2019, Penggunaan Pelumas Wajib SNI Ditargetkan Capai 60 Persen
Merdeka.com - Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier mengatakan, penggunaan (utilisasi) pelumas SNI wajib ini baru menyentuh 42 persen sepanjang 2018. Sehingga, utilisasi pelumas SNI ditargetkan mencapai 60 persen pada tahun ini.
Oleh karena itu, penggunaan pelumas wajib SNI perlu didorong guna meningkatkan daya saing pelumas RI di kancah global. "Impor memang diperbolehkan jika memang dibutuhkan. Namun pemerintah harus memperkuat industri pelumas agar jadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Taufiek di Jakarta, Rabu (27/3).
Dia melanjutkan, pelumas wajib SNI merupakan kebutuhan negara. Lantaran, hal ini mencegah masyarakat menjadi korban pelumas palsu atau pelumas dengan mutu rendah.
"Itu dari sisi pemerintah kan potential lost dalam pemberian pajak dan penerimaan negara. Padahal kerugian itu kan bisa dipakai bangun infrastruktur di desa-desa dan sumbang portfolio pemerintah dalam pembangunan," ungkapnya.
Dia pun menuturkan, pemerintah selaku regulator akan mengevaluasi peraturan pelumas wajib SNI ini selama satu tahun penuh berjalan.
"Kami akan evaluasi setela 1 tahun berjalan. Kita harapkan dengan SNI ini maka ekspor pelumas juga meningkat karena sni ini menandakan berkualitas secara internasional yang berarti pasar Indonesia sudah bisa bersaing di skala internasional," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) Andria Nusa berharap, aturan pelumas wajib SNI tidak hanya berlaku pada sektor otomotif nasional saja melainkan juga ke industri.
"Aspelindo sangat menyambut pelumas SNI wajib karena ini memberikan perlindungan konsumen karena tidak dirugikan dengan pelumas bermutu rendah. Itu nanti performance mesin akan menurun dan umur mesinya bakal berkurang dari misalnya 20 tahun menjadi 10 tahun jika masyarakat jadi korban oli palsu," ujarnya.
Dia juga meyakini, realisasi pelumas SNI wajib kedepan bakal lebih ketat dibandingkan dengan Nomer Pelumas Terdaftar (NPT). Lantaran memberikan banyak alternatif dalam memilih pelumas dalam negeri.
"Kami percaya pada SNI karena lebih ketat daripada Nomer Pelumas Terdaftar (NPT). Alasanya pertama dari segi teknis. Pilihan dari kami juga semakin banyak. Karenanya, Kami harap SNI bisa konsisten bukan hanya di sektor otomotif saja tapi semua sektor otomotif dan industri," kata dia.
"Jadi jangan sampai ada barang dan jasa yang masuk ke negara dengan mutu kualitas rendah. Ini akan berbahaya kalo kualitasnya rendah. Di setiap negara-negara kan juga ada standar nasionalnya masing-masing. Kalo di Indonesia ada SNI," tandas Andria.
Reporter: Bawono Yadika Tulus
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Khusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaPHE hingga Juni 2023 mencatatkan produksi minyak sebesar 570 ribu barel per hari (MBOPD) dan produksi gas 2757 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Baca SelengkapnyaUntuk menerbitkan regulasi ini setidaknya membutuhkan waktu satu bulan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah kini berupaya mengejar capaian target angka kemiskinan yang dipatok turun sekitar 6,5 hingga 7,5 persen dari total sekitar 26 juta jiwa di tahun ini.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus serius menggarap industri hilirisasi ini dengan membangun roadmap
Baca SelengkapnyaAngka kemiskinan nasional berdasar data BPS masih 9,36 persen, jauh di atas target pada RPJMN 2020-2024 sebesar 6,5 – 7,5 persen.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mengakui bahwa produksi emisi karbon per kapita di Indonesia mengalami tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaPemindahan ASN ke IKN Diundur, Ini Alasan MenPANRB
Baca Selengkapnya