Setnov tersangka lagi, Akbar Tandjung singgung soal pergantian posisi Ketum Golkar
Merdeka.com - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tandjung angkat suara terkait Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) yang kembali menyandang status tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Terkait status tersangka, Akbar menyinggung soal pergantian posisi Ketua Umum Partai Beringin. Sebab, status tersangka yang disandang oleh Setnov tersebut membuat opini publik terhadap partainya menurun.
"Kita anggap terbaik untuk Golkar, termasuk perubahan dalam kepemimpinan. Karena pemimpin ini juga yang akan menentukan daripada keberhasilan partai, dan pemimpin itu pun juga akan bisa mempengaruhi bagaimana opini publik terhadap partai," kata Akbar Tandjung di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (14/11).
"Kalau pemimpinnya di mata publik katakanlah tidak akseptabel, bisa mengakibatkan tren publik juga memberikan penilaian terhadap Golkar juga mengalami penurunan," sambungnya.
Akbar prihatin terhadap penurunan opini publik yang kini terjadi di partainya. Apalagi, dia menyebut opini publik terus menunjukkan tren yang menurun akibat kasus yang membelit sang ketua umum.
"Kenapa? dengan adanya kasus yang dialami oleh saudara Setya Novanto, memperlihatkan opini publik terhadap Golkar itu mengalami tren penurunan," katanya.
Sejak reformasi, Akbar menyebut opini publik ke Partai Golkar memang terus-terusan menurun. Dia mengatakan bisa saja opini publik 'terjun bebas' seiring status tersangka yang disandang oleh Setnov.
"Kalau tren penurunan itu terus 6 persen, 5 persen, bahkan kemudian bisa di bawah 4 persen. Kalau dia di bawah 4 persen, boleh dikatakan, ya dalam bahasa saya, bisa terjadi kiamat di partai Golkar ini," katanya.
Padahal, lanjut Akbar, Golkar selama di era Orde baru selalu elektabilitasnya di atas 60 persen. Bahkan, pada Pemilu tahun 1997 Partai Golkar di atas 70 persen. "Bayangkan kalau sampai di bawah 4 persen berarti tidak punya hak untuk mempunyai anggota di DPR. Wah ini yang saya takutkan," katanya.
Setya Novanto selaku anggota DPR periode 2009-2014 bersama-sama Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil dan Sugiharto sebagai pejabat di lingkup Kementerian Dalam Negeri, diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau koorporasi, menyalahgunakan wewenang atau jabatan yang ada padanya saat itu. Sebab itu, KPK menetapkan status tersangka.
"Sehingga diduga merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 2,3 triliun dengan nilai paket pengadaan 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik 2011-2012 pada Kemendagri," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Atas dasar itu, Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(mdk/rzk)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Muzani menyebut, Gerindra menghormati proses keputusan di internal Partai Golkar.
Baca SelengkapnyaGolkar Tegaskan Prabowo-Gibran Harus Menang 1 Putaran, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaCawapres Gibran Rakabuming Raka memberi jawaban khas saat ditanya soal peluangnya menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Airlangga memandang, keadaan sekarang berbeda dengan pemilu sebelumnya yang panas imbas pilgub DKI 2017.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto terang-terangan minta jatah 5 kursi menteri di kabinet Prabowo.
Baca SelengkapnyaMenurut Airlangga, pihaknya melihat tren positif di berbagai wilayah Indonesia untuk Partai Golkar.
Baca SelengkapnyaAirlangga ditanya apakah kursi menteri dari Partai Golkar pada pemerintahan Prabowo-Gibran bakal bertambah.
Baca SelengkapnyaAirlangga menanggapi muncul nama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, Agus Gumiwang, hingga Bahlil Lahadalia jadi calon Ketum Golkar.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan statistik, sebanyak 78 hingga 80 persen para pemilih Golkar menyalurkan suaranya ke Prabowo-Gibran.
Baca Selengkapnya