Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

MK: Tak perlu rinci aliran yang dianut, cukup tulis 'penghayat kepercayaan' di KTP

MK: Tak perlu rinci aliran yang dianut, cukup tulis 'penghayat kepercayaan' di KTP E-KTP. Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Kependudukan). Putusan dibacakan pada sidang yang digelar pada Selasa (7/11).

Sejumlah penghayat kepercayaan mendalilkan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kesamaan warga negara di hadapan hukum.

Dalam permohonannya, Nggay Mehang Tana, dkk mendalilkan bahwa Kartu Keluarga (KK) dan e-KTP memuat elemen keterangan agama di dalamnya, namun khusus bagi penganut kepercayaan kolom agama tersebut dikosongkan sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam pertimbangan hukum yang dibacakan mengatakan mahkamah menilai keberadaan Pasal 61 dan Pasal 64 UU Administrasi Kependudukan bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan.

Upaya melakukan tertib administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud pada pasal a quo sama sekali tidak boleh mengurangi hak-hak warga negara dimaksud termasuk hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Saldi menjelaskan adanya pernyataan dalam Pasal 61 ayat (2) dan dalam Pasal 64 ayat (5) UU Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa bagi penghayat kepercayaan kolom 'agama' tidak diisi, meski tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan, bukanlah dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan jaminan negara bagi warga negara penganut kepercayaan.

Hal tersebut semata-mata penegasan tentang kewajiban negara untuk memberikan pelayanan kepada setiap warga negara sesuai dengan data yang tercantum dalam database kependudukan yang memang merupakan tugas dan kewajiban negara.

"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa kata atau istilah 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) jika dihubungkan dengan Pasal 61 ayat (2) dan kata atau istilah ‘agama’ dalam Pasal 64 ayat (1) jika dihubungkan dengan Pasal 64 ayat (5) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip atau gagasan negara hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai termasuk 'kepercayaan', adalah beralasan menurut hukum," jelas Saldi dikutip dari laman mahkamahkonstitusi.go.id, Rabu (8/11).

Saldi menambahkan pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan, hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai 'penghayat kepercayaan' tanpa merinci kepercayaan yang dianut di dalam KK maupun e-KTP.

Hal tersebut dilakukan agar tertib administrasi kependudukan dapat terwujud serta mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam, maka begitu juga dengan penganut agama lain.

Selain itu, lanjut Saldi, secara faktual keberadaan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan pada faktanya telah menimbulkan ketidakpastian, penafsiran yang berbeda, dan tidak konsisten dengan norma lainnya dalam undang-undang yang sama seperti dengan Pasal 58 ayat (2).

Hal ini berakibat warga negara penghayat kepercayaan kesulitan memperoleh KK maupun e-KTP. Dengan dikosongkannya elemen data kependudukan tentang agama juga telah berdampak pada pemenuhan hak-hak lainnya, seperti perkawinan dan layanan kependudukan.

Sehingga, penganut kepercayaan tidak mendapatkan jaminan kepastian dan persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diperoleh warga negara lainnya. Pada saat yang sama, hal demikian merupakan sebuah kerugian hak konstitusional warga negara yang seharusnya tidak boleh terjadi.

"Berdasarkan uraian di atas, dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 sepanjang kata 'agama' dalam pasal a quo tidak dimaknai termasuk kepercayaan adalah beralasan menurut hukum," kata Saldi.

Untuk menjamin hak konstitusional para Pemohon, Mahkamah menegaskan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) UU Administrasi Kependudukan kehilangan relevansinya dan juga turut tunduk pada argumentasi perihal pertentangan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (4) UU Administrasi Kependudukan sebelumnya sehingga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Dengan demikian dalil para Pemohon tentang inkonstitusionalitas Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) UU Administrasi Kependudukan beralasan menurut hukum," kata Saldi.

(mdk/rzk)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jokowi Peringatkan KPU: Keteledoran Berbahaya, Berdampak Besar pada Politik!
Jokowi Peringatkan KPU: Keteledoran Berbahaya, Berdampak Besar pada Politik!

Jokowi meminta KPU dan para penyelenggara Pemilu memastikan tata kelola pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.

Baca Selengkapnya
Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket
Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket

Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.

Baca Selengkapnya
KPK Bahas Peluang Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali Jadi Tersangka Pemotongan Dana ASN
KPK Bahas Peluang Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali Jadi Tersangka Pemotongan Dana ASN

Ketika penyidik merasa telah terpenuhi alat bukti, maka tentu kedua penyelenggara negara itu akan ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Pemerintah Bakal Akan Tutup 123 Perlintasan Sebidang, Ini Alasannya
Pemerintah Bakal Akan Tutup 123 Perlintasan Sebidang, Ini Alasannya

Pemerintah akan menutup 123 titik perlintasan sebidang antara jalan raya dan jalur kereta api pada 2024.

Baca Selengkapnya
KPK Buka Peluang Panggil Keluarga Inti SYL untuk Usut Dugaan TPPU
KPK Buka Peluang Panggil Keluarga Inti SYL untuk Usut Dugaan TPPU

"Penyidik memang membutuhkan keterangan dari pihak keluarga intinya, dalam rangka menelusuri aliran uang dan aset," kata Ali

Baca Selengkapnya
KPK Bakal Periksa Keluarga SYL Telusuri TPPU
KPK Bakal Periksa Keluarga SYL Telusuri TPPU

Dia mengatakan tidak mudah untuk menelusuri fakta persidangan tersebut dengan pemeriksaan terhadap keluarga inti.

Baca Selengkapnya
KSP Tegaskan Program JKP Bentuk Komitmen Negara untuk Jaga Kesejahteraan Buruh
KSP Tegaskan Program JKP Bentuk Komitmen Negara untuk Jaga Kesejahteraan Buruh

Fajar mendorong perusahaan untuk menghindari PHK serta mengedepankan hubungan yang sehat dan saling memahami.

Baca Selengkapnya
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.

Baca Selengkapnya
JK Kritik Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Ini Respons Istana
JK Kritik Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Ini Respons Istana

JK menyatakan bahwa semua pejabat sampai kepala pemerintah, presiden turut diambil sumpahnya agar berlaku adil bagi masyarakat.

Baca Selengkapnya