Dirut Bulog Bongkar Penyebab Masih Mahalnya Harga Beras
Harga beras naik disebabkan adanya tekanan dari sisi produksi hingga sebagian dari petani mengalami keterlambatan tanam.
Harga beras naik disebabkan adanya tekanan dari sisi produksi hingga sebagian dari petani mengalami keterlambatan tanam.
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengungkap alasan harga beras mengalami kenaikan yang signifikan.
Dia menyebut hal itu disebabkan adanya tekanan dari sisi produksi hingga sebagian dari petani mengalami keterlambatan tanam.
Bayu menjelaskan, sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Januari hingga Februari terjadi defisit ketersediaan beras dari petani sebesar 2,7 juta beras.
"Bulan Januari BPS memperkirakan Januari-Februari itu defisit 2,7 juta. Nanti baru mulai panen agak besar. Jadi memang sedang terjadi defisit. Makanya harganya naik," ujar Bayu dalam konferensi pers High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat, Jakarta, Senin (29/1).
Untuk mengurangi tekanan harga yang tinggi, pihaknya terus menggenjot bantuan pangan dan pendistribusian beras Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) kepada masyarakat.
"Karena itu bantuan pangan dan SPHP Bulog harus terus dilaksanakan paling tidak masyarakat punya alternatif bisa mengurangi tekanan dari kenaikan harga," jelas Bayu.
Berbeda dengan beras yang mengalami kenaikan, justru harga pupuk mengalami penurunan. Bayu menerangkan penurunan tersebut disebabkan oleh faktor perang Ukraina dan Rusia.
"Harga pupuk turun karena faktor perang Ukraina," jelas Bayu.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku belum bisa menurunkan harga beras karena ada tiga faktor besar yang membuat harga beras mahal.
"Satu produksi kita sedang turun, sedang rendah. Kedua, input-input sedang naik, terutama yang berhubungan dengan pupuk. Ketiga, beberapa negara (pengekspor) merubah kebijakannya. Sehingga pasar dunianya naik," paparnya di kawasan pergudangan Perum Bulog di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (30/12).
Oleh karena itu, Bayu berharap produksi beras dalam negeri pada 2024 mendatang bisa bagus. Sehingga gejolak harga beras perlahan bisa teredam.
Selain itu, Perum Bulog juga bantu menstabilkan harga melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) semisal bansos beras.
Pada 2024, itu akan disalurkan kepada 22,4 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dalam dua tahap selama 6 bulan.
Dua manfaat itu menjadi bukti, meskipun tidak bisa menurunkan dan menekan harga beras secara nasional.
Baca SelengkapnyaSejumlah wilayah sentra produksi kini telah memasuki musim panen raya.
Baca SelengkapnyaTambahan pasokan dari beras SPHP sebesar 300 ton perhari membuat pasokan beras di Karawang sudah mendekati pasokan normal.
Baca SelengkapnyaKebutuhan beras hingga Juni sudah terpenuhi. Untuk enam bulan ke depan menurut Bayu stok sudah aman.
Baca SelengkapnyaPerhitungan asumsi dolar dalam perhitungan biaya Bulog menggunakan asumsi dasar Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Baca SelengkapnyaMeskipun harga beras saat ini mahal dan langka, Pemerintah tidak akan mengubah Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca SelengkapnyaHarga gabah kering giling (GKG) juga mengalami kenaikan sebanyal 1,7 persen mtm dan naik sebesar 29,37 persen secara yoy.
Baca SelengkapnyaUntuk stok cadangan beras pemerintah (CBP), saat ini Bulog sudah menguasai sekitar 1,4 juta ton.
Baca SelengkapnyaGanjar pun membeli beberapa sayuran untuk dibawa pulang. Sontak itu membuat pedagang antusias melayaninya.
Baca Selengkapnya