka akan diperiksa oleh KPK," jelasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Upaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca SelengkapnyaBayu menyebut keputusan untuk mendatangkan impor beras pada 2024 nanti demi memenuhi kebutuhan saat bulan suci Ramadan maupun Lebaran.
Baca SelengkapnyaImpor beras dari Kamboja untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445H.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Turunnya impor non migas karena penurunan mesin peralatan mekanis dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik serta kendaraan dan bagiannya.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaDirektur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memaparkan, proses importasi beras ini masih berasal dari negara-negara langganan Indonesia.
Baca SelengkapnyaBulog optimis penugasan impoer beras akan terpenuhi sepanjang tahun 2024 dan tidak ada penambahan kouta.
Baca SelengkapnyaNamun demikian, Bulog belum mendapatkan dokumen penugasan secara resmi dari pemerintah.
Baca SelengkapnyaSigit menyebut, jika pihaknya telah mengungkap sebanyak 21 perkara atas kasus dugaan impor ilegal.
Baca Selengkapnya