Tantangan Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19
Merdeka.com - Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi meyakini, menggelar pilkada di tengah pandemi Covid-19 bukan hal yang tidak mungkin.
KPU dan DPR telah membahas penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember nanti dengan protokol kesehatan yang ketat.
"Bagi saya sendiri, Pilkada di tengah pandemi adalah sesuatu yang mungkin," kata Pramono, Rabu (16/6).
Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara dalam webinar yang diadakan The Habibie Center dengan tema Mewujudkan Pilkada Berkualitas Di Tengah Pandemi Covid-19.
Pramono menuturkan, pagelaran Pilkada 2020 lebih ringan ketimbang Pemilu 2019. Khususnya, soal teknis penyelenggaraan, surat suara dan peserta yang relatif lebih sedikit.
Namun, lanjut dia, dari aspek non elektoralnya, ini lebih berat dibanding 2019.
"Kalau 2019 beban non elektoralnya adalah fake news, hoaks, itu luar biasa beban non elektoralnya terkait hoaks. Nah sekarang di Pilkada beban elektoralnya pandemi," tutur dia.
Lebih Rumit
Sementara itu, Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiarti, memandang Pilkada 2020 banyak kerumitannya. Salah satunya mengenai hak pilih.
Pandemi Covid-19, membuat banyak orang di karantina. Masuk perawatan di rumah sakit dan sebagainya. Belum lagi soal tenaga medis yang bekerja di rumah sakit.
"Akan ada kerumitan terhadap hak akses pemilih, terutama untuk ODP dan PDP di karantina, kemudian tenaga medis tidak bisa pulang ke rumah dan tetap memilih. Dan lain-lain. Jadi akan ada banyak problem terkait akses hak pilih," kata Putri.
Menurut dia, hak pilih ini merupakan sesuatu yang paling esensial dalam pemilu. Sehingga pihak penyelenggara bisa memastikan semua orang yang mempunyai hak pilih bisa berpartisipasi.
"Semua orang yang mempunyai hak pilih bisa berpartisipasi dalam Pilkada besok. Jadi harus dilindungi oleh penyelenggara pemilu dan dijamin (hak pilihnya)," tutur dia.
Wacana Home Voters
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menceritakan pengalamannya saat bertemu dengan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia. Salah satunya mengenai home voters.
Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI. Selain pihak pemerintah, turut hadir KPU, Bawaslu, dan DKPP.
"Ada yang namanya home voters. Home voters ini hanya ditunjukan mereka yang pasien. Jadi PDP yang sudah positif, jadi mereka tidak disarankan ke TPS. PDP ini menggunakan mekanisme pos," kata Tito, Kamis (11/6).
Kemudian yang melakukan karantina, masih kata dia, akan didatangi petugas lengkap dengan APBD.
"Yang karantina, itu didatangi petugas, dengan APD lengkap standard WHO dengan saksi-saksi, dan mereka memberikan hak pilihnya," jelas Tito.
Untuk pemilih yang lain, masih kata dia, tetap datang ke TPS.
"Sedang kan untuk general voters di luar PDP dan karantina, tetap harus datang ke tempat pemilihan suara ke TPS dengan protokol-protokol," tutur Tito.
Meski demikian, dia tak menjelaskan apakah ini akan diterapkan dalam Pilkada 2020 ini atau tidak.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
jumlah sampah yang terkumpul selama malam perayaan tahun baru 2024 di Jakarta mencapai 130 ton.
Baca SelengkapnyaHasto menyebut berbagai program Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024 memang lebih besar mencapai Rp 506 triliun.
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaAni menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.
Baca SelengkapnyaMasa tenang Pemilu 2024 dimulai 11 Februari hingga 13 Februari. Kampanye politik pun dilarang digelar
Baca SelengkapnyaHubungan antar bangsa belum tentu akan berjalan seiringan selamanya. Semua tergantung kepentingan.
Baca Selengkapnya