Merdeka.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah disahkan DPR menjadi undang-undang. UU KUHP itu menjadi sorotan lantaran ada pasal pidana bagi orang yang menghina presiden atau wakil presiden.
Dalam Pasal 218 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menjelaskan, bahwa pasal tersebut tak memiliki tolak ukur yang jelas atau pasal karet. Menurutnya, secara prinsip juga tak layak untuk masuk ke KUHP lantaran tidak relevan dengan kondisi sekarang.
"Masalahnya bukan hanya karet atau tidak karet, tapi juga secara prinsip pasal seperti itu tidak layak untuk masuk ke sebuah kitab undang-undang hukum pidana di sebuah negara yang demokratis dulu di KUHP yang sekarang berlaku. Itu yang peninggalan Belanda itu kan konteksnya kolonialisme dan memang pasal model seperti ini sedang marak sekitar awal 1900-an, karena di Eropa Barat kan kerajaan-kerajaan itu juga sedang menghadapi tantangan," kata Bivitri kepada merdeka.com, Selasa (6/12).
"Jadi waktu Belanda menjajah Indonesia, kepala negaranya adalah ratu Belanda, kita tidak boleh menghina Ratu Belanda, nah itu konteksnya seperti itu jadi kan tidak relevan dengan kondisi yang sekarang," sambungnya.
Bivitri menyebut, bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis, bukan dalam masa kolonialisme. Sehingga, tidak layak untuk diberlakukan pasal seperti itu.
"Karena sesungguhnya dalam konteks Indonesia yang sekarang kan kepala negara juga kepala pemerintahan, sehingga dengan sendirinya dalam sebuah negara demokratis dia akan menjadi objek kritik dari penyelenggaran pemerintahan itu sangat biasa sekali jadi objek kritik," tuturnya.
"Jadi justru ketika kepala negara dan kepala pemerintahan bisa menerima kritik maka itu adalah motornya demokrasi, tanpa itu semua demokrasi tidak bisa jalan," sambungnya.
Menurutnya, pasal itu multi interpretatif karena bersifat personal. Bivitri mempertanyakan apa kualifikasi dari menyerang kehormatan dan harkat martabat presiden atau wakil presiden.
"Memang betul itu pengaturannya adalah delik aduan, jadi hanya yang bersangkutan yang bisa mengadukan. Enggak bisa langsung tiba-tiba misalnya relawan, tapi tetap saja kurang jelas, sehingga ketika kita mengkritik kebijakan bisa saja dikatakan menyerang harkat dan martabat dan kehormatan karena kualifikasinya tidak jelas," ucapnya.
Advertisement
Sebenarnya, kata dia, penghinaan terhadap presiden tidak perlu memakai pasal khusus seperti di KUHP. Sebab, ada pasal-pasal umum yang sudah mengatur mengenai penghinaan.
"Siapa saja bisa menggunakan itu, jadi buat apa di atur secara tersendiri mengenai penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, itu yang jadi pertanyaan sehingga patut diduga memang model pengaturannya mengikuti model kolonial zaman dulu yang sekarang gak cocok lagi," ujarnya.
"Jadi saya kira ini akan membuat masyarakat menjadi khawatir mengadukan untuk melakukan kritik karena tidak jelas juga apa yang dimaksud dengan menyerang kehormatan, menyerang martabat dan seterusnya," tambah Bivitri.
Menurut Bivitri, pasal serupa sudah tidak ada dalam sebuah negara demokratis. Paling tidak hanya diterapkan di Thailand menggunakan Lese Majeste, yaitu pasal yang melindungi anggota senior keluarga kerajaan Thailand dari hinaan ancaman.
"Paling paling Lese-Majeste ini ada di sebuah negara seperti Thailand yang masih ada rajanya, tapi di negara negara Eropa Barat pun sekarang kalau ada pengaturan seperti ini sudah tidak digunakan lagi, karena dianggapnya tidak demokratis," pungkasnya. [lia]
Baca juga:
Ramai Tolak Pengesahan RKUHP, Sederet Pasal Janggal Ini Jadi Sorotan Masyarakat
Panas Paripurna RKUHP sampai Disebut Diktator, Ini Penjelasan Pimpinan DPR
Menkum HAM: Masyarakat yang Tidak Setuju UU KUHP Bisa Gugat ke MK
Beda dengan PKS, Interupsi Demokrat soal RKUHP Diberi Pujian & Tepuk Tangan
Jurnalis Tutup Pintu DPRA dan Kantor Gubernur Aceh dengan Papan Penolakan RKUHP
DPR Minta Masyarakat Tak Demo Tolak RKUHP: Kalau Tak Puas, Silakan Gugat ke MK
Kepada Penyidik, Kompol D Akui Nikah Siri Sejak 8 Bulan Lalu
Sekitar 2 Menit yang laluTenaga Ahli Hudev UI Bikin Riset Abal-Abal Loloskan Proyek BTS Kominfo
Sekitar 5 Menit yang laluPolda Jabar Tak Kaitkan Skandal Kompol D dengan Kecelakaan Mahasiswi Unsur
Sekitar 22 Menit yang laluSaat Dua Hakim MK Berbeda Pendapat terkait Gugatan Nikah Beda Agama
Sekitar 32 Menit yang laluMenko PMK Usul Biaya Haji Naik Bertahap Agar Tak Bebankan Jemaah
Sekitar 36 Menit yang laluBuronan Kasus Penyelundupan 179 Kg Sabu Ditangkap di Malaysia
Sekitar 42 Menit yang laluTemui Mahfud MD, Ketua MPR Minta Pemerintah Tegas untuk Normalisasi Keamanan Papua
Sekitar 50 Menit yang laluMenko PMK Sebut Putusan MK Soal Nikah Beda Agama Beri Kepastian
Sekitar 1 Jam yang laluDuplik Ferdy Sambo, Pengacara: Penuntut Umum Serampangan Sampaikan Tuduhan Kosong
Sekitar 1 Jam yang laluKasus Ledakan Sumur Minyak di Riau, Polisi Sebut Perusahaan kurang Kooperatif
Sekitar 1 Jam yang laluMK Tolak Gugatan Nikah Beda Agama
Sekitar 1 Jam yang laluTragis, Pemotor di Depok Tewas Terlindas Truk Gara-Gara Tali
Sekitar 1 Jam yang laluCara Polisi Tangkap Pencuri Lagi Tidur Bikin Ngakak, Bisik-Bisik 'Sini Pakai Baju'
Sekitar 3 Jam yang laluTop News: Sopir Audi Seret Perwira Polisi || Jaksa Garang Hadapi Pleidoi Putri
Sekitar 5 Jam yang laluPotret Krishna Murti Masih AKBP Berpetualang di Gurun Pasir, Bekalnya Cuma Roti & Air
Sekitar 5 Jam yang laluPotret Kombes Endra Zulpan Jadi Saksi Pernikahan Juliet Sabrina & Muhammad Rizka
Sekitar 7 Jam yang laluDuplik Ferdy Sambo, Pengacara: Penuntut Umum Serampangan Sampaikan Tuduhan Kosong
Sekitar 1 Jam yang laluVIDEO: Sambo Klaim Tak Terbukti Bersalah, Minta Hakim Putuskan Bebas
Sekitar 1 Jam yang laluTatapan Mata Ferdy Sambo Saat Penasehat Hukum Bacakan Duplik atas Replik JPU
Sekitar 1 Jam yang laluVIDEO: Kuasa Hukum Sambo Emosi Dituding Jaksa Mengaburkan Kasus Pembunuhan Brigadir J
Sekitar 1 Jam yang laluDuplik Ferdy Sambo, Pengacara: Penuntut Umum Serampangan Sampaikan Tuduhan Kosong
Sekitar 1 Jam yang laluVIDEO: Sambo Klaim Tak Terbukti Bersalah, Minta Hakim Putuskan Bebas
Sekitar 1 Jam yang laluTatapan Mata Ferdy Sambo Saat Penasehat Hukum Bacakan Duplik atas Replik JPU
Sekitar 1 Jam yang laluVIDEO: Kuasa Hukum Sambo Emosi Dituding Jaksa Mengaburkan Kasus Pembunuhan Brigadir J
Sekitar 1 Jam yang laluDuplik Ferdy Sambo, Pengacara: Penuntut Umum Serampangan Sampaikan Tuduhan Kosong
Sekitar 1 Jam yang laluTatapan Mata Ferdy Sambo Saat Penasehat Hukum Bacakan Duplik atas Replik JPU
Sekitar 1 Jam yang laluKubu Ferdy Sambo Tanggapi Replik JPU: Lahir dari Rasa Frustasi dan Halusinasi
Sekitar 2 Jam yang laluApakah Boleh Memperoleh Vaksin Campak Bersamaan dengan Booster COVID-19?
Sekitar 1 Hari yang laluAntisipasi Penyakit Ngorok, Dinas Pertanian Madina Maksimalkan Penyuntikan Vaksin
Sekitar 6 Hari yang laluBursa Transfer BRI Liga 1: Persik Rekrut Braif Fatari sebagai Solusi Ketajaman Lini Depan
Sekitar 41 Menit yang laluLink Live Streaming BRI Liga 1 di Vidio: Barito Putera Vs PSS
Sekitar 1 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami