Ini alasan keberatan Telkomsel pada merger XL-AXIS
Merdeka.com - Kepastian akuisisi XL atas AXIS benar-benar disyukuri oleh Presdir XL Hasnul Suhaimi. Hasnul menuturkan bahwa selama dua tahun, rencana merger dan akuisisi itu dipenuhi dengan up and down atau antara jadi dan tidak jadi.
Sikap pesimistis selalu membayangi manajemen dan pemilik saham, bahwa akuisisi dan merger itu tak mungkin dilakukan. Namun, Hasul mengaku pantang menyerah, dan terus mencurahkan segala daya dan upaya, tenaga dan fikiran agar akuisisi dan merger tersebut bisa terwujud.
Keberhasilan XL menggaet AXIS tentunya membuat Telkomsel, pemegang pangsa pasar saat ini, seperti kebakaran jenggot. Wajar, karena selama ini, Telkomsel masuk dalam zona nyaman, dan minim persaingan, apalagi saat ini, jumlah frekuensinya dengan XL sama persis.
Telkomsel merasa, sebagai bagian dari BUMN, tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah, seperti yang dialami BUMN di negara-negara lainnya, termasuk Eropa. Anak usaha Telkom itu juga merasa telah membangun infrastruktur telekomunikasi hingga ke perbatasan, meskipun nilai ekonominya hampir tidak ada, sehingga seharusnya mendapatkan frekuensi lebih besar.
“Itu artinya, 45 MHz frekuensi yang dimiliki Telkomsel lebih banyak dipakai untuk layanan suara ketimbang data, karena untuk memenuhi kebutuhan komunikasi di daerah terpencil,” ujar praktisi hukum telekomunikasi Sulaiman Sembiring kepada merdeka.com, belum lama ini.
Menurut Sulaiman, layanan suara dan SMS meski dipakai oleh sekitar 80 persen pengguna Telkomsel, namun kontribusi ke pendapatannya hanya sekitar 40 persen, sedangkan pengguna data yang hanya mencakup 20 persen pengguna memberikan kontribusi pendapatan hingga 60 persen.
“Komitmen pembangunan di wilayah terpencil dengan tanpa memperhatikan nilai ekonomi benar-benar kurang diperhatikan pemerintah,” katanya.
Sedangkan XL, dengan jumlah frekuensi yang sama, sejak awal sudah menyatakan akan menggenjot layanan data. Wajar saja, karena Average Revenue per User (ARPU) layanan data memang sangat besar, bisa mencapai Rp 100 ribu – Rp 200 ribu. Bandingkan dengan ARPU layanan suara yang hanya sekitar Rp 25 ribu.
Seorang anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bahkan meragukan komitmen XL untuk membangun daerah terpencil dan perbatasan karena begitu mudahnya memindahkan infrastruktur BTS setelah nilai ekonominya tak tercapai.
Hasnul sendiri mengaku tidak mungkin melewati Telkomsel baik dari sisi pendapatan maupun jumlah pengguna. “Saya fokusnya memberikan layanan kepada pelanggan sebaik-baiknya. Untuk mengejar Telkomsel terlalu jauh, mungkin semua operator bersatu baru bisa mengimbangi Telkomsel,” katanya.
(mdk/nvl)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diperkirakan pelanggan akan banyak berkirim konten video atau foto, serta akses streaming baik video, musik, serta gim.
Baca SelengkapnyaBCOMSS 2024 merupakan ajang kompetisi tahunan antar BUMN di bidang komunikasi korporatdan program keberlanjutan.
Baca SelengkapnyaPaDi UMKM hadirkan sistem pembayaran yang efisien untuk transaksi yang lebih mudah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Budi menjelaskan, hal ini terjadi sebelum nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah menjadi BAKTI.
Baca SelengkapnyaPersaingan internet lewat satelit nampaknya semakin memanas.
Baca SelengkapnyaKomitmen Telkom Percepat Program Peduli Lingkungan
Baca SelengkapnyaUpaya terkait kenaikan trafik internet disebut pihak XL sudah diantisipasi.
Baca SelengkapnyaApa arti pemilu? Berikut penjelasannya secara rinci.
Baca SelengkapnyaRamadan dan Idul Fitri selalu menjadi momen operator seluler meningkatkan layanannya.
Baca Selengkapnya