LBH APIK: Dari 307 Kasus Kekerasan Gender Online, Hanya 1 Sampai ke Pengadilan
Merdeka.com - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta mencatat, ada 307 kasus kekerasan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang ditangani sepanjang tahun 2020. Dari jumlah tersebut, motif kekerasan seksual yang paling banyak dilakukan dalam mengancam korban untuk menyebarkan foto/video seksualnya, totalnya ada 112 kasus.
"Di tahun 2020 ada 307 kasus KBGO yang terdiri dari 112 kasus ancaman distribusi, 66 konten ilegal, dan 47 pelecehan online," kata Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta, Uli Pangaribuan dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh ICJR dan IJRS, Selasa (20/4).
Uli sangat menyayangkan karena dari 307 kasus tersebut, hanya ada 1 kasus yang diproses hingga ke pengadilan. Sedangkan 115 kasus diselesaikan dengan mediasi atau perdamaian kedua belah pihak antara korban dan pelaku. Padahal kata Uli, 14 dari 307 kasus KBGO merupakan KBGO anak-anak. Dia sangat menyayangkan karena pelakunya KBGO anak tidak sampai dipidanakan.
"Hanya ada 1 kasus yang diproses hingga pengadilan, kemudian 2 kasus sampai kejaksaan dan 5 kasus yang berhenti di laporan polisi," ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya menangani ratusan kasus KBGO itu, dia memaparkan kendala-kendala dalam penanganan kasus tersebut. Kendala pertama karena korban merasa takut dan pelaku tidak dikenali oleh korban. Kendala kedua karena minimnya alat bukti dengan pola kasus yang terbilang cukup rumit.
"Kendala lainnya karena sidang kasus KBGO dilakukan secara terbuka padahal pasal yang dikenakan adalah pasal kesusilaan," ungkapnya.
"Ahli yang bisa mengaitkan kasus KBGO dengan UU ITE juga terbatas. Forensik digital yang lengkap juga cuma ada di Polda Metro Jaya," ungkapnya.
Uli kemudian menceritakan kasus mitranya yang pernah ditolak laporannya oleh pihak kepolisian karena berbagai alasan, hingga mitranya melaporkan kembali kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Sampai saat ini, kasus mitranya pun masih diproses oleh kepolisian.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mendorong pemerintah untuk melindungi korban KBGO. Menurutnya, pemerintah harus memberikan pengecualian terhadap para korban yang tidak menghendaki penyebaran konten di ruang publik tersebut. Maidina mencontohkan kasus yang menimpa Baiq Nuril.
"UU (ITE) ini buta, bisa menjerat korban seperti kasus Baiq Nuril yang menyimpan konten kekerasan seksual yang dilakukan atasannya, saat dia berikan (bukti konten itu) pada orang lain, ia justru dijerat dengan Pasal 27 Ayat 1. Ini akan menciptakan iklim ketakutan pada korban," kata Maidina dalam diskusi tersebut.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
AVISI: Perlu Bersama-sama Temukan Solusi Melawan Pembajakan Konten Ilegal
Baca SelengkapnyaAVISI menyelenggarakan kegiatan yang berjudul 'AVISI 2024 Indonesia Video Streaming Conference' dengan tema 'Anticipating Indonesia's Video Streaming Piracy Evo
Baca SelengkapnyaBerdasarkan bukti yang ditemukan dari ponsel pelaku, banyak ditemukan video porno.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pasal yang disematkan kepada 13 prajurit berbeda disesuaikan pelanggaran yang dilakukan.
Baca SelengkapnyaPemerintah bergerak memberantas para pengelola judi online yang sampai saat ini beroperasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaModus terduga pelaku dalam menjalankan aksinya yakni pinjaman online.
Baca SelengkapnyaTudingan Melki melakukan kekerasan seksual pertama kali ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah akun @BulanPemalu.
Baca SelengkapnyaMotif pelaku menghabisi keponakannya karena tergiur mencuri perhiasan emas yang dikenakan korban.
Baca SelengkapnyaKorban dugaan pelecehan seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Baca Selengkapnya