Faktor-faktor Eksternal yang Memicu Harga Kedelai Melonjak
Merdeka.com - Para pengrajin tahu dan tempe di pulau jawa akan melakukan aksi mogok produksi dan jualan selama 3 hari. Aksi ini dilakukan karena dalam sebulan terakhir harga kedelai merangkak naik.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan aksi tersebut seperti yang pernah terjadi pada awal tahun 2021 lalu. Namun dalam kondisi ini pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mengendalikan harga kedelai yang masuk ke Indonesia.
"Ini seperti deJavu, apa yang terjadi dengan kedelai saat ini sama dengan di posisi Januari 2021," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Minggu (20/2).
Apalagi kenaikan harga kedelai juga dipicu inflasi yang terjadi di Amerika Serikat, negara sumber impor kedelai Indonesia. Tak hanya itu, beban biaya logistik selama pandemi jadi bengkak.
Faktor lainnya, pemanfaatan kedelai sebagai pengganti dari minyak sawit di luar negeri. Kenaikan harga sawit nyatanya berdampak pada beralihnya masyarakat di Amerika Serikat, Amerika Latin hingga Eropa mencari alternatif minyak nabati. Pilihan pun jatuh pada kedelai atau dikenal dengan istilah soybean oil.
"Mereka mencari alternatif soybean oil sebagai alternatif minyak nabati lainnya," kata dia.
Selain itu, saat ini permintaan kedelai dari China meningkat signifikan. Di China, kedelai tidak hanya dikonsumsi manusia, melainkan digunakan untuk pakan ternak.
"Jadi ini semuanya karena faktor eksternal yang bermain," katanya.
Tidak Ada Upaya Serius dari Pemerintah Lepas dari Ketergantungan Impor Kedelai
Di sisi lain, Indonesia sangat ketergantungan terhadap impor kedelai karena kebutuhannya yang tinggi. Sementara sampai saat ini belum ada upaya serius pemerintah untuk melakukan substitusi impor kedelai. Tujuannya untuk mendorong produksi kedelai nasional, peningkatan mutu dan kualitas, serta peningkatan dari jumlah produksi setiap tahunnya.
"Ini tidak ada upaya maksimal ke sana, jadi ketergantungan impor," kata dia.
Sehingga apa yang terjadi di negara penghasil kedelai, akan berdampak sangat signifikan terhadap keberlangsungan pengrajin tahu dan tempe di Tanah Air.
(mdk/ags)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku belum bisa menurunkannya karena ada tiga faktor besar yang membuat harga beras mahal.
Baca SelengkapnyaJokowi mengaku tak mudah bagi pemerintah mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya mebcapai 270 juta orang.
Baca SelengkapnyaPada Desember 2023, NTP Provinsi Sulawesi Tengah mengalami kenaikan tertinggi mencapai 2,22 persen dibandingkan NTP provinsi lainnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kenaikan harga beras saat ini telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga beras sekarang telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca SelengkapnyaData pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaKelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar berasal dari makanan minuman dan tembakau.
Baca SelengkapnyaTantangan kedua, yaitu tidak jelasnya kepastian hukum dan kepastian berusaha.
Baca SelengkapnyaKondisi ini menyebabkan daya beli turun dan omzet berkurang.
Baca Selengkapnya