Pita 2,3 GHz tak layak untuk LTE
Merdeka.com - Walaupun sudah ada 'lampu hijau' dari pemerintah menyoal masalah penggunaan frekuensi 2,3 GHz untuk LTE, namun ICT katakan bahwa pita tersebut tidak layak untuk teknologi itu.
Direktur ICT Institute Heru Sutadi mengatakan penggunaan pita frekuensi 2,3 GHz kurang layak dialokasikan untuk frekuensi Long Term Evolution (LTE) karena hanya beberapa negara saja yang mengimplementasikannya.
Heru juga mengatakan bahwa sampai saat ini hanya ada beberapa negara saja yang sudah meluncurkan LTE secara komersial dan menggunakan TD LTE di frekuensi ini, yaitu Australia dan India.
"Sementara yang menggunakan TDD dan FDD untuk 2,3 GHz, negara lain yang menggunakan adalah Hong Kong, Oman, Arab Saudi dan Sri Langka. Sehingga, bisa dikatakan 2,3 GHz TD LTE tidak begitu favorit," ungkap Heru yang juga mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tersebut, Minggu (05/05).
Berdasarkan penelusuran ICT Institute, menurut laporan GSA di mana sudah ada 163 jaringan komersial operator di 67 negara, sebagian besar menggunakan frekuensi 1.800 MHz, di mana 74 operator di 43 negara sudah mengkomersialkan jaringannya dengan 14,27 juta pengguna. Posisi kedua adalah frekuensi 2,6 GHz dengan 50 operator.
Heru menuturkan penggunaan frekuensi yang massal untuk sebuah teknologi seperti LTE akan menurunkan harga perangkatnya.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana membolehkan operator WiMax di pita 2,3 GHz untuk menggelar LTE akhir tahun ini.
Bahkan, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, M. Budi Setiawan mengatakan bahwa tiap operator yang sudah berada di pita 2,3 GHz dapat lebih dahulu mengadopsi LTE dengan teknologi TD LTE.
Kebijakan tersebut disambut baik oleh operator WiMax dan diyakini hal tersebut bisa memicu adanya kepastian investasi.
"Selama ini kami hanya terima nasib, bayar BHP frekuensi setiap bulan tapi tak menghasilkan. Ini akan memberi kepastian investasi bagi para pemegang izin 2.3Ghz," ujar Sammy Pangerapan, Pemilik PT Jasnita Telekomindo, operator WiMax. Sammy memaparkan masalah WiMax harus dijadikan pelajaran yang pahit yang tidak boleh terulang.
(mdk/das)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
BAKTI Kementerian Kominfo menerima usulan sekitar 80.000 titik penyediaan akses internet dari KPU.
Baca SelengkapnyaMemiliki kapasitas 32 Gbps dengan frekuensi C-band dan Ku-band, satelit Telkom akan menempati slot orbit 113 BT.
Baca SelengkapnyaSatelit Merah Putih 2 ini akan menjadi tolak ukur perkembangan digitalisasi Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Timnas AMIN, Leon menjelaskan akan membagikan kuota 30 gb dengan rata-rata kecepatan 100mbps.
Baca SelengkapnyaFokus utama layanan IOTF di IKN adalah pada instalasi dan perbaikan.
Baca SelengkapnyaLarangan penggunaan handphone merupakan upaya untuk meminimalisasi potensi kecurangan.
Baca SelengkapnyaIni keunggulan dari satelit Merah Putih 2 dengan memakai teknologi terbaru.
Baca SelengkapnyaPemudik yang tidak memiliki tiket, dilarang memasuki area pelabuhan. Polisi menentukan radius untuk pembelian tiket.
Baca SelengkapnyaHal yang menjadi sorotan utama OIKN adalah durasi perizinan pertambangan yang tidak bisa dihentikan begitu saja.
Baca Selengkapnya