Satu Abad Observatorium Bosscha: Tantangan Polusi Cahaya hingga Pendanaan

Selasa, 31 Januari 2023 06:00 Reporter : Aksara Bebey
Satu Abad Observatorium Bosscha: Tantangan Polusi Cahaya hingga Pendanaan Observatorium Bosscha. © Pergi Dulu

Merdeka.com - Observatorium Bosscha yang berada di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) sudah berusia 100 tahun. Namun, dalam perkembangannya ada beragam tantangan yang dihadapi.

Kawasan Lembang menjadi salah satu destinasi wisata yang akhirnya berdampak pada peningkatan polusi cahaya. Hal itu berpengaruh pada akurasi pengamatan objek-objek astronomi maupun fenomena terkait.

Padahal, Bosscha memiliki keistimewaan karena berada di daerah ekuator yang bisa melihat belahan langit utara (northern hemisphere) maupun belahan langit selatan (southern hemisphere).

Tahun 2021, Observatorium Bosscha ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya peringkat kabupaten melalui surat Keputusan Bupati Bandung Barat 188.45/Kep.731-Disparbud/2021.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan, akan segera memperkuatnya Observatorium Bosscha menjadikan cagar budaya. Sehingga dari sisi kawasan lebih terlindungi dan juga fungsi penelitian tetap bisa berjalan baik.

"Sedang persiapan menjadi (kawasan) cagar budaya supaya nanti kawasan ini bisa dilestarikan. Sehingga tujuan utama menghasilkan kajian-kajian dan temuan tidak terganggu oleh perkembangan ekonomi atau perkembangan pembangunan yang menggerus wilayah di sini," katanya pada acara Peringatan 100 Tahun Observatorium Bosscha di Observatorium Bosscha, Lembang, KBB, Senin (30/1).

Upaya lainnya adalah membuat zonasi master plan yang terus diperbarui. Sehingga, perkembangan perekonomian di wilayah tersebut tetap bisa berjalan namun tetap seimbang untuk kebutuhan penelitian.

Kemudian, Ridwan Kamil berjanji selain memberikan dukungan secara aturan, tetapi juga pendanaan. Walaupun, dia menyebutnya secara rinci.

“Nantinya akan membuat dukungan dukungan anggaran, dukungan-dukungan peraturan bisa hadir di tempat ini karena ini diakui sebagai salah satu objek dunia,” terangnya

2 dari 3 halaman

Hal mengenai perlindungan kawasan dan pendanaan sempat disinggung oleh Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Satryo S. Brodjonegoro. Padahal, banyak para astronomer di tempat lain yang ingin bekerjasama dengan Observatorium Bosscha karena posisinya yang ideal.

"Namun terkadang pengamatan ini sulit dilakukan karena polusi akibat pengembangan tata ruang yang berubah dari kondisi idealnya saat ini (Bosscha) didirikan," ungkap Satryo.

Soal dukungan pendanaan yang kurang pun, dia menceritakan salah satu pengalamannya. Saat berada di Direktorat Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, dirinya mencoba mencari dana untuk pengembangan ilmu ini ke legislatif. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil.

"Saya ditanya apa manfaat untuk ekonomi. Saya bilang kalau hanya (pikirkan) ekonomi saja, kita tidak akan maju. Kalau mikirin ekonomi ya dagang saya sudah," ungkap Satryo seraya menyebut kerap mencari pendanaan alternatif bersama koleganya agar penelitian dan kegiatan lain tetap bisa berjalan.

"Semoga ke depan pembuat kebijakan peduli dengan sains termasuk astronomi," harapnya.

Sementara itu, Rektor ITB, Reini Wirahadikusumah berencana membangun pusat studi kebumian dan antariksa. Hanya saja, dia mengakui rencana ini tidak mudah direalisasikan karena membutuhkan komitmen tinggi dan pendanaan yang tak sedikit.

"Kita sudah ada gambaran dan cita-cita. Ini dikomunikasikan ke beberapa sponsor karena merasa penting semua gotong royong untuk jadikan Bandung sebagai rumah sains lagi," ujarnya.

Kemudian, mengenai dampak polusi terhadap akurasi pengamatan harus diselesaikan bersama-sama. Apalagi keberadaan Bosscha merupakan kepentingan nasional

"Memang kondisinya tidak ideal sekarang tapi itu jadi tantangan seluruh dunia di masa ke masa," tutupnya.

3 dari 3 halaman

Sejarah Bosscha

Dari informasi yang berhasil dihimpun, sejarah panjang Observatorium Bosscha dimulai pada1920 dengan pembentukan Nederlands Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) yang diprakarsai dan dipimpin oleh K. A. R. Bosscha untuk menghimpun sumber daya, pemikiran, dan persiapan untuk mendirikan fasilitas pengamatan astronomi.

Pada 1 Januari 1923 Observatorium Bosscha diresmikan dan menjadi perintis astronomi modern di Asia Tenggara dengan mengambil astrofisika bintang sebagai topik riset utama, dengan dorongan terobosan sains fisika dunia pada awal abad ke-20.

Teleskop refraktor ganda Zeiss dihadiahkan oleh K.A.R. Bosscha kepada Observatorium Bosscha pada tahun 1928, yang menjadikan observatorium ini terbesar ketiga dan termodern di bumi bagian Selatan pada era itu.

Saat ini sebagai bagian dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, Observatorium Bosscha menjalankan amanah Tridharma Perguruan Tinggi dengan lingkup pekerjaan penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat.

Penelitian mencakup di antaranya pengamatan bulan, matahari, tata surya, bintang, dan galaksi Bima Sakti.

Aspek pendidikan, Bosscha mendukung program S1, S2, dan S3 program studi astronomi serta memfasilitasi penelitian tugas akhir, tesis, dan lain - lain untuk mahasiswa ITB dan luar ITB.

Sementara pengabdian masyarakat mencakup pengembangan materi dan metode penyampaian edukasi astronomi sebagai sains, dan pemberian berbagai layanan edukasi untuk sekolah dan masyarakat umum, daring maupun luring. [fik]

Baca juga:
CEK FAKTA: Ridwan Kamil Deklarasi Dukung Anies Baswedan di Pilpres 2024?
Deretan Publik Figur Hadir di Pernikahan Kiky Saputri, dari Raffi hingga Erick Thohir
Airlangga Beri Tugas Berat untuk Ridwan Kamil: Menangkan Dapil Jawa 1
Golkar Tegaskan Meski Ridwan Kamil Gabung Tetap Usung Airlangga Sebagai Capres
Ridwan Kamil Pastikan Perayaan Imlek Kondusif
Figur Airlangga Dianggap Buat Ridwan Kamil dan Soekarwo Gabung Golkar
Pilih Pilgub Jabar atau DKI Jakarta 2024? Ini Jawaban Ridwan Kamil

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini