Dampak Paling Mengkhawatirkan bagi Masyarakat jika Terjadi Resesi
Merdeka.com - Pemerintah mengakui bahwa Indonesia telah mengalami resesi ekonomi. Resesi ekonomi ditandai dengan Pendapatan Domestik Bruto atau PDB yang minus selama dua kuartal berturut-turut.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengklaim Indonesia sebenarnya telah terjadi perlambatan ekonomi sejak awal tahun ini. Oleh karenanya, dia berpendapat Indonesia bisa dikatakan telah resesi saat ini.
"Walaupun secara overall 2020 kita lihat ada di teritori negatif. Jadi memang kita kontraksi, alias resesi," ujar Febrio.
Resesi tidak hanya berdampak pada perekonomian negara, tetapi juga langsung menyerang kehidupan masyarakat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyatakan bahwa di sisa tahun 2020 ini, sulit untuk mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
"Pada kuartal 3 dan 4, memang rasanya cukup berat. Karena di kuartal 3 ini, konsumsi kita lihat belum menunjukkan pemulihan yang kita harapkan," ujar Sri Mulyani dalam APBN Kita.
Berikut rangkuman dapak langsung pada masyarakat jika resesi terjadi di Indonesia.
1. Pendapatan Masyarakat Menurun
Melihat dari pernyataan Sri Mulyani Agustus lalu bahwa belum adanya tanda-tanda pola konsumsi masyarakat yang membaik, hal ini dikarenakan pendapatan masyarakat menurun selama pandemi.
"Dampak paling besar resesi adalah merosotnya daya beli, karena pendapatan masyarakat hilang atau bahkan terpangkas, sehingga mereka tidak bisa membeli barang secara normal, karena harus menyesuaikan dengan pendapatan," jelas Ekonom Institute Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto.
Penurunan daya beli ini akan berdampak secara khusus pada pelaku bisnis. Dikutip dari pernyataan pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi di Kompas.com bahwa "Jika resesi terjadi, ini berarti bahwa kalau kita berjualan, yang beli juga sedikit, karena daya beli masyarakat kan juga menurun." Otomatis, pendapatan keuntungan pebisnis pun juga menurun.
2. Meningkatnya Angka Pengangguran
Pandemi Covid-19 membuat ekonomi Indonesia terancam masuk resesi. Di masa resesi ada sejumlah dampak yang ditimbulkan. Lapangan pekerjaan akan semakin sempit dan angka pengangguran makin meningkat.
"Kondisi ini berimplikasi pada angka kemiskinan yang bertambah," kata Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad.
Ancaman (PHK) tak hanya membayangi para pekerja di Indonesia. Sejatinya, kondisi serupa terjadi di negara lain. Hal ini dipicu melesunya kegiatan ekonomi akibat pandemi Virus Corona (Covid-19) yang terjadi sejak awal 2020.
Badai resesi terbayang di depan mata, meski pandemi COVID-19 tak diketahui kapan akan berlalu. Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan, 81 persen dari tenaga kerja global yang berjumlah 3,3 miliar, atau 2,67 miliar saat ini terkena dampak penutupan tempat kerja.
"Para pekerja dan dunia usaha sedang menghadapi bencana, baik di perekonomian maju dan berkembang," ujar Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder, dalam keterangan resminya.
Bahkan menurut ILO, wabah virus corona merupakan krisis global terburuk sejak Perang Dunia II. "Ini merupakan ujian terbesar dalam kerja sama internasional selama lebih dari 75 tahun," kata Ryder.
3. Kenaikan Harga Barang
Dikutip dari Kompas.com, Fahmy Radhi menyatakan merosotnya daya beli masyarakat berpengaruh kepada pasokan barang yang juga menurun dengan tingkat permintaan yang tetap. Sehingga, sejumlah barang yang supplynya sedikit dengan permintaan yang tetap ini mengalami peningkatan harga.
"Kondisi ini mengakibatkan harga yang naik serta dapat mengundang inflasi," katanya.
Menurut Fahmy, inflasi yang tidak terkendali akan membuat daya beli masyarakat, khususnya yang berpenghasilan tetap, akan menurun. "Ujung-ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpuruk," ujar Fahmy.
4. Kencangkan Ikat Pinggang
Terjadinya resesi ekonomi tidak hanya berdampak buruk bagi golongan masyarakat tertentu, tetapi juga masyarakat yang berkecukupan. Pendapatan yang biasanya dapat tersalurkan untuk kebutuhan dari primer hingga tersier, harus dihemat agar cadangan uang dapat tetap tersimpan.
Terlebih, bagi masyarakat yang terdampak PHK dan dirumahkan. Pendapatan yang berkurang tentu berimbas pada penyesuaian pada pengeluaran yang biasa mereka lakukan sehari-harinya agar tetap dapat bertahan.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, mengatakan kehidupan sosial keluarga juga akan terganggu. Mulai dari gaya hidup dan pendidikan karena tidak sedikit orang yang kehilangan pendapatan dan pekerjaan.
Di sisi lain, pinjaman dan utang akan semakin meningkat. "Pinjaman dan utang akan semakin meningkat karena keluarga akan mencari sumber pinjaman baru," kata dia.
Reporter Magang: Theniarti Ailin
(mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaProyeksi Prabowo ini berkaca pada kian meningkatnya daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaKeduanya membahas tentang situasi dan kondisi dunia saat ini, termasuk kepada masalah ekonomi dan keamanan negara.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca SelengkapnyaProyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaSyaratnya adalah ada orang lain yang bukan bagian keluarga Kepala Negara tadi juga mendapatkan porsi dan hak yang sama.
Baca SelengkapnyaUntuk mencapai Indonesia emas tahun 2045, mulai tahun 2025 dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di angka 6 persen hingga 7 persen.
Baca SelengkapnyaSaat pertama kali berkenalan, keduanya sama-sama memiliki latar belakang ekonomi yang sulit.
Baca Selengkapnya