KontraS sebut hukuman mati di Indonesia jauh dari proses hukum
Merdeka.com - Koordinator untuk orang hilang dan tindak kekerasan (KontraS) menyebutkan praktik eksekusi mati jauh dari proses hukum. Alasannya, lantaran terpidana vonis hukuman mati tidak mendapatkan proses peradilan yang seharusnya.
KontraS menemukan dari gelombang satu eksekusi mati sampai gelombang tiga, terpidana mati tidak mendapatkan fair trial. Malah ditemukan putusan yang cenderung cacat hukum.
"Pascaeskekusi mati gelombang tiga, atau ditarik ke belakang dari gelombang satu, banyak unfair trial terjadi. Tidak ada pembelajaran yang diambil pemerintah dalam penetapan vonis di Indonesia," ujar Koordinator Bidang Advokasi KontraS Putri Kanisia di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (10/10).
Dari segi hak, ada terpidana mati tidak mendapatkan notifikasi 3x24 jam sebelum eksekusi. Selain itu, terpidana yang menggunakan peninjauan kembali (PK) dan grasi, belum keluar putusan tapi sudah mendapat eksekusi.
"Hal-hal tersebut telah melanggar Hak Asasi Manusia walaupun statusnya telah terpidana mati," ucap Putri.
Dari segi cacat vonis adalah kasus yang dialami Yusman, mantan terpidana mati asal Sumatera Utara yang didakwa membunuh majikannya. Selama proses hukum, Yusman mengaku dipaksa oleh polisi dengan tindak kekerasan. Yusman juga sama sekali tidak mengetahui proses hukum kasusnya, termasuk jalur pembelaan.
Bahkan, kuasa hukum yang mendampingi meminta vonis mati. Yusman sendiri baru tahu mendapat vonis mati ketika ia di penjara.
Sedangkan Yusman ketika itu masih di bawah umur saat dibuktikan melalui dokter forensik setelah ditahan. Sehingga seharusnya ia tidak bisa divonis hukuman mati.
"Aparat kepolisian bisa mengubah usia Yusman karena tidak punya dokumen kenegaraan. Kasus Yusman membuka tidak semua orang bisa bahasa Indonesia, tidak semua mengurus akte. Yusman juga putus sekolah," tutur Putri.
Sementara, Amnesty Internasional menilai hukuman mati sudah banyak ditinggalkan. Setahun terakhir hanya China, Iran, Irak, Pakistan, dan Arab Saudi serta Indonesia yang masih menjalankan hukuman mati.
"Mayoritas negara dunia telah meninggalkan hukuman mati. Hanya 23 negara melakukan eksekusi mati. 90 Persen hanya terjadi di 5 negara. Hukuman mati sudah dianggap kuno," kata Peneliti Amnesty Internasional, Papang Hidayat.
Dalam 2017 ini, terdapat 32 vonis mati diputuskan oleh pengadilan. 22 Kasus merupakan narkotika, sisanya pidana kasus pembunuhan.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Syok Malah jadi Tersangka Usai Lawan Pencuri, Penggembala Kambing Jatuh Sakit & Tak Mau Makan
Sakit Paru-Paru yang diderita Muhyani kembali kambuh. Dia batuk tak henti-henti.
Baca SelengkapnyaJenis Surat Suara Pemilu yang Patut Diketahui, Simak Penjelasannya
Surat suara bukan hanya secarik kertas, melainkan sebuah instrumen demokratis yang menggambarkan kehendak rakyat.
Baca SelengkapnyaCEK FAKTA: Hoaks Format Debat Capres-Cawapres 2024 Diubah Tanpa Penonton
Beredar informasi jika KPU telah mengubah format debat tanpa dihadiri pendukung atau penonton.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kuasa Hukum Berang Jaksa Minta Dito Mahendra Dipindah ke Lapas Gunung Sindur: Penahanan Kewenangan Hakim
Kubu Dito menyebut majelis hakim sudah menetapkan terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaAnies Lepas Tim Hukum Gugat Hasil Pemilu 2024: Harapannya Proses di MK Bisa jadi Pelajaran
Anies-Cak Imin melepas Tim Hukum Nasional (THN) untuk menggugat hasil Pemilu 2024 Mahkamah Konstitusi atau MK.
Baca SelengkapnyaKesejahteraan TNI Diungkit dalam Debat Ketiga Capres, Berapa Gaji Anggota TNI Tahun Ini?
Anies Baswedan menyebut banyak prajurit TNI belum punya rumah, tapi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto menguasai lahan 34.000 ha.
Baca SelengkapnyaJokowi Dituding Tidak Netral, TKN Jelaskan Aturan Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres
Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.
Baca SelengkapnyaCEK FAKTA: Hoaks MURI Beri Penghargaan ke Prabowo karena Tiga Kali Kalah Sebagai Capres
Beredar klaim MURI memberikan penghargaan kepada Prabowo Subianto karena kalah tiga kali sebagai capres
Baca Selengkapnya