Kisah Gunawan, lelaki Jawa bertaruh nyawa demi Kalimantan
Merdeka.com - Derita kabut asap yang melanda wilayah Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Riau dan Palembang selama dua bulan menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia. Bencana ini pun langsung mendapat tanggapan serius Pemerintah pusat dengan menurunkan segala daya yang ada guna mengurangi kebakaran dan meminimalisir asap.
Di tengah hiruk-pikuk semua pihak menanggulangi kebakaran, perjuangan Gunawan (60), perantau asal Jawa patut diapresiasi. Bersama kedua anaknya, Hendra (16) dan Daniel (15) yang bergabung dalam relawan lokal Jumpun Pambelom, mereka bahu membahu memadamkan api selama kebakaran di lahan gambut terjadi.
Menurut ayah 6 orang anak ini, meskipun orang Jawa Timur rasa cintanya terhadap Kalimantan menjadi alasan kenapa dia bertaruh nyawa memadamkan api siang malam.
"Saya perantau asal Jawa Timur. Saya kini orang Kalimantan. Saya tergugah melihat asap banyak. Kami mau agar asap tidak buat kami menderita," ujar lelaki yang beristrikan suku Dayak ini kepada merdeka.com di sela-sela kesibukannya menyemprot api di pinggir Jalan Trans Palangka Raya-Banjarmasin, Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah, Kamis (29/10).
Gunawan meninggalkan tanah kelahirannya sejak tahun 1987. Sebagai pendatang, kesehariannya dia bekerja sebagai buruh tani. Tahun 1988 Gunawan menemukan tambatan hatinya, sorang gadis Dayak yang melahirkan enam buah hatinya. Sejauh itu, rasa cinta terhadap bumi Kalimantan pun mulai tumbuh.
Sebagai penduduk Kalimantan, Gunawan merasakan sungguh dahsyat bencana asap tahun ini. Didorong oleh keinginan agar kabut asap cepat berlalu, bersama relawan lokal lainnya, Gunawan berjuang menghadapi kobaran api, menarik selang dan membuat sumur bor sebagai sumber air untuk padamkan api.
"Asap sungguh menyiksa kami. Kami ingin ini cepat berlalu," keluhnya.
Sebelum bergabung dalam Jumpun Pambelom, Gunawan dikenal masyarakat sekitar sebagai pekerja keras. Dia berkali-kali memadamkan api ketika kebakaran melanda hutan di sekitar tempat tinggalnya. Menurut dia, kesulitan yang paling berarti ketika memadamkan api adalah soal pasokan air yang kurang. Selain itu, kata dia hal yang tak pernah diduga adalah tiupan angin pada malam hari yang menyebabkan kebakaran kembali terjadi.
"Susahnya di air. Itu kesulitan kami selama ini. Dan ketika api sudah padam tapi ketika malam ada angin pasti ada kebakaran lagi. Jadi kita korbankan diri hadapi api dan sesak napas. Belum kalau ada kayu yang roboh," ceritanya sambil mengelap peluh di dahinya.
Bukan pujian yang dicari kakek tiga cucu ini. Ketika api sudah berhasil dipadamkan adalah satu-satunya rasa kebanggaan bagi Gunawan yang menjadi relawan.
"Bangga ketika bisa matikan api. Karena sedih kalau lihat kebakaran dan kami bisa kena asap, akibatnya gak bisa tanam," ujar lelaki yang tetap semangat dan bugar meski mulai membungkuk ini.
Selama dua bulan ini terpaksa hanya sang istri yang bekerja di ladang. Dia dan ketiga anaknya masih berjibaku dengan api dan asap yang masih tersisa. Gunawan berpesan agar masyarakat luas tidak menilai orang Kalimantan secara negatif sebagai penyebab kebakaran selama ini. Kata dia, hanya segelintir orang tak bertanggungjawab yang membuat suasana Palangka Raya dan sekitarnya diselimuti asap selama ini.
"Sedikit yang buat tapi kami dituduh yang bakar. Tolonglah, hanya orang tertentu yang bakar hutan, bukan semua orang," pungkas dia.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kapolda Jawa Barat, Irjen Akhmad Wiyagus menyatakan bahwa penurunan angka kecelakaan berada di angka 6 persen dibandingkan tahun 2022.
Baca SelengkapnyaMasyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.
Baca SelengkapnyaLebaran menjadi momen hadirnya hidangan-hidangan khas daerah yang mungkin jarang ditemukan serta menambah suasana Idul Fitri semakin terasa.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Api dapat dijinakkan oleh petugas sekitar empat jam lebih setelah berkobar sejak pukul 19.30 Wib.
Baca SelengkapnyaKedutan mata oleh masyarakat Indonesia acap dikaitkan dengan pertanda baik dan buruk.
Baca SelengkapnyaSejak ratusan tahun lalu, setiap kali tanah di kawasan ini digali, selalu muncul api.
Baca SelengkapnyaIstri Kasad Jenderal Maruli Simanjuntak kesakitan saat terkena pedang Dayak di kakinya, ekspresi orang-orang jadi sorotan.
Baca SelengkapnyaBukit ini berada di atas ketinggian, dengan hamparan pohon pinus yang berjajar rapi.
Baca SelengkapnyaMembaca kata-kata Jawa singkat memiliki keunikan tersendiri dan dapat memberikan nilai tambah dalam pemahaman budaya serta kebijaksanaan lokal.
Baca Selengkapnya