Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Greenwashing: Sebuah Pembohongan Publik yang Kita Konsumsi

Greenwashing: Sebuah Pembohongan Publik yang Kita Konsumsi ilustrasi go green. ©pexels-Anna Shvets

Merdeka.com - Dewasa ini, masyarakat perlahan semakin sadar dengan dampak lingkungan dari kegiatan konsumsinya. Etis dan berkelanjutan, telah menjadi perhatian dan pertimbangan dalam mengonsumsi.

Menyadari hal ini, berbagai perusahaan pun akan berupaya memenuhi keinginan baru konsumen akan produk yang ‘hijau’. Hal ini dapat mendorong perusahaan untuk mengubah produknya menjadi lebih ramah lingkungan sehingga minim limbah dan emisi karbon.

Namun kenyataannya, lebih banyak perusahaan yang hanya menggunakan embel-embel ‘go-green’ tanpa benar-benar berkomitmen nyata pada praktiknya. Hal ini dikenal sebagai greenwashing dan merupakan bentuk pembohongan publik di siang bolong.

Lantas, apa sebenarnya greenwashing itu dan bagaimana cara kita sebagai konsumen, dapat menghindari tipu muslihat ini?

Apa itu Greenwashing?

Greenwashing adalah istilah yang dikenalkan pada tahun 1986 oleh aktivis lingkungan Jay Westerveld dalam kritik terhadap gerakan “Save the Towels” oleh hotel-hotel yang hanya berupaya menghemat biaya mencuci.

Pada dasarnya, istilah ini mengacu pada tipuan pemasaran oleh perusahaan yang mengklaim bahwa produk dan layanan mereka bersifat berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Padahal kenyataannya, hal ini tidak benar dan manfaat lingkungan yang dihadirkan tidak sebesar seperti yang diklaim.

Kenapa Perusahaan Melakukannya?

Greenwashing ini dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak. Bagaimana bisa?

Pertama-tama, perusahaan melakukan tindakan ini sebagai reaksi dari perubahan perilaku konsumen yang kini lebih memilih produk yang berkomitmen dan bertindak nyata terhadap kelestarian lingkungan.

Dilansir dari Earth.org, laporan dari McKinsey menyebutkan bagaimana Gen Z cenderung mengonsumsi produk-produk yang dinilai etis. Selain itu, riset oleh Nielsen’s Global menyatakan 73% konsumen millennial akan memilih produk yang berasal dari merek yang sustainable (berkelanjutan).

Konsumen yang berpindah tentu dapat merugikan perusahaan. Untuk menghindari hal ini, perusahaan kemudian akan ‘rebranding’ melalui iklan, desain kemasan, atau jargon-jargon yang berkaitan dengan go-green.

Terkadang, upaya ini bisa dilakukan perusahaan tanpa sengaja—seperti yang disebut sebelumnya. Perusahaan bisa saja kurang memahami apa dan bagaimana untuk benar-benar menjadi produk yang berdampak positif bagi lingkungan.

Kurangnya riset lebih mendalam terkait isu lingkungan dan label-label ramah lingkungan dapat menyebabkan perusahaan terjebak dalam tindakan greenwashing.

Bagaimana Cara Mengenali Greenwashing?

Tipu muslihat seperti greenwashing ini selain merugikan konsumen, juga merugikan perusahaan yang benar-benar berkomitmen akan kelestarian lingkungan, karena rusaknya kepercayaan konsumen secara umum.

Dilansir dari Corporate Finance Institute, sebuah studi dilakukan oleh TerraChoice pada tahun 2008 dan 2009 terhadap perusahaan-perusahaan retail di Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya yang melakukan ribuan klaim ramah lingkungan.

7 Sins of Greenwashing

ilustrasi limbah plastik

©pexels-Mikhail Nilov

Melalui riset ini, TerraChoice kemudian memaparkan apa yang mereka sebut sebagai “Tujuh Dosa Greenwashing” yang bisa digunakan untuk mengenali praktik-praktik greenwashing:

Dosa Pertukaran Tersembunyi

Klaim ramah lingkungan yang dibesar-besarkan padahal sebagian besar aspek dari produk atau layanannya masih tidak ramah lingkungan atau pun sustainable (berkelanjutan), dan hal inilah yang disembunyikan perusahaan.

Dosa Ketiadaan Bukti

Klaim-klaim ramah lingkungan tanpa adanya bukti atas klaim ataupun sertifikasi dari pihak ketiga. Perusahaan bisa saja mengklaim bahannya diperoleh secara etis dan berkelanjutan, tapi tidak ada data yang mendukung pernyataan tersebut.

Dosa Ketidakjelasan

Menggunakan kata-kata buzzwords ramah lingkungan yang sebenarnya tidak jelas dan tidak substantif. Hal ini bisa seperti “natural”, “eco”, “kebaikan alami”, dsb.

Dosa Pemujaan Atas Label Palsu

Perusahaan menggunakan label-label dan sertifikasi yang palsu pada produknya untuk mengelabui konsumen. Misalnya berupa pemasangan gambar seperti sertifikasi tidak jelas bertuliskan “melawan pemanasan global” pada produk tisu toilet.

Dosa Akan Penyimpangan

Menggunakan isu lingkungan yang tidak berkaitan terhadap produknya. Misalnya seperti klaim “CFC-free” padahal CFC memang sudah dilarang penggunaannya secara hukum.

Dosa Mengurang-ngurangi

Klaim ramah lingkungan terhadap produk yang pada dasarnya tidak ramah lingkungan. Contohnya seperti rokok yang mengatakan bahannya adalah organik, tetapi pada dasarnya merokok itu tidak membawa manfaat apa pun bagi lingkungan.

Dosa Pembohongan

Klaim ramah lingkungan yang jelas-jelas salah, misalnya seperti mobil tenaga diesel tidak menimbulkan emisi karbon dioksida.

Selain tujuh dosa di atas, greenwashing juga bisa dikenali dari penggunaan istilah-istilah yang terlalu teknis yang hanya bisa dipahami oleh profesional namun sebenarnya tidak bermakna atau hanya dilebih-lebihkan dari pemilihan katanya. Hal ini dikenal sebagai gobbledygook.

Greenwashing memang membuat upaya konsumsi yang benar-benar berkelanjutan dan etis menjadi lebih sulit. Perusahaan tampaknya lebih memedulikan citra yang disenangi konsumen tanpa benar-benar mengambil tindakan nyata untuk berubah.

Tampaknya konsumen memang harus lebih cermat dengan memahami apa itu greenwashing dan mengenali tanda-tandanya, agar benar-benar bisa mencapai tujuan konsumsi yang berkelanjutan.

Reporter: Prilisa Septi Hariani

(mdk/mgs)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ditemukan Cadangan Air Melebihi Bumi Mengambang di Luar Angkasa, Segini Jumlahnya

Ditemukan Cadangan Air Melebihi Bumi Mengambang di Luar Angkasa, Segini Jumlahnya

Penemuan ini update dari temuan sebelumnya yang menyatakan ada air dengan volume besar di luar angkasa.

Baca Selengkapnya icon-hand
Ilmuan Temukan Makanan Terakhir di Dalam Perut Tyrannosaurus Berusia 75 Juta Tahun

Ilmuan Temukan Makanan Terakhir di Dalam Perut Tyrannosaurus Berusia 75 Juta Tahun

Dr. Francois Therrien, dari Royal Tyrell Museum of Palaeontology, menjelaskan tyranosaurus dewasa ini merupakan "pemakan yang agak tidak memilih".

Baca Selengkapnya icon-hand
Tomat yang Dicari-cari selama 8 Bulan di Luar Angkasa Akhirnya Ketemu, Astronot Ini Sempat Dituduh Memakannya

Tomat yang Dicari-cari selama 8 Bulan di Luar Angkasa Akhirnya Ketemu, Astronot Ini Sempat Dituduh Memakannya

Tomat yang menjadi keribuatan di internal NASA akhirnya terkuak.

Baca Selengkapnya icon-hand
Ini Rahasia “Lem Perekat” Tembok Besar China yang Tak Mempan Dirobohkan Musuh

Ini Rahasia “Lem Perekat” Tembok Besar China yang Tak Mempan Dirobohkan Musuh

"Teknologi" alami menjadikan tembok besar China kokoh tiada tanding.

Baca Selengkapnya icon-hand
Mengapa Air Laut Rasanya Asin? Ternyata Ini Prosesnya Menurut Ilmiah

Mengapa Air Laut Rasanya Asin? Ternyata Ini Prosesnya Menurut Ilmiah

Rasa air laut cenderung asin. Namun darimana asalnya? Simak penjelasan ilmiah berikut ini.

Baca Selengkapnya icon-hand
Parfum Ini Punya Aroma Khas Luar Angkasa, Begini Wanginya

Parfum Ini Punya Aroma Khas Luar Angkasa, Begini Wanginya

Berikut bau khas luar angkasa yang diabadikan dalam sebuah parfum.

Baca Selengkapnya icon-hand
Temuan Alat Penggiling Kuno Ini Ungkap Ungkap Misteri Zaman Neolitikum di Gurun Arab, Begini Penjelasan Ilmuwan

Temuan Alat Penggiling Kuno Ini Ungkap Ungkap Misteri Zaman Neolitikum di Gurun Arab, Begini Penjelasan Ilmuwan

Alat penggiling ini digunakan utamanya untuk mengolah makanan.

Baca Selengkapnya icon-hand
Sempat Dikira Tanaman Purba Selama Puluhan Tahun, Ternyata Fosil Bayi Kura-Kura Berusia 125 Juta Tahun

Sempat Dikira Tanaman Purba Selama Puluhan Tahun, Ternyata Fosil Bayi Kura-Kura Berusia 125 Juta Tahun

Fosil ini ditemukan oleh seorang imam di Kolombia sekitar 50 tahun lalu.

Baca Selengkapnya icon-hand
Ilmuwan Geleng-geleng, Ada Pulau Baru di Jepang yang Terbentuk dan Terus Membesar

Ilmuwan Geleng-geleng, Ada Pulau Baru di Jepang yang Terbentuk dan Terus Membesar

Berikut fakta-fakta tentang pulau baru yang muncul dan membesar di Jepang.

Baca Selengkapnya icon-hand
Arkeolog Temukan Benteng Tertua di Dunia, Dibangun 8.000 Tahun Lalu untuk Lindungi Permukiman Manusia Purba

Arkeolog Temukan Benteng Tertua di Dunia, Dibangun 8.000 Tahun Lalu untuk Lindungi Permukiman Manusia Purba

Penemuan ini mengungkap kemampuan arsitektur manusia purba.

Baca Selengkapnya icon-hand
Jejak Kaki Burung Berusia 210 Juta Tahun Ditemukan, Bukti Evolusi dari Dinosaurus Terjadi Lebih Awal

Jejak Kaki Burung Berusia 210 Juta Tahun Ditemukan, Bukti Evolusi dari Dinosaurus Terjadi Lebih Awal

Tapak kaki fosil yang mirip burung, berusia 210 juta tahun, muncul 60 juta tahun sebelum kemunculan genus Archaeopteryx, burung tertua yang ditemukan.

Baca Selengkapnya icon-hand