Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang
Sosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.
pahlawan nasional![Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/1200x630/bg/newsCover/2024/1/4/1704359692814-k3ghu.jpeg)
Sosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.
![<b>Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang</b>](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/1/4/1704359682397-1cu6w.jpeg)
Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang
Masa kolonialisme melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh mulai dari tingkat daerah hingga nasional. Untuk tokoh daerah, banyak pejuang yang membela tanah kelahiran mereka dari kolonialisme Belanda.Selama ini tokoh pahlawan banyak didominasi kalangan laki-laki saja. Akan tetapi, peran perempuan dalam melawan dan memperjuangkan tanahnya juga patut untuk diperhitungkan.
Salah satunya pejuang dari kalangan perempuan tanah Minang yaitu Siti Manggopoh. Siti Manggopoh menjadi salah satu tokoh dari Minangkabau yang berperang demi mempertahankan tanah kelahirannya. Tak hanya itu, ia juga menolak adanya sistem pajak yang ditetapkan oleh pemerintah Belanda.
Lantas bagaimana kisah perjuangan Siti Manggopoh? Simak rangkumannya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
Lahir dari Keluarga Sederhana
Mengutip dari kanal liputan6, Siti Manggapoh berasal dari sebuah desa kecil di wilayah Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Lahir pada tanggal 15 Juni 1881, nama Siti Manggopoh yang melekat itu berasal dari nama desanya yaitu 'Manggopoh'.
Siti Manggopoh anak bungsu dan perempuan satu-satunya di dalam keluarga. Kelahirannya disambut dengan riang gembira oleh orang tua dan saudara-saudaranya.
Kehidupan Siti yang tak jauh dari kedua tempat tersebut lambat laun membentuk jati dirinya di kemudian hari.
- Sejarah Komando Divisi Banteng, Dari Perannya Melawan Kolonial Belanda Hingga Lahirnya Dewan Era PRRI
- Berbeda dari Bangsawan Lain, Begini Kisah Keluarga Suropati Menolak Tunduk pada Kolonial Belanda
- Nyaris Satu Abad Melawan Kolonial, Begini Kisah Keluarga Suropati yang Berujung Tragis di Tangan Belanda
- Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah
- Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana: Sopir Tahu Rem Bermasalah, Tapi Paksakan tetap Jalan
- VIDEO: Depan Pengusaha Kaya Indonesia, Presiden Jokowi Singgung IKN Bilang Soal Haus Pujian
Melawan Belanda
Mulai beranjak dewasa, Siti Manggopoh menikah di usia 15 tahun dengan Rasyid atau Bagindo Magek. Dari perkawinan tersebut, mereka telah dikaruniai seorang anak perempuan.
Perlawanan Siti Manggopoh dimulai saat Ia mengetahui bahwa orang-orang Belanda memperlakukan rakyat Minang dengan semena-mena. Hal tersebut yang menyulut amarahnya untuk membela tanah kelahirannya.
Salah satu hal yang ditentang Siti yaitu pengadaan sistem pajak dengan sebutan Belasting Op De Bedrofsen Ander Inkomsten atau pajak atas penghasilan perusahaan atau penghasilan lainnya. Sistem ini berlaku terhadap mata pencaharian sekaligus berbagai harta pusaka tradisional milik orang Minang.
Sistem pajak oleh pemerintah Belanda ini dirasa sangat menentang adat Minangkabau. Penerapan Belasting memicu kesengsaraan di antara rakyat Minang. Siti Manggopoh tidak tinggal diam melihat kondisi tanah kelahirannya yang carut marut. Hingga akhirnya Siti memutuskan untuk melawan Belanda.
Perang Perdana
Sebagai bentuk protes, Siti memulai perang perdana yang berlangsung di Kamang. Aksinya itu kemudian dikenal dengan nama Perang Kamang.
Dampak dari perang ini tak hanya mempengaruhi kondisi sosial orang Minang, melainkan juga menjalar ke daerah lain.
Siti yang tidak tinggal diam itu membentuk badan perjuangan bersama dengan militan Manggopoh yang terdiri dari 14 orang termasuk sang suami, Rasyid.
Pimpin Serangan ke Markas Belanda
Dengan segala persiapan dan menyusun rencana untuk menyerang Belanda, akhirnya Siti Manggopoh bersama pasukannya mulai menyerang malam hari pada Kamis 15 Juni 1908. Tak tanggung-tanggung, Siti bersama pasukan langsung menyerang markas Belanda.
Strategi mereka sangatlah cerdik, mereka menyusup tanpa dicurigai oleh tentara Belanda satupun.
Mereka berbaur dalam pesta mewah dengan berbagai makanan dan minuman yang disajikan.
Akhirnya, Siti bersama suaminya lantas diburu oleh tentara Belanda. Mereka berdua ditangkap. Rasyid dibuang ke Manado, sementara Siti dibuang ke Padang Pariaman, lalu dibuang lagi ke Padang.
Sosok Pejuang Wanita
Siti menjadi sosok pahlawan perempuan yang begitu menginspirasi bagi masyarakat Indonesia. Hebatnya, selama berperang Siti membawa sang anak selama 17 hari, tentu kondisi yang dihadapi bukanlah hal yang mudah.
Siti Manggopoh wafat pada 20 Agustus 1965 silam di makamkan di Taman Makan Pahlawan Kusumanegara, Lolong, Padang.
![Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/1/4/1704359844657-twn7m.jpeg)