Hasto soal Putusan PN Jakpus: Partai PRIMA Harusnya Perbaiki Diri agar Lolos Pemilu
Merdeka.com - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyinggung Partai Prima yang memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sehingga keluar putusan tahapan Pemilu 2024 tak dilanjutkan. Hasto menyebut Partai Prima memanfaatkan celah hukum yang tidak sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hasto menegaskan sikap PDIP sangat jelas dan sudah disampaikan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri terkait putusan PN Jakpus soal penundaan Pemilu 2024. Ia menegaskan partainya kokoh pada konstitusi dan tidak mentolerir setiap upaya yang mau mencoba untuk melakukan penundaan Pemilu.
"Apalagi celah hukum yang dipakai ini oleh (Partai) Prima itu sama sekali tidak sesuai dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dan juga tidak menghormati suatu proses demokratisasi yang dijalankan secara terlembaga," ujarnya kepada wartawan usai meresmikan Sekretariat PDIP Sulsel, Jalan Gunung Bawakaraeng Makassar, Senin (6/3).
Lihat juga berita tentang Pemilu di Liputan6.com
Hasto juga menyoroti hakim PN Jakpus yang memutuskan soal penundaan Pemilu. Baginya, pengadilan negeri tidak memiliki wewenang untuk mengadili soal sengketa penetapan partai politik.
"Di luar itu PN tidak punya kewenangan di dalam mengadili sengketa di dalam penetapan parpol peserta pemilu. Seharusnya, yang berhak adalah Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara," tegasnya.
Hasto menganalogikan, untuk terdaftar sebagai peserta Pemilu memiliki sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Dia mengaku syarat-syarat tersebut sudah diatur dalam UU Pemilu.
"Ketika ada parpol yang akan ikut Pemilu, yang mempunyai otoritas yakni KPU. Dan jika kemudian telah melakukan uji sengketa ke Bawaslu dan dinyatakan tidak lolos, ya seharusnya caranya memperbaiki diri agar ke depan bisa lolos pemilu," kata Hasto.
"Bukan dengan cara menggugat ke PN yang bukan ranah kewenangannya," imbuhnya.
Sekadar diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah memutuskan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melanjutkan tahapan pemilu 2024 dan kembali melaksanakan tahapan pemilu awal. Sebagaimana gugatan yang telah dikabulkan seluruhnya dari Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA).
"Mengadili, menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," demikian amar putusan tersebut.
Pengadilan menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada Partai PRIMA.
"Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat (KPU) sebesar Rp410 ribu," ucap hakim.
Sedangkan alasan dalam gugatan pemilu ini tertuang dalam petitum Partai Prima karena telah merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik. Ketika tahapan masuk dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu, terkhusus pada SIPOL.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual. Padahal, setelah dicermati oleh Partai PRIMA, jenis dokumen yang dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan KPU Memenuhi Syarat (MS) dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.
Sehingga, Partai Prima menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotaannya dinyatakan TMS di 22 provinsi. Akibatnya partai tersebut mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di Indonesia.
Bahwa masalah SIPOL ini yang mengakibatkan Partai Prima tidak lolos, telah diajukan kepada Bawaslu RI dalam Putusan Bawaslu RI Nomor 002/PS.REG/BAWASLU/X/2022, tanggal 4 November 2022
Dengan begitu, Majelis Adjudikasi berpendapat meskipun permasalahan pelaksanaan teknis verifikasi administrasi tidak terbukti dan tidak beralasan. Namun karena proses tersebut didasarkan pada data SIPOL yang tidak berkepastian hukum.
"Majelis Adjudikasi berpendapat Termohon (KPU) harus memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk menyampaikan dokumen persyaratan perbaikan untuk kemudian dilakukan verifikasi administrasi perbaikan dengan didasarkan pada data dan persentase pada SIPOL yang utuh dan tidak berubah-ubah," kata hakim dalam pertimbangannya.
Ikuti perkembangan terkini seputar berita Pemilu 2024 hanya di merdeka.com
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDIP menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak keseluruhan permohonan sengketa hasil Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaHasanuddin menyebut membuat aturan baru tidak boleh menabrak aturan yang sudah ada.
Baca SelengkapnyaGayus mengamini, putusan PTUN tidak bersifat final dan mengikat seperti Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Partai ini disebut-sebut masih dekat dengan penguasa di Istana.
Baca SelengkapnyaApalagi keempat partai politik (parpol) ini merupakan korban kecurangan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaLalu, saat disinggung kapan pertemuan antara kedua pimpinan partai itu terjadi, dia meminta untuk menunggu saja.
Baca SelengkapnyaPernyataan ini menanggapi putusan DKPP yang memberikan sanksi etik ke KPU.
Baca SelengkapnyaSuara PDIP pada pemilu ini turun dibanding raihan 2019 yaitu 27.053.961 atau 19,33 persen dari total 139.971.260 suara sah.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP: UU Kementerian untuk Tujuan Negara, Bukan Akomodasi Kekuatan Politik!
Baca Selengkapnya