Pendukung khilafah di Indonesia kecil tapi ramai karena disorot media asing
Merdeka.com - Peneliti senior The Wahid Institute yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad mengatakan pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan paham khilafah di tanah air hanya sedikit. Hal itu terbukti dari dua survei yang dilakukan oleh The Wahid Institute.
Hasil survei tersebut tak sampai dua persen masyarakat yang mendukung HTI dan khilafah. Karenanya, dia menilai para investor tidak perlu takut untuk berinvestasi di Indonesia cuma karena paham khilafah.
"The Wahid Institute sudah dua kali melakukan survei soal HTI yang mengusung paham negara khilafah. Hasilnya sangat kecil, tidak sampai 2 persen yang mendukung HTI dan khilafah," kata Rumadi Ahmad dalam keterangannya, Selasa (20/3).
Dia mengatakan, meski pendukungnya sangat kecil, HTI dan paham khilafah sempat mencuat ke permukaan karena ada gerakan yang masif dan disorot oleh media-media asing. Sehingga seolah-olah keberadaan HTI dan paham khilafah di Indonesia cukup besar padahal sesungguhnya tidak.
"Di pihak lain, silent majority yang mendukung Pancasila dan kebhinekaan justru lebih banyak diam. Inilah yang mungkin mengecoh persepsi investor," katanya.
Dia mengatakan investor tak perlu takut berinvestasi di Indonesia karena pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah bersikap tegas terhadap HTI dengan membubarkannya. Selain itu, berdasarkan hasil survei, jumlah pendukung HTI dan khilafah sangat kecil di Indonesia.
"Jadi, pembubaran HTI dan pelarangan paham-paham radikal yang bertentangan dengan Pancasila itu landasannya sudah cukup kuat di Indonesia. Maka investor tak perlu khawatir. Apalagi pemerintah sudah mencabut ratusan peraturan daerah yang tidak kondusif bagi iklim investasi," katanya.
"Bahwa saat ini eks-HTI sedang mengajukan gugatan di PTUN, Jakarta, hal itu wajar-wajar saja, karena Indonesia adalah negara hukum yang mengakomodasi hal tersebut. Gugatan eks-HTI itu akan ditolak pengadilan, karena alasan pemerintah membubarkan HTI tersebut memang rasional dan konstitusional," katanya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia ke depan butuh sosok pemimpin yang memahami problem kebangsaan.
Baca SelengkapnyaPengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menetapkan 1 Ramadan 1445 Hijriah jatuh pada tanggal 12 Maret 2024
Baca SelengkapnyaMasyarakat memiliki ketahanan lebih terhadap narasi kebangkitan khilafah karena lebih percaya organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Indonesia lebih awal menginisasi beberapa aksi pengendalian perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa memuji perhatian Presiden Joko Widodo kepada umat Islam, khususnya Nahdlatul Ulama.
Baca SelengkapnyaJemaah haji dengan latar belakang ini pun harus mendapatkan pelayanan khusus.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, pandangan Muhammadiyah sebagai organisasi terhadap Indonesia masih sama yaitu netral dan independen dari kekuatan politik.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Agus Subiyanto adalah sosok yang sangat religius, ia sering sholat Subuh berjamaah di masjid dan menyampaikan tentang pentingnya akhirat.
Baca SelengkapnyaSeorang WNI pamerkan takjil gratis yang ia dapat di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi.
Baca Selengkapnya