Pesan Damai di Hari Waisak: Perkuat Persaudaraan untuk Hindari Gesekan Antar-Umat
Masyarakat harus merasakan kebutuhan yang sama akan hidup berdampingan dalam kedamaian.
Masyarakat harus merasakan kebutuhan yang sama akan hidup berdampingan dalam kedamaian.
Perayaan Hari Raya Waisak berdekatan dengan Hari Kebangkitan Nasional momentum penting merenungkan semangat persatuan. Momen ini memperkuat harmonisasi antarumat beragama.
Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Philip Kuntjoro Widjaja menjelaskan pentingnya mengingat kembali nilai persatuan yang diusung organisasi Budi Utomo.
"Saya kira nasionalisme di zaman Budi Utomo sudah terbentuk. Saat ini, semua orang sudah merasa dirinya adalah Indonesia. Namun, kita perlu langkah lebih konkret untuk memperjelas dan memperkuat nasionalisme," kata Phillip, Kamis (23/5).
Menurut Philip, kearifan lokal adalah fondasi yang harus dipertahankan. Pemikiran dari luar yang tidak sejalan bisa membawa perubahan baik positif maupun negatif.
"Penting untuk membangun komunikasi lintas agama yang baik untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan pemahaman antarumat beragama. Dengan saling memahami kemungkinan terjadinya gesekan bisa diminimalkan," terangnya.
Philip juga mengulas tema perayaan Waisak di tahun ini, yaitu "Kesadaran Keberagaman, Jalan Hidup Luhur, Harmonis, dan Bahagia" serta penerapannya dalam dunia nyata.
merdekacom
Dia mengatakan komunikasi efektif menjembatani berbagai perbedaan bukan tugas pemuka agama atau tokoh masyarakat saja.
Menurutnya, masyarakat juga harus merasakan kebutuhan yang sama akan hidup berdampingan dalam kedamaian.
Dia pun mengingatkan bahwa ketahanan nasional tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tapi juga partisipasi aktif masyarakat. Selain itu, kesejahteraan dan tingkat pendidikan yang baik bagi masyarakat adalah kunci membangun resiliensi terhadap ideologi transnasional.
"Penting bagi kita untuk membawa pesan damai ini ke masyarakat luas khususnya pada umat masing-masing agama. Mari kita sinergikan upaya untuk menciptakan Indonesia damai, rukun, dan sejahtera," pungkasnya.
Sifat tenggang rasa adalah modal sosial yang telah diwariskan sejak nenek moyang bangsa.
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca SelengkapnyaMemperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Masyarakat tidak boleh semena-mena melanggar hak dari mereka yang dianggap berbeda.
Baca Selengkapnya“Kemudian penyidik akan berkoordinasi dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia), Kementerian Agama, ahli bahasa, ahli pidana,” kata Ade Ary
Baca SelengkapnyaMasyarakat memiliki ketahanan lebih terhadap narasi kebangkitan khilafah karena lebih percaya organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Baca SelengkapnyaPerkuat juga solidaritas, empati, dan tolong-menolong antar-sesama tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.
Baca SelengkapnyaKegiatan silaturahmi ini merupakan sebuah harmoni kerukunan antara yang satu dengan yang lain.
Baca SelengkapnyaSang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.
Baca SelengkapnyaLahir dari keluarga yang taat agama, ia menjadi sosok pengarang yang juga terjun dalam dunia keagamaan.
Baca Selengkapnya