Timses Jokowi kritik BPJS Kesehatan: Dulu ada Jamkesda tidak bayar
Merdeka.com - Pelayanan kesehatan masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan BPJS yang kerap sengkarut dalam hal pembayaran klaim rumah sakit. Pemerintah daerah harus punya otonomi terkait inovasi kesehatan.
Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai wajar bahwa Presiden Joko Widodo memberikan sindiran keras terhadap kinerja BPJS.
Dia menganggap skema penyelesaian masalah tersebut tidak harus sampai ke meja presiden. Akan tetapi, cukup di tatanan Direktur Utama BPJS Kesehatan dan Menteri Kesehatan.
Di lain pihak, sebenarnya daerah memiliki banyak inovasi pelayanan kesehatan. Inovasi tersebut menurut dia tidak maksimal berjalan karena ada UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
"Dulu daerah itu punya banyak inovasi. Ada Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah), ada JAMPIS (Jaminan Pelayanan Istimewa), ada Kartu Sehat. Itu semua gratis tanpa iuran, muncul BPJS Kesehatan, harus ada iuran," kata Dedi saat dihubungi, Senin (22/10).
Keberadaan BPJS Kesehatan, menurut Dedi, bukan tanpa masalah. Sengkarut birokrasi baik saat mendaftar maupun saat menggunakan layanan kerap dikeluhkan masyarakat luas. Belum lagi terkait dengan besaran iuran yang tidak berbanding lurus dengan kualitas pelayanan.
"Pilihan layanan rumah sakit kan sudah ditentukan berdasarkan besaran iuran. Ada kelas-kelasnya di situ. Jadi, ini tidak didasarkan pada dekat tidaknya pengguna layanan BPJS Kesehatan dengan lokasi rumah sakit. Kemudian, timbul lagi ongkos untuk berobat. Sementara, dalam skema yang dibangun daerah, pasien itu dijemput dan diantar kembali ke rumah," katanya.
Ketua DPD Golkar Jabar itu menekankan pentingnya banyak sentra pengelolaan layanan kesehatan. Artinya, BPJS Kesehatan tidak bisa dipaksa sendirian untuk memberikan pelayanan kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Saya melihat, inovasi pelayanan kesehatan di daerah yang beragam itu harus diaktifkan. Jadi, tidak bisa tersentralisasi di BPJS Kesehatan. Sehingga daerah berlomba-lomba menciptakan skema pelayanan terbaik bagi warganya," ujarnya.
Lebih jauh, pemerintah menurut Dedi harus menyiapkan indikator keberhasilan pelayanan kesehatan di daerah. Hal ini menjadi penting sebagai dasar penilaian pemerintah pusat dalam memberikan reward and punishment bagi pemerintah daerah.
"Kalau pelayanan prima tentu diberikan reward, kalau jelek ya punishment. Ini jelas orientasinya," tuturnya.
Memberikan pelayanan terbaik harus lebih diutamakan. Sementara, aturan perundangan dapat mengikuti aspek-aspek yang menjadi kebutuhan masyarakat.
"Undang-undang memang harus ditaati. Tetapi, menyempurnakan undang-undang demi pelayanan terbaik juga harus dijalani," pungkasnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi mengatakan kehadiran SMKN Jateng ini mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBudi menjelaskan, puncak dari transformasi tersebut adalah seluruh masyarakat Indonesia memiliki akses kesehatan yang berkualitas dan murah.
Baca SelengkapnyaJokowi mengapresiasi kini sudah ada 95,7 persen warga Indonesia yang terdaftar di BPJS Kesehatan
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah telah mendistribusikan alat USG kepada 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaPembangunan menggunakan dana desa sudah membuat jalan desa mencapai 350 ribu kilometer.
Baca SelengkapnyaUntuk menjadi negara maju tak cuma mengedepankan kecerdasan sumber daya manusianya saja.
Baca SelengkapnyaBahlil menegaskan pihak-pihak yang mengkritisi penyaluran bansos, dapat diartikan pihak tersebut tidak senang masyarakat menerima bantuan.
Baca SelengkapnyaMasa jabatan kepala desa kini menjadi delapan tahun dan dapat dipilih maksimal dua kali masa jabatan.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, alat kesehatan di Indonesia masih didominasi impor.
Baca Selengkapnya