Waspadai Gerilya Kelompok Pengusung Khilafah, Getol Lakukan Kaderisasi
Merdeka.com - Anggota Suluh Kebangsaan Alissa Wahid melihat ada upaya kelompok pengusung khilafah yang terus bergerilya menyebarkan ideologi transnasional. Untuk itu diperlukan strategi lebih efektif serta orang-orang militan untuk menjaga keutuhan NKRI.
"Jadi kalau sekarang ada yang mau menyeragamkan dengan khilafah itu sama saja dengan membatalkan dan membubarkan Indonesia. Mayoritas kalah dalam hal militansi dengan mereka sehingga disebut sebagai silent majority. Makanya terlihat mereka yang lebih banyak apalagi di media sosial," ujar Alissa dalam keterangan, Kamis (27/8).
Alissa menyebutkan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena sebagian besar orang Indonesia merasa nyaman, aman dan berpuas diri tapi tidak menjaga atau tidak memperbarui komitmen kepada kebangsaannya.
"Di sisi lain, ada kelompok yang sangat militan melakukan kaderisasi, melatih anggota-anggotanya untuk menjadi penggerak masyarakat dan sekarang penggerak-penggerak itu sudah ada di mana-mana termasuk di BUMN dan Kementerian/Lembaga (K/L) yang bisa kita lihat data-datanya dari berbagai survei yang ada," ucapnya.
Dia mengatakan, perlu kader-kader yang memiliki keterampilan atau kecakapan untuk menggerakkan masyarakat yang tidak hanya bisa bilang NKRI harga mati tapi juga bisa mewujudkannya dengan menggerakkan masyarakat.
"Kita masih berkutat di hal-hal yang sifatnya seremonial saja seperti seminar atau event yang tidak bisa mencetak kader-kader yang diperlukan untuk menjaga bangsa. Di tempat saya sendiri Gusdurian baru mencapai 130 kota di Indonesia, belum semuanya. Karena kita tidak ada kekuatan dana," ucapnya.
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian ini juga mengungkapkan bahwa seandainya pada tahun 1945 bangsa ini tidak bersepakat menjadi satu negara maka terpecah-pecah. Karena itu, menurutnya, yang dipakai untuk mempersatukan adalah gagasan yang diberi nama Indonesia yang disepakati pada tahun 1928.
"Gus Dur selalu mengatakan bahwa alasan adanya Indonesia adalah karena keberagaman, karena kalau tidak ada keberagaman, Indonesia tidak perlu ada. Contohnya, saya sekarang sekarang di Yogyakarta, kalau kita tahun 1945 tidak mencapai kesepakatan bernama Indonesia, saya ini berarti ada di negara yang berbeda dengan Jakarta," tutur putri sulung Gus Dur itu.
Kehadiran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), lanjutnya, sangat diharapkan perannya untuk turut serta mencetak kader-kader penggerak masyarakat.
"BNPT perlu membuat program kaderisasi yang kuat jadi bisa mencetak orang-orang yang mampu menggerakkan masyarakat. Saya yakin desain programnya bisa lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan," pungkasnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Alissa menekankan pentingnya generasi muda untuk meneruskan semangat Kartini dalam memperjuangkan keadilan sosial.
Baca SelengkapnyaMasyarakat memiliki ketahanan lebih terhadap narasi kebangkitan khilafah karena lebih percaya organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Baca SelengkapnyaIndonesia ke depan butuh sosok pemimpin yang memahami problem kebangsaan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sumatera Barat bagi Mahfud bukan hanya sekadar penyumbang orang atau tokoh, tetapi juga sebagai daerah tempat meramu ideologi yang lahir di negara ini.
Baca SelengkapnyaKhofifah menyebut sudah saatnya ada kader Muslimat NU lainnya yang melanjutkan tampuk kepemimpinan dan menggantikan dirinya.
Baca SelengkapnyaSebuah organisasi besar yang berhaluan Syafii Asy'ari ini berubah menjadi partai politik golongan kaum tua untuk menandingi gencarnya gerakan kaum muda.
Baca SelengkapnyaMusdah menyayangkan jika masih banyak perempuan terjebak doktrin mengharuskan mereka tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak.
Baca Selengkapnyawarisan pertama para kiai NU adalah paham keagamaan Ahlussunnah Waljama'ah (Aswaja)
Baca SelengkapnyaInayah Wulandari Wahid mengulas etika demokrasi yang digaungkan ayahnya Gus Dur.
Baca Selengkapnya