BPS: Volume perdagangan Indonesia-Qatar relatif kecil
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) belum melihat dampak dari perselisihan negara-negara Arab dengan Qatar terhadap perekonomian Indonesia. Seperti diketahui, negara Teluk memutuskan hubungan dengan Qatar, lantaran negara tersebut dituding mendukung aksi terorisme dan ikut campur urusan negara lain.
"BPS belum melihat pengaruh yang bakal signifikan. Kalau kondisinya baru sebatas pemboikotan terhadap Qatar oleh beberapa negara Teluk," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M. Sairi Hasbullah, di Kantornya, Jakarta, Kamis (15/6).
Sairi mengatakan, volume perdagangan Indonesia-Qatar relatif kecil tidak sebesar hubungan perdagangan Qatar dengan negara-negara Teluk sehingga tidak akan berpengaruh terhadap impor Indonesia. Hal yang sama juga dinilai tidak akan berpengaruh terhadap negara Asia Tenggara lainnya.
"Volume perdagangan Indonesia-Qatar relatif kecil dibanding total perdagangan dengan negara-negara Teluk. Kedua, kalau bicara impor Qatar dari Asia Tenggara apakah akan terganggu? Tidak," ujarnya.
Sairi menambahkan Qatar akan dapat bertahan dengan kondisi pemboikotan yang dialami saat ini. Sebab, negara tersebut memiliki fondasi perekonomian yang cukup kuat.
"Menurut kami dengan stok yang ada di Qatar, perekonomiannya cukup kuat. Kalau sekadar diboikot akan terjadi syok sesaat, namun sebetulnya ekonomi Qatar cukup kuat," jelasnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut relatif lebih baik dibandingkan sejumlah negara mitra dagang seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Baca SelengkapnyaImpor non migas mencapai USD16,10 miliar ini juga mengalami kenaikan sebesar 4,08 persen.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat nilai impor beras pada Januari 2024 mencapai Rp4,36 triliun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memaparkan, proses importasi beras ini masih berasal dari negara-negara langganan Indonesia.
Baca SelengkapnyaSecara tahunan nilai ekspor pada Desember 2023 mengalami penurunan cukup dalam yakni sebesar 5,76 persen.
Baca SelengkapnyaAdapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaJawabannya masih sama yaitu masih fokus mengurus perindustrian.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaPAN menilai Indonesia penting memiliki Presiden seperti Prabowo Subianto yang mengerti dan memahami tentang geopolitik, pertahanan dan keamanan.
Baca Selengkapnya