Perubahan Nama Laut China Selatan Tak Akhiri Sengketa di Natuna
Merdeka.com - Hubungan Indonesia-China tengah memanas akibat sengketa di perairan Natuna. Beragam pendapat diberikan. Mulai dari tidak adanya solusi untuk penyelesaian ketegangan. Hingga permintaan agar pemerintah jangan mundur sejengkal pun dan menolak negosiasi.
Ada pula usulan agar nama perairan Natuna diganti namanya. Sebab, nama 'Laut China Selatan' membuat negeri tirai bambu secara psikologis merasa memiliki perairan Natuna. Usulan ini datang dari Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie.
Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, inti persoalan sengketa Natuna terletak pada perbedaan dasar klaim yang dipakai Indonesia dan China. Bukan nama perairan itu.
Dalam klaim atas kepemilikan perairan Natuna, Indonesia menggunakan UNCLOS. Sementara China berpegang pada sembilan garis putus-putus atau nine dash line.
Karena itu, menurut dia, perubahan nama perairan Natuna tidak ada dampaknya. Jika ditujukan sebagai alat untuk menegaskan kepemilikan Indonesia. Dia membenarkan bahwa nama seharusnya bukan persoalan mendasar terkait penyelesaian sengketa Natuna.
"Betul (nama perairan bukan persoalan)," singkat dia, saat dihubungi merdeka.com, Selasa (7/1).
Dia menyampaikan, jika menilik sejarah, sebenarnya sudah ada pergantian nama perairan Natuna. Indonesia telah mengubah namanya dari Laut China Selatan, menjadi Laut Natuna Utara.
"Kan sudah (ganti nama). Namanya jadi (Laut) Natuna Utara," ungkapnya.
Diketahui, pada 2017, Pemerintah Indonesia meresmikan penamaan wilayah perairan di bagian utara Natuna sebagai Laut Natuna Utara. Menggantikan Laut China Selatan yang sebelumnya digunakan. Adapun untuk kepentingan pencatatan resmi secara internasional dilakukan melalui forum khusus pencatatan nama laut, yakni International Hydrographic Organization (IHO).
Langkah Indonesia ini, kata dia, menuai protes dari China. "Tapi diprotes China. Karena China merasa itu miliknya," jelas dia.
Kehadiran nama Laut Natuna Utara pun tidak berdampak. Sebab pasca pergantian nama, China tetap mengklaim perairan Natuna sebagai miliknya.
Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jimly Asshiddiqie menilai, klaim China atas sebagian wilayah perairan Natuna memiliki latar belakang psikologis. Hal ini berkaitan dengan sejarah yang dimiliki China.
"Saya rasa RRC ini hanya psikologis saja. Romantisme sejarah dan psikologi karena semua orang dunia memberi nama lautnya itu Laut China Selatan," kata dia, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/1).
Dia menilai, semestinya nama laut China Selatan segera diganti. Hal itu agar menghilangkan romantisme China di wilayah Natuna tersebut.
"Ya karena dia merasa itu bagian dari wilayah dia. Karena namanya laut China Selatan. Namanya sekarang laut China Selatan. Makanya kita ganti nama itu. Sebaiknya namanya laut Asia Tenggara saja. Jangan laut China Selatan," imbuhnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaChina benar-benar nekat membangun pangkalan udara di sana.
Baca SelengkapnyaIni yang dikhawatirkan AS bila tidak segera memutuskan kelanjutan stasiun luar angkasa yang akan habis masa pakainya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Irvansyah juga mengusulkan Kota Ranai di Natuna dibuat seperti stasiun atau pangkalan untuk titik kumpul anggota.
Baca SelengkapnyaSaat pertemuan dengan Presiden China, Menhan Prabowo menyampaikan salam hangat dari Presiden RI Joko Widodo dan apresiasinya atas sambutan yang hangat.
Baca SelengkapnyaIndia Lepaskan Merpati yang Dituding Jadi Mata-Mata China, Di Sayapnya Ada Tulisan
Baca SelengkapnyaSalah satu masyarakat asli Sumatra Timur yang kesehariannya hidup di perairan ini berperan dalam melestarikan kehidupan bahari.
Baca SelengkapnyaKisah sedih para tahanan wanita asal Belanda usai tentara Jepang berhasil menguasai Nusantara.
Baca SelengkapnyaSalah satu suku tua di Indonesia ini hidup sangat dekat dengan alam dan sangat menghormati laut. Mayoritas dari mereka bekerja sebagai seorang nelayan.
Baca Selengkapnya