Dorong Reformasi, Sri Mulyani Tak Ingin Ekonomi RI Hanya Bergantung pada Konsumsi
Merdeka.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan jika Indonesia berhasil melakukan reformasi struktural di tengah pandemi Covid-19, maka pertumbuhan ekonomi akan lebih didorong oleh investasi dan ekspor. Hal ini akan lebih sehat bagi pertumbuhan ekonomi dibandingkan apabila hanya bergantung pada konsumsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Oleh karena itu, jika reformasi berhasil dilakukan di mana investasi, ekspor dan daya saing meningkat, serta produktivitas membaik, maka kita akan melihat komposisi agregat demand akan diberikan kontribusi lebih banyak berasal dari investasi dan ekspor," kata Sri Mulyani dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 pada Selasa (4/5).
Dijelaskan Sri Mulyani, Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi Asia 1998 dan krisis keuangan global 2009 dengan melakukan reformasi. Sehingga, ekonomi Indonesia tidak hanya tumbuh tapi juga menjadi lebih baik.
Reformasi pasca krisis ekonomi Asia 1998, adalah menuju tatanan politik yang lebih demokratis dan otonomi daerah, melakukan tata kelola perbankan melalui UU BI dan keuangan negara yaitu UU Keuangan Negara. Reformasi pasca krisis keuangan global 2009 adalah perbaikan tata kelola sektor keuangan, termasuk melalui pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Saat ini, pemerintah pun melakukan reformasi di tengah pandemi Covid-19 dengan penerapan UU Cipta Kerja dan aturan-aturan turunannya.
"Ini bertujuan agar kita menggunakan kesempatan Covid-19 justru memperbaiki fondasi kita. Tentu ini hanya akan berhasil apabila regulasi dan birokrasi melakukan penyesuaian atau perubahan dalam rangka untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas," tutur Sri Mulyani.
Dimotori Lembaga Pengelola Investasi
Reformasi struktural RI, kata Sri Mulyani, dimotori oleh UU Cipta Kerja dan Lembaga Pengelola Investasi harus mampu membuka peluang investasi dan ekspor, serta menciptakan lapangan kerja berkualitas dengan produktivitas tinggi.
Jika berhasil melakukan reformasi struktural berbasis investasi dan ekspor, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan bisa mencapai 5,8 persen. Namun jika dengan Business as Usual (BAU) maka hanya akan mencapai pertumbuhan 5,2 persen.
"Apabila kita bisa mendorong reformasi yang terjemahannya investasi tumbuh lebih tinggi di atas 6,5 atau 6,6 persen, dan ekspor tumbuh mendekati 7 persen dan seterusnya untuk tahun 2023, momentum investasi dan ekspor akan semakin tinggi pertumbuhannya seiring dengan reformasi yang kita lakukan," ungkapnya.
Reporter: Andina Librianty
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Proyeksi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen itu didorong oleh penyelenggaraan pemilu secara serentak 2024.
Baca SelengkapnyaPosisi Sri Mulyani di kancah internasional itu juga turut berdampak positif terhadap reputasi perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mengakui, saat ini, masih terdapat kesenjangan infrastruktur di antara wilayah Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Begini untung rugi Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaRamalan IMF menyebut kondisi ekonomi dunia masih terpuruk.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaMenyikapai Rupiah terus melemah, Kementerian Keuangan terus memperkuat koordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca SelengkapnyaPergerakan inflasi pangan dapat memberi tekanan besar terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Baca SelengkapnyaBank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Baca Selengkapnya