Upaya Menekan Prevalensi Perokok di Indonesia
Merdeka.com - Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo), Dimas Syailendra menyatakan tembakau alternatif dapat menjadi solusi alternatif dalam menurunkan prevalensi perokok di Indonesia, yang bisa didukung melalui regulasi khusus yang terpisah dari rokok konvensional.
"Saya optimistis Indonesia cepat atau lambat akan mendukung produk tembakau alternatif sebagai salah satu solusi untuk menurunkan prevalensi merokok. Mungkin terasa lambat proses adaptasinya, tetapi saya yakin kita akan sampai,” kata Dimas, Senin (21/3). Seperti dilansir Antara.
Dimas mengatakan, pemerintah dan lembaga studi terkait bisa melihat berbagai penelitian dari luar negeri terkait kegunaan tembakau alternatif untuk menekan angka perokok, misalnya di Inggris, Jepang, dan Selandia Baru.
Jumlah perokok di negara-negara tersebut menurun signifikan dalam beberapa tahun terakhir, berkat dukungan kajian ilmiah yang teruji terhadap produk tembakau alternatif itu.
Ia berpendapat, masyarakat memerlukan edukasi dan informasi yang detail serta berimbang terkait tembakau alternatif agar tidak menimbulkan mispersepsi. Kajian ilmiah juga bisa digunakan sebagai landasan para pemangku kebijakan untuk merumuskan regulasi terkait hal tersebut. Dengan demikian, kalangan perokok konvensional memiliki opsi untuk menaikkan taraf kesehatannya, misalnya dengan berhenti merokok total atau beralih ke produk alternatif.
“Bukti ilmiah memang banyak, tapi belum optimal sampai ke para pembuat kebijakan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Dimas mengajak seluruh pemangku kepentingan, seperti pelaku usaha, komunitas, maupun asosiasi konsumen agar lebih aktif melakukan kampanye secara masif dan intens untuk menyampaikan informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif kepada pemerintah.
“Kita perlu menggunakan lebih banyak media, saluran komunikasi, serta aliansi untuk hal tersebut. Saya percaya jika kita lakukan dengan optimal pasti akan membuahkan hasil,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Centre of Youth and Population (CYPR) Dedek Prayudi sependapat dengan Dimas, yakni tembakau alternatif bisa jadi solusi untuk menekan prevalensi merokok.
Menurut dia, kunci keberhasilan Inggris, Jepang, dan Selandia Baru dalam menurunkan angka perokoknya karena adanya regulasi untuk memperkuat keberadaan produk tembakau alternatif.
“Di banyak negara, produk tembakau alternatif ini sudah diregulasi sehingga bisa masuk ke dalam turunan konsep Tobacco Harm Reduction karena produk ini menurut banyak penelitian memiliki 90 persen-95 persen risiko yang lebih rendah daripada rokok. Jadi sejauh ini, regulasi yang diatur masih sebatas secara ekonomi. Kekosongan regulasi ini menyebabkan tidak adanya kepastian hukum,” ucap dia.
Uki berpendapat, selain memaksimalkan potensi produk tembakau alternatif dalam menurunkan prevalensi merokok, keberadaan regulasi juga untuk mencegah penyalahgunaan produk tersebut dari anak-anak di bawah usia 18 tahun dan non-perokok.
“Regulasi seharusnya bisa mengarahkan produk ini agar bekerja sesuai dengan fungsinya. Ini yang kami harapkan dari pemerintah agar merespon keadaan ini dengan baik,” jelasnya.
Risiko Penggunaan Produk Tembakau Alternatif
Seiring makin ramainya perbincangan mengenai produk tembakau alternatif, anggapan bahwa produk tembakau alternatif memiliki bahaya yang lebih rendah terhadap kesehatan telah ditelaah oleh sejumlah lembaga kesehatan di banyak negara.
Salah satunya adalah oleh Public Health England (PHE) yang merekomendasikan vape sebagai salah satu alat berhenti merokok.
Selain itu, Kementerian Selandia Baru menilai produk tembakau alternatif berpotensi membantu pencapaian Selandia Baru Bebas Asap 2025, dan mendorong perokok untuk beralih ke produk alternatif sebagai alat bantu berhenti merokok.
Sejauh ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa bahaya produk tembakau alternatif terhadap kesehatan jauh lebih rendah daripada bahaya rokok. Alasan utamanya adalah karena tidak ada pembakaran.
Perbedaan mendasar tersebut menyebabkan jumlah kandungan senyawa berbahaya yang dihasilkan oleh produk tembakau alternatif jauh berkurang. Bahkan, karena tidak ada proses pembakaran, produk tembakau alternatif juga tidak menghasilkan tar sama sekali.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari penelitian yang dilakukan, melibatkan beragam keluarga dari berbagai negara, salah satunya Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerhenti merokok sebelum usia 40 tahun bisa memiliki efek panjang umur sama seperti pada orang yang tidak pernah merokok.
Baca SelengkapnyaSurvei ASI dilakukan di Jabodetabek pada 16-21 Desember dengan populasi penduduk 17-23 tahun dan 24-39 tahun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Peran pemangku kepentingan diperlukan agar tidak menciptakan kebijakan yang saling tumpang tindih.
Baca SelengkapnyaTjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, alat kesehatan di Indonesia masih didominasi impor.
Baca SelengkapnyaPenghentian sementara penyaluran bansos ini untuk menghormati tahapan pemilu dan mendukung kelancaran pesta demokrasi tersebut.
Baca SelengkapnyaKeterbatasan pengetahuan masyarakat di masa lalu menyebabkan sejumlah penyakit kerap dikira sebagai hasil perbuatan sihir.
Baca SelengkapnyaSelesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca Selengkapnya